View Full Version
Sabtu, 26 Sep 2020

Korean Wave Inspirasi Halu

 

Oleh:

Eni Imami, S.Si || Pendidik, member Revowriter

 

KOREAN wave yang menginvasi Indonesia selama satu dasawarsa terakhir ini telah berhasil menyasar remaja sebagai pasar mereka. Melalui K-Pop (musik pop Korea) dan Drakor (drama korea) telah menjadi trend kehidupan remaja sekarang. Dari pelosok hingga kota telah hanyut dalam gelombang Korea. Tak heran jika Wakil Presiden pun angkat bicara.

"Saat ini anak muda di berbagai pelosok Indonesia juga mulai mengenal artis K-Pop dan gemar menonton drama Korea. Maraknya budaya K-Pop diharapkan juga dapat menginspirasi munculnya kreativitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke luar negeri," demikian pernyataan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin, sebagaimana dikutip dari kumparan.com(20/9/2020)

Dari pernyataan tersebut, beliau menaruh harapan pada generasi muda khususnya K-Poper. Dengan hallyu nya mereka dapat memunculkan kreativitas yang terinspirasi dari K-Pop. Dengan begitu mereka bisa mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke luar negeri. Akankan harapan ini tepat dan akan menjadi nyata?

 

Antara Hallyu dan Halu

Hallyu pada dasarnya merupakan fenomena demam Korea yang disebarkan melalui Korean Pop Culture ke seluruh penjuru dunia. Tak dimungkiri banyak orang menggandrungi Drakor, menikmati K-Pop, menggemari produk-produknya, budayanya dari makanan, pakaian, hingga mempelajari hangul (bahasanya). Apapun tentang Korea membuat para remaja pada 'bucin' (cinta buta). Padahal dibalik itu semua ada kisah yang jarang diekspos.

Perkembangan hallyu bukanlah sesuatu yang spontan dan kebetulan. Kimmy Kim, penanggung jawab pemberitaan internasional stasiun TV SBS sebagai bagian dari acara Kwanhun-KPF (Korea Press Foundation) menyebut salah satu alasan menjamurnya budaya pop Korea Selatan di seluruh dunia adalah karena kebudayaan Korea yang sudah mulai terbuka.

"Sebelumnya, kebudayaan Korea Selatan sangat tertutup. Namun kini, kebudayaannya sudah sangat terbuka. Bahkan sudah mulai menyatu dengan budaya global," ungkap Kimmy Kim pada detikHOT saat berdiskusi di kantor Korea Press Foundation yang terletak di Seoul, Korea Selatan pada Kamis (2/11). (hot.detik.com)

Pemerintah Korea Selatan pun ikut turun tangan dalam usaha memperluas budaya Korea ke seluruh dunia. Menurutnya ekspor kebudayaan sangat penting dan lebih menguntungkan. Maka penguasa bersama masyarakat bekerjasama mencintai budaya dan menyebarkannya.

Di balik good lookingnya para oppa dan onnie bintang Hallyu ada kisah suram yang jarang diekspose juga. Mereka melakukan berbagai cara untuk bisa setenar sekarang. Dari oplas sampai bertahun-tahun menjadi trainee hingga akhirnya debut telah mereka lakoni demi popularitas.

Kehidupan sekularisme membuatnya bergelimang harta, menjadi idola tapi hatinya hampa. Stres, depresi kerap menghinggapi mereka. Lihat saja kurang tenar apa Sulli, Go Hara, dan Jang Ja Yeon. Tapi mereka memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Ternyata popularitas bukan jaminan kebahagiaan. Padahal para Fandom memuja-muja mereka. Berhalusinasi memiliki kehidupan seperti mereka. Berkiblat gaya hidup pada mereka. Bahkan, ada yang ikutan bunuh diri gegara idolanya mati bunuh diri.

Mereka tak ubahnya generasi halu dan rapuh yang berada dalam peradaban lapuk. Korea sendiri tengah menuju jurang kehancuran. Tingginya angka bunuh diri menjadi bukti rusaknya jiwa generasi. Itukah yang dinamakan inspirasi? Kehidupan penuh halusinasi. Bagaimana bisa memajukan budaya bangsa gaya hidup seperti itu. Maka jangan biarkan generasi negeri ini turut halu dibuatnya.

 

Perkuat Jati Diri

Generasi muda masa pencarian jati diri. Suka dengan coba-coba hal baru, mudah mengikuti trend, labil dan gampang putus asa. Disinilah butuh peran pembimbing selain dari orang tua. Lingkungan masyarakat dan negara juga berperan menguatkan jati diri generasi.

Maju mundurnya jati diri bangsa terletak pada kualitas generasinya. Bagaimana bisa mereka yang dibiarkan dalam 'kehaluan' bisa memajukan budaya bangsa. Yang ada justru mereka terjerembab dalam budaya asing. Budaya liberal, hedonis, dan materialistis. Budaya tersebut tak sejalan dengan adab ketimuran. Apalagi Indonesia merupakan negeri dengan mayoritas penduduk muslim. Jati diri generasi sebagai muslim harusnya menjadi fokus pemikiran.

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (Qs. Ali-Imron: 110)

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (Qs. Al-Hasyr: 7)

Jelaslah sebagai muslim merupakan umat terbaik, sehingga tidak perlu mencari panutan di luar Islam. Apalagi ditekankan, apa yang dibawa Rasul itulah yang dijadikan panutan, sedang selain dari Rasul diminta untuk meninggalkan. Bersumber dari pedoman inilah generasi muslim terdahulu mampu mewujudkan peradaban gemilang.

Saatnya kembali kepada pedoman Islam untuk memajukan negeri melalui kreativitas generasi. Namun juga tidak membiarkan generasi berkreasi sendiri. Negara harus turun tangan menyediakan fasilitas dan menjamin kebutuhan mereka. Melalui pendidikan formal di sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler yang mampu mencetak generasi unggul taat pada syariat Islam. Allahu ‘alam bis shawab.*


latestnews

View Full Version