View Full Version
Rabu, 23 Sep 2020

Dilematika Remaja, Pernikahan Usia Dini

Oleh: Melsa Novelina

Anak menikah dengan anak, kemudian lahirlah anak. Sehingga di rumah itu anak-anak semua. Nggak ketahuan yang mana orang tuanya, karena semua ribut saling rebutan mainan.

Beberapa waktu lalu, saya menolong persalinan seorang ibu muda usia 14 tahun. Ia melahirkan setelah 2 bulan "baralek gadang". Alhamdulillah, bayi nya lahir sehat cukup bulan. Mirisnya lagi, ketika sang istri bertaruh nyawa di ruang persalinan, sang suami yang usianya tak terpaut jauh darinya asik seru main pub-G di ruang tunggu.

Ada lagi segerombolan anak SMP datang ke klinik. Rame-rame nanyain test pack sekalian cara gunainnya. Santai, berani. Duh, padahal dulu waktu kuliah nanyain test pack buat bahan Labor aja ke apotik tu malu banget. Pake ditanya2 dulu sama apoteker nya.

Sedihnya, malam itu ada lagi bocah SMP yang datang dengan ibunya minta obat penggugur kandungan. Si anak terlanjur hamil akibat hubungan dengan kakak kelasnya sendiri.  Orang tua malu, tak siap anak nya menikah dini. Si anak pun tentu tak siap dengan kehamilan yang tak dikehendaki itu. Katanya juga sudah dilakukan usaha untuk mengeluarkan dengan berbagai macam minuman keras sampe menjatuhkan diri dari atas pohon. Nauzubillah..

Sekarang lagi marak nya pula pernikahan anak-anak. Selain karena faktor perjodohan yang menjadi kebiasaan bagi beberapa daerah untuk menikahkan anaknya di usia belia, juga alasan unik seperti pasangan cilik di Kabupaten Bulukumba karena takut bobo sendiri atau seperti pasangan yang lagi viral saat ini di Lombok tengah. Sama-sama masih usia belia. Dinikahkan orang tuanya karena tidak terima anak perempuannya pulang terlambat setelah dibawa jalan-jalan sama pacarnya.

Kadang ngga habis pikir sekaligus miris. Baru kemarin adik manis itu main "alek-alek", main lompat tali, eh taunya besok ketemu udah melahirkan saja. Gimana bisa sosok yg pendiam, pemalu bisa terjebak seks bebas.

Pernikahan dini karena seks bebas ini masih menjadi PR besar untuk negri ini. Tak cukup waktu dan ruang untuk kita bahas disini bagaimana " Early Marriage Effect" dari satu sisi saja. Hal ini dapat menyebabkan kesehatan mental wanita terganggu, tidak stabilnya emosional menghadapi persoalan-persoalan rumah tangga yang berakibat rentannya KDRT.

Pernikahan usia dini karena seks bebas akan semakin menjamur di negara kita jika tidak dilakukan pencegahan sedini mungkin. Hal ini tidak terlepas dari gaya hidup sekuler-kapitalistik yang mengakar disetiap lini kehidupan. Gaya hidup yang memisahkan agama dari kehidupan dan ditunjang oleh kebebasan sehingga membuat remaja kehilangan jati diri dan terkikis keimanannya.

Ditambah lagi gempuran internet yang membuat mereka bebas mengakses konten berbau pornografi. Gempuran budaya K-Pop dan drakor yang membuat hasrat seksual para remaja meningkat. Makin rusaklah pergaulan remaja di negeri ini.

Negara pun seolah mendukung pergaulan bebas ini dengan menyajikan tontonan yang tak mendidik. Seolah kehidupan remaja hanyalah kehidupan percintaan tanpa batas. Sehingga mereka lebih tertantang lagi untuk melakukan seks bebas. Misalnya, "Dua Garis Biru" dan "Dari Jendela SMP". Padahal kisahmu tak akan seindah cerita sineteron.

Maka pencegahan pernikahan dini karena seks bebas adalah hal yang sulit dilakukan jika sistemnya masih memakai sistem sekuler - kapitalistik seperti sekarang ini. Ditambah lagi dorongan pemerintah sendiri untuk berkiblat pada negara-negara sekuler. [PurWD/voa-islam.com]

#stopfreeseks
#noearlymarriage


latestnews

View Full Version