View Full Version
Ahad, 30 Aug 2020

Jejak Kekhalifahan di Nusantara: Surat Menyurat hingga Militer

 

Oleh: Alga Biru

Sesuatu yang tidak dilihat bukan berarti tidak ada. Bahkan yang tadinya eksis dalam satu kurun waktu tertentu, sirna di waktu yang lain. Begitu pun berdirinya wilayah dan kekuasaan, ia berjaya di suatu masa, dan terpuruk di masa yang lain. Di masa kekuasaannya, seluruh mata seolah tertuju padanya. Lantas sebaliknya, ketika ia tidak lagi memiliki taring, orang-orang seakan terhina meski sekadar bersaksi bahwa mereka mengenal keberadaannya. Sesungguhnya, kejayaan dan keterpurukan itu adalah sebuah pergiliran yang mengikuti sunnatullah. Realitas ini persis sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur’an yang berbunyi :

“ …  Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (QS.Ali Imran (3): 140-141)

Kekhilafahan ala manhaj nubuwaah tegak di tangan khalifah-khalifah (pengganti) selaku pemimpin di tengah umat manusia, terkhusus kaum muslimin. Ia tegak sejak era kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga secara resmi runtuh di masa pemerintahan Mustafa Kemal Pasha tahun 1924 di Turki. Selama kurun waktu yang tak sebentar tersebut, banyak kisah dan sejarah yang tertoreh. Sebagaimana halnya mercusuar dunia, sinar kuat khilafah menerangi yang dekat hingga celah-celah negeri nun jauh di sana. Indonesia, sebagai negara kepulauan yang secara teritorial jauh dari hingar bingar pembicaraan internasional, tak luput dari pengaruh oleh sang negara adidaya tersebut.

Jika kita berbicara jejak islam di Nusantara, rasanya wilayah Aceh selalu disebut-sebut. Pada tahun 1566, secara gamblang digambarkan bagaimana eratnya jalinan Aceh dengan Turki Utsmani yakni tampilnya nama yang tersohor Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahhar. Melalui surat itu dapat diketahui bahwa pada tahun yang sama beliau mengutus delegasi, Umar dan Husain untuk pergi ke Istanbul guna menghadap Sultan Suleiman I. Tak tanggung-tanggung, sebagai hasil dari kontak tersebut, sang sultan mengirimkan ahli artileri agar mengajari para prajurit Aceh berlatih strategi perang dan membuat senjata.

Disebutkan bahwa sang ahli artileri ini bernama Lutfi, dan setelah dia menuntaskan tugasnya, Husain kembali menemani kepulangannya ke Istanbul. Mereka berangkat menuju Instanbul dengan menaiki kapal yang bernama Samadi. Dalam perjalanan ini, Husain pun dititahkan sebuah amanat penting yakni menyampaikan surat berikutnya kepada Sultan Suleiman I untuk menjalin hubungan yang lebih erat lagi antara Aceh-Utsmani.

Satu hal yang menarik dari korespondensi para diplomat ini, surat menyurat tersebut ditulis bukan dengan bahasa Melayu melainkan ditulis dengan menggunakan bahasa Osmanlica (bahasa Turki Utsmani). Disinyalir bahwa Lutfi dimintai tolong untuk menuliskan surat penting ini dengan bahasa sang sultan, yang tentunya lebih mendunia di masa itu, mengingat kedudukan Turki Utsmani yang disegani dunia. Surat ini tiba di Istanbul pada tanggal 7 Januari 1566. Keadaan perpolitikan Turki rupanya sedang memanas.

Pertempuran melawan Hungaria lewat Perang Szigetwar (Eropa Timur) tengah gegap gempita dan membutuhkan konsentrasi penuh. Butuh waktu lama bagi Husain untuk menyampaikan amanatnya, yang akhirnya dia pun dijamu di tempat khusus yang sudah disiapkan di distrik Fatih Instanbul. Sayang seribu sayang, Husain rupanya tak berjodoh. Pasalnya sang sultan wafat di Hungaria, lalu terpilihlah sultan berikutnya, yakni Selim II sebagai khalifah. Butuh waktu selama 2 tahun bagi Husain untuk bertemu langsung dengan pemimpin kaum muslimin tersebut lalu mengutarakan maksudnya.

Waktu terus bergulir, peristiwa-peristiwa politik meletus di berbagai negeri. Turki Utsmani meninggalkan banyak jejak di bumi Aceh. Baik aspek budaya sampai urusan militer. Teknik dan artileri warisan Turki terus dipakai di Aceh setidaknya sampai masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pola perekrutan dan gaya pengajaran pasukan Jannisary ala Turki Utsmani sangat menginspirasi beliau. Maka, sempat pula dibentuk akademi militer di Aceh, yang disebut Ma’had Baitul Maqdis. Akademi ini melahirkan nama-nama heroik yang sampai hari ini masih elok dalam ingatan. Sebut saja Laksamana Keumalahayati selaku angkatan laut Inong Balee. Keberadaan Meriam Lada Secupak sebagai bukti fisik tentulah menjadi kebanggan masyarakat Aceh sampai hari ini.

Kendati demikian, ada masa di mana Aceh pun mengalami kekosongan hubungan karena satu dan lain hal. Selama hampir 2 abad lamanya, hubungan yang sempat erat tersebut tak terdengar kabarnya. Salah satu penyebabnya, konon Aceh tersibukkan dengan situasi internal yang menghabiskan energi dan potensinya. Bahkan Raden Hoesein Djajadiningrat menyebut kekuasaan akhir abad 17 sampai 19 sebagai masa bellum omnium contra omnes (masa saling berselisih antar sesamanya). Ada upaya-upaya tertentu untuk menghidupkan kembali jalinan Aceh dengan khilafah, lewat surat menyurat antar pemimpinnya lewat pengiriman delegasi semacam ini. Surat-surat itu ada yang direspon, ada yang tidak.

Upaya kita dalam mencari jejak-jejak masa lalu tidaklah sempurna dan berlangsung mudah. Sebagian tidak terdokumentasi dengan baik, dan tentu bergantung pula pada situasi politik ketika sejarah itu ditulis. Kadang kita berhasil menemukan jejak dan menarik benang merahnya, sebagian lagi seolah terputus tanpa kabar berita. Di sinilah pentingnya pendalaman fakta dan pemikiran Islam sebagai landasan. Pemikiran bahwa catatan-catatan sejarah adalah rekam jejak untuk dipelajari dari generasi ke generasi. Bagaimanapun, idelogi Islam pernah dan akan menjadi alat pemersatu umat manusia, terutama bagi insan beriman yang meyakini  kekuatannnya. Wallahu’alam. (rf/voa-islam.com)

Sumber pustaka : Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara/ Deden A. Herdiansyah/Pro-U Media

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version