View Full Version
Selasa, 15 Jun 2021

Panduan Memilih Idola, Agar Tak Salah Arah

 

Ernadaa Rasyidah || Pemerhati Generasi

 

FENOMENA BTS meal mendadak menjadikan McDonald's naik daun. Hasil kolaborasinya dengan boy band asal Korea Selatan nyatanya mampu membius para ARMY sebutan fans fanatik BTS, mereka rela merogoh kocek lebih dalam demi sang idola. Potret kecintaan pada ldola sepertinya telah mengeliminasi logika.

Berbicara tentang idola seolah tak ada habisnya, terlebih bagi generasi muda saat ini. Kita seolah berada di dunia terbalik, saat tontonan menjadi tuntunan, sebaliknya tuntunan hanya sekedar tontonan. Demi sang idola rela mengeluarkan banya duit, rela terbang ke berbagai negara demi bertemu sang idola, streaming berjam-jam atau bahkan berhari-hari demi MV idola. 

Fenomena ini telah mewabah bagai virus, bahkan sampai pada level pemujaan. Buktinya, mampu mempengaruhi gaya hidup para fans, mulai dari style pakaian, bahasa, makanan hingga prilaku idola dicopy paste. Parahnya lagi tanpa perlu memverifikasi apakah itu benar atau salah, berdalih pembuktian cinta segala cara dilakoni demi sebutan fans fanatik. 

Jika kita menelisik lebih dalam, hal ini bukankah sesuatu yang baru. Kehidupan sekuler kapitalistik yang mewarnai generasi menjadikan mereka kehilangan jadi diri. Jauhnya dari agama menjadikan generasi muslim krisis tokoh yang layak dijadikan panutan. Membuat hidup tak punya arah tujuan. Hanya mengejar kesenangan semu yang melenakan. Seolah semua tidak akan ada hisab dan pertanggung jawaban.

Melihat fenomena BTS Meal, tampak bahwa tujuan hidup generasi muda muslim banyak yang sudah terbelokkan ke arah konsep yang ditanamkan paham sekuler kapitalisme. Ajaran agama sama sekali tidak diperdulikan dalam menentukan boleh tidaknya suatu perbuatan dilakukan. Yang dominan dalam memilihnya adalah semata meraih nilai materi dan memenuhi keinginan sesaat.

Tanpa sadar terjebak dalam permainan bisnis yang sengaja diciptakan guna meraih keuntungan terlebih dalam masa pandemi ini berbagai cara digunakan para kapitalis meraup materi. Inilah keberhasilan kapitalis membajak potensi generasi muda sebagai agen perubahan. Sengaja dijauhkan dari jati diri muslimnya agar tidak memikirkan kebangkitan umat. 

Mengidolakan seseorang tentu boleh-boleh saja, tentunya yang bisa mendatangkan dampak positif, misalnya menjadi motivasi untuk lebih taat, lebih bermanfaat, lebih sholeh, semangat belajar, berprestasi dan berkarya. Terlebih kita sebagai generasi muslim, tidak cukup memahami Islam sebagai agama ritual belaka, namun wajib mengamalkan Islam sebagai solusi kehidupan. Termasuk dalam masalah idola, Islam telah memberikan tuntunanya.

Hadits Anas bin Malik R.a bahwa ia berkata: Pernah seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lalu bertanya: "Wahai Rasulullah kapan hari kiamat datang?", Beliau bersabda: "Apa yang kamu persiapkan untuknya?", Ia menjawab: "Cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul-Nya". Beliau  bersabda: "Engkau akan bersama orang yang kamu cintai". Anas berkata: Kami tidak bergembira setelah masuk Islam lebih daripada mendengar sabda Beliau:

"Sesungguhnya kamu bersama orang yang kamu cintai". Anas R.a berkata: "Saya mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar dengan harapan saya bisa berkumpul bersama mereka walaupun saya tidak beramal seperti mereka". (Muatafaq Alaih).

Di antara para pemuda ada golongan yang membuat Rasulullah saw takjub. Mereka telah mampu memilih orientasi hidup yang jelas, bisa membedakan mana yang mengantarkan mereka pada rida Rabb-nya dan mana yang akan menjerumuskan pada murka-Nya.

“Rabb-mu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shabwah (kecondongan untuk menyimpang dari kebenaran).” (HR Ahmad). 

Inilah panduan cinta dan Idola yang benar. Karena sejatinya cinta pasti menuntut pengorbanan dan ketaatan, salah meletakkan cinta maka sia-sia dalam pengorbanan. Generasi muda muslim tentunya harus bangga dengan Islam. Kita tidak kekurangan sosok teladan.

Dalam sejarah Islam, kaum muda banyak memainkan peran dalam mewujudkan kegemilangan Islam. Imam Al-Syafi’i rahimahullah juga berkata, “Belajarlah sebelum kamu memimpin, apabila kamu telah memimpin, maka tidak ada jalan untuk belajar.” Artinya, masa muda adalah masa yang tidak akan tergantikan.

Lahirnya generasi yang memiliki militansi dan semangat perubahan bukan sekadar harapan, tercatat dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam. Siapa yang tidak mengenal sosok sultan Muhammad al-Fatih yang memiliki keyakinan kuat atas bisyarah Rasulullah saw bahwa kemenangan akan diberikan Allah pada pemimpin dan pasukan Islam terbaik.

Keyakinan kuat disertai dengan upaya sungguh-sungguh untuk merealisasikannya telah mengantarkan beliau pada kemenangan menaklukkan Konstantinopel yang dijanjikan Rasulullah saw. Demikian diantara profil generasi muda Islam. Mereka memiliki militansi dengan arah yang jelas, mengisi masa muda dengan kemuliaan, tidak ada kesia-siaan. Mereka ada untuk mewarnai peradaban dengan warna Islam.

Wujud kebanggan kita kepada Islam adalah dengan mengikuti semua aturan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Artinya, hanya aturan Islam yang menjadi standar perbuatan kita, bukan yang lain. Kiblat kehidupan seorang muslim adalah Syariah. Dengan itulah akan terwujud kepribadian Islam yang kokoh pada diri kita. Tentu kebutuhan akan sistem yang menaungi penerapan Islam secara kaffah adalah keniscayaan yang harus diupayakan. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version