View Full Version
Ahad, 13 Dec 2020

Bangkit dari Keterpurukan ala Seth Godin dengan Konsep The Dip

 

Oleh: Sunarti

Kesuksesan. Siapa sih yang tidak ingin sukses? Pasti tidak ada. Akan tetapi, langkah untuk menuju ke sana itu penuh liku. Tak jarang, pelaku terpuruk dan menemui persoalan yang berat. Tak sedikit yang jatuh dalam jurang kesulitan yang mendalam. Merugi.

Dalam bisnis, pekerjaan ataupun rumah tangga, semuanya itu sangat mungkin terjadi. Ada saatnya seseorang merasakan kondisi yang sangat 'menukik' atau terpuruk. Namun, sebagai muslim, hal itu tidak bisa dinilai sebagai sebuah kehancuran. Karena, bisa saja, itu semua adalah ujian dariNya.

Bagi seorang muslim, jika ia mengalami keterpurukan, kesulitan dan persoalan, selalu ada jalan untuk mencari jalan keluar. Tentu saja, jalan keluar yang baik di mata Allah SWT. Jangan sampai usaha maksimal yang dilakukan membawa kerugian kelak di akhirat. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)

Banyak orang sukses yang akhirnya bisa menjadi the best in the world. Mereka berada di titik kesuksesan dengan cara yang tidak mudah. Mereka berangkat dari keterpurukan/kesulitan yang sudah di ambang batas.

Seperti Seth Godin. Dia mengungkapkan titik-titik nadir manusia, yang justru bisa membawa kebangkitan hingga kesuksesan. Hal ini dituangkannya dalam buku The Dip : A Little Book That Teaches You When to Quit (and When to Stick) (2007).

Seth Godin mengilustrasikan konsep "the dip" -kemunduran sementara yang dapat diakhiri dengan kegigihan- dan cara mengetahui apakah kita sosok yang pantas melanjutkan atau berhenti.

Dalam buku mungil Seth Godin ini, terdapat 4 pokok bahasan. Yakni :

1. Berhenti melakukan hal yang salah

2. Setialah dengan hal-hal yang benar

3. Beranikan diri untuk melakukan salah satunya

4. Dengan memahami tiga kurva berbeda

Godin menggambarkan sebuah pertanyaan yang mengalahkan hambatan-hambatan. Bahkan, hambatan itu seolah-olah tidak bisa diselesaikan dan sampai pada titik ambang batas.

Namun nyatanya, kesulitan-kesulitan itu bisa ditempuh dan diselesaikan. Dalam menyelesaikannya, ternyata ada hal-hal buruk yang harus ditinggalkan untuk kemudian melaju kepada hal-hal baik yang mendatangkan keuntungan dalam jangka panjang.

Dengan begitu, sesungguhnya manusia bisa menyelesaikan seluruh persoalan dalam lingkup kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Bila ini dilakukan dengan konsisten, maka ia akan bertahan dan berjalan menuju kesuksesan. Yang penting adalah miliki nyali untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.

Pilihan berikutnya adalah berjalan stagnan. Maksudnya tidak ada perubahan berarti dalam aktivitasnya. Ia terus bekerja tanpa ada perbaikan. Bahkan keberadaannya, seperti tidak adanya. Ia tetap mentok pada kondisi yang ada, dan etap bertahan dengan hal yang sama. Terpuruk.

Atau bisa jadi ia memilih dalam tumpah ruahnya kebahagiaan dan hiruk pikuk kesenangan semu. Namun setelahnya. ia tersingkir dalam kerugian.

Seth Godin mencontohkan perokok yang terjerat adiktif nikotin. Kebahagiaan yang didapat oleh si perokok adalah euforia. Ia bahagia dalam waktu kini, namun merugi di waktu yang lain.

Jika semua itu kita kembalikan kepada Allah SWT, bukankah semua orang memiliki ranah ikhtiar? Sehingga kegagalan ataupun keberhasilan adalah hak Allah semata. Iktiar senyampang yang kita bisa. Tentu saja pilihan adalah taat di dalam syariatnya. Berjalanl terus dalam koridor hukumNya.

Sebagai muslim, keberhasilan di dunia bukanlah tujuan utama. Sukses akhirat adalah cita-cita mulia. Surga adalah pelabuhan terakhir kita. Insyaallah.

Jikapun dengan upaya/iktiar maksimal kita tetap belum mencapai titik keberhasilan, maka bersabarlah. Segala sesuatu yang kita iktiarkan karena Allah semata dan tetap berada di jalan Allah sahaja, maka, insyaallah, hasilnya akan kita unduh kelak di akhirat.

Ingat bagaimana Nabi Muhammad saw. mencontohkan sahabat yang di dunia dicibir orang karena dianggap gila akibat selalu menggendong anak sapi? Beliau ini adalah sahabat Uwais al-Qarni. Dia tidak dikenal penduduk di bumi, akan tetapi dikenal penduduk langit.

Rasulullah Muhammad Saw. berkata kepada Sahabat Ali dan Umar, “Suatu ketika jika kalian bertemu dengan orang itu, mintakan doa dan istighfarnya. Dia adalah penghuni langit bukan orang bumi.” Wallahu alam bisawwab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version