View Full Version
Jum'at, 25 Sep 2020

Korean Wave, Layakkah Jadi Panutan?

 

Oleh: Fitri Suryani, S.Pd

Belum lama ini pernyataan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin sempat membuat dahi sebagian masyarakat berkerut. Bagaimana tidak, apa yang beliau sampaikan membuat masyarakat penuh tanda tanya. Terlebih publik mengenal bagaimana latar belakang beliau yang memiliki keilmuan agama yang mumpuni.

Sebagaimana dilansir dari Tirto.id (20/09/2020) bahwa Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin berharap tren Korean Pop atau K-Pop dapat mendorong munculnya kreativitas anak muda Indonesia. Ia berharap anak muda lebih giat mempromosikan budaya bangsa ke dunia internasional.

Selain lewat industri hiburan, kata Ma'ruf, hubungan bilateral antara Indonesia dan Korea juga semakin diperkuat pada sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Karena itu, Ma'ruf berharap tren tersebut dapat meningkatkan kerja sama antar kedua negara, khususnya di bidang ekonomi.

Pernyataan tersebut tentu patut dipertanyakan. Mengingat budaya asal negeri ginseng tentu tidak sama dengan budaya negeri tercinta ini. Apalagi negeri ini masih begitu menjunjung tinggi budaya ketimuran.

Lihatlah gaya berbusana artis K-Pop wanita yang begitu minim. Ini jelas contoh buruk untuk generasi Indonesia. Tak bisa dibayangkan, tanpa mencontoh budaya mereka saja moral generasi telah nampak ambruk, apatah lagi jika ada dorongan untuk menjadikan Korean Wave sebagai panutan. Miris!

Padahal ada hal yang lebih baik untuk dijadikan panutan, seperti mencontoh kualitas pendidikannya yang baik dan murah bahkan gratis bagi warga negaranya. Begitu juga dengan sains dan teknologi demi kemajuan generasi bangsa yang lebih baik lagi.

Jadi sebenarnya tidak ada larangan mendorong anak muda untuk menjadikan budaya negeri lain sebagai panutan, namun alangkah bijaknya jika diambil segi positifnya saja demi kemajuan generasi yang lebih baik dan berkualitas, yaitu dari sisi sains dan teknologi.

Benar, K-pop menghasilkan banyak materi bagi para pelaku industri, namun budaya ini rentan mengalami kerusakan life style. Salah satunya adalah banyaknya kasus bunuh diri. Begitu juga Korean Wave. Budaya ini menghasilkan devisa besar bagi negara Korea, tapi juga nyata mengekspor budaya yang bisa merusak generasi suatu bangsa. Maka, sangat disayangkan jika untuk menggenjot masalah ekonomi, moral anak bangsa jadi taruhan.  

Sementara itu, jika membaca sejarah tentang kegemilangan peradaban Islam, ada banyak gambaran anak muda yang prestasinya luar biasa dan dapat dijadikan panutan. Salah satu di antaranya seperti ilmuwan kondang bernama lengkap Abu Rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni. Dia terlahir pada 4 September 973 M di kota Kath - sekarang adalah kota Khiva - di sekitar wilayah aliran Sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan).

Al-Biruni selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, juga fasih sederet bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi, dan Suriah. Al-Biruni muda menimba ilmu matematika dan Astronomi dari Abu Nasir Mansur. Menginjak usia yang ke-20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina yang merupakan ilmuwan besar Muslim yang begitu berpengaruh di Eropa.

Dengan demikian, seyogianya sebelum menjadikan sesuatu sebagai panutan mesti dilihat apa efek yang akan ditimbulkan di kemudian hari. Jangan hanya melihat manfaat sesaat. Sepatutnya generasi saat ini didorong untuk menguasai sains dan teknologi, tanpa mengesampingkan ilmu agama. Sehingga generasi yang ada benar-benar memiliki kualitas yang membanggakan. Wallahu a’lam bi ash-shawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version