View Full Version
Sabtu, 10 Oct 2020

Indahnya Kisah Cinta dalam Diam

 

Oleh: Choirin Fitri  

Cinta, dalam diam. Ia membisu meski mulut mampu berucap. Tanpa kata. Tanpa kalimat pembuka.

Cinta dalam diam. Bisikannya lirih tanpa suara. Tak tahu sejak kapan ia bermula. Hanya hati dan Tuhannya yang tahu.

Cinta dalam diam. Bukan milik para pujangga yang pandai merangkai kata. Bukan milik para novelis yang pandai bercerita. Bukan milik para penggubah lagu roman picisan. Bukan pula milik para pendongeng kelas kakap.

Cinta dalam diam. Ia amat suci. Ia jernih. Ia tak tersentuh noda dosa.

Cinta dalam diam. Milik para pecinta Allah. Cinta pada-Nya mengalahkan rasa cinta manusiawi. Para pecinta sejati inilah yang tak lekang oleh waktu. Tak habis dimakan usia. Tak hangus ditelan zaman.

Cinta yang membisu ini bersemi di bawah naungan agung Rasulullah Saw. Cinta inilah yang merekah harum semerbak sepanjang zaman. Satu gambaran cinta yang keagungannya tak mampu terlupakan.

Kala itu Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah tokoh sentralnya. Ia ingin meminang seorang bidadari dunia dan akhirat. Ia bergegas mencari perbekalan dengan bekerja. Ia pun menghaturkan lantunan doa pada Sang Maha Penyayang. Ia sandarkan rasa cintanya hanya pada Allah semata.

Ujian demi ujian berdatangan. Belum juga bekal menikah terkumpul, Abu Bakar, Umar, Utsman secara bergantian meminang gadis impiannya. Entah kenapa ayah Si Gadis Suci tak menerima pinangannya. Padahal, mereka lebih layak diterima dibanding dirinya.

Demi cinta membisu yang ia unggah pada Sang Pemiliknya, Ali memberanikan diri. Ia maju mundur menemui wali Si Gadis istimewa. Hanya baju besi pemberian Nabi dan seekor kuda yang ada dalam genggaman. Iman dan takwalah bekal utamanya berani melamar.

Jodoh takkan lari ke mana. Lisan Rasul yang mulia menerima pinangannya. Manusia paling agung itu meminta Ali menjual baju besi. Sepertiga untuk mahar. Sepertiga untuk walimah. Sepertiga untuk bekal berumah tangga.

Pernikahan 2 manusia mulia Ali bin Abi Thalib dengan putri tercinta Nabi, Fatimah Az Zahra berlangsung sederhana. Tak ada kemewahan. Hanya ada keberkahan yang berlimpah ruah.

Kebahagiaan Ali tak bisa terlukiskan. Gadis yang telah mencuri hatinya kini ada di sisinya. Menggenapkan agamanya. Menjadi ratu dunia akhiratnya.  Tapi, sungguh tak pernah ia sangka istri dambaanya malah berujar, "Maafkan aku. Sebelum aku menikah denganmu, aku mencintai seorang pemuda. Aku sangat ingin menikah dengannya."

Lidah Ali keluh. Tak mampu berucap. Ia hanya merasa, apakah Fatimah kecewa menikah dengannya. Meski kelu, ia memberanikan diri bertanya, "Siapakah pemuda itu?"

"Pemuda itu adalah engkau," jawab bidadari surganya tersipu malu.

Ah, indah nian kisah cinta yang membisu ini. Adakah makhluk Allah zaman Milenial yang berani memilih nikmat cinta semacam kedua manusia agung ini? (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version