View Full Version
Sabtu, 02 Oct 2021

Cara Keluar dari Quarter Life Crisis

 

Oleh:

Safira Nurul Fauziah || Pengajar dan Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

HAI sobat, katanya sih kalau jadi orang dewasa tidak menyenangkan. Mending jadi anak kecil, bisa main sepuasnya. Enggak perlu mikirin yang aneh-aneh, kalau enggak suka sama sesuatu tinggal merengek dan menangis. Kalau sudah besar harus mikirin kebutuhan, belum lagi kalau punya seabrek-abrek masalah, mikirin beban hidup, masalah finansial, masa depan dan banyak lagi. 

Akhirnya, enggak jarang orang yang menuju dewasa akan kena yang namanya “quarter life crisis”. Quarter life crisis adalah posisi seseorang yang berusia 18 sampai 30 tahun merasa tidak memiliki arah, khawatir, bingung dan galau akan kepastian kehidupan di masa mendatang. Khawatir akan masalah percintaan, karir dan kehidupan sosial. Ternyata, ini banyak dialami oleh sebagaian besar kaum milenial. 

Berdasarkan penelitian Stapleton pada 2012, quarter life crisis memengaruhi 86% dari generasi milenial, dengan ditemukan generasi mengalami kegelisahan, kekecewaan, kesepian dan depresi. Mereka mengalami serangan dan merasa meragukan kemampuan dirinya sendiri untuk menjalankan kehidupan pada masa dewasanya gara-gara krisis ini. 

Banyak faktor yang bikin stres mengarah pada berbagai kesulitan, sehingga individu itu merasa terjebak dan kehilangan arah pada masa dewasanya. Akhirnya, individu ini mulai merasa sulit menghadapi dunia, sulit mengatur emosi, hingga mulai mempertanyakan apakah kehidupannya yang akan dijalani telah berada di jalan yang benar atau tidak. 

Akibatnya, individu yang mengalami quarter life crisis mempertanyakan eksistensi mereka sebagai seorang manusia. Hingga, ada yang merasa kalau dirinya tidak memiliki tujuan hidup. Pada prinsipnya, manusia mengalami kegalauan dan kebingungan dalam menjalanin hidup ketika tidak mengetahui hakikat kehidupan. Jadi,  otomatis menatap masa depan menjadi suram. 

Sesungguhnya, masalah disorientasi hidup yang menjadi masalah besar sekarang sebenarnya refleksi dari cara pandang hidup manusia kebanyakan. Ketika manusia menjadikan tolak ukur kesuksesan, keberhasilan atau kebahagiaan selalu dikaitkan dengan kekayaan yang didapat, prestise yang diperoleh, status dalam masyarakat, posisi di tempat kerja dan pasangan hidup yang sempurna. Semua mengarah pada materi yang didapat sama sekali tidak dikaitkan standar agama.

Pada hakikatnya,  rezeki, jodoh, kebahagiaan dan ajal sudah ditentukan sama Allah SWT yang kadarnya untuk tiap manusia. Kadar setiap manusia berbeda karena memang Allah SWT yang menciptakan keunikan pada setiap orang. Kalau semua manusia kaya, tampan, cantik dan menjadi bos baru dikatakan berhasil. Kebayang enggak sih sob, gimana stres dan khawatirnya semua orang yang kalau hidup dengan standar seperti ini. Rezeki setiap orang beda-beda. Cara pandang hidup kayak gini yang jadi faktor utama bikin stres. 

Jadi, kenapa harus ada istilah  quarter life crisis saat di usia yang seharusnya telah menemukan arah hidup? Karena cara pandang sekuler kapitalis membuat manusia jauh dari hakikat hidup sendiri dan tujuan hidup karena agama dipisahkan dari kehidupan. Manusia disibukkan untuk mengejar sesuatu yang bersifat fana. Maka dari itu, jangan sekali-kali memisahkan agama dari kehidupan yang berakibat fatal seperti fenomena quarter life crisis ini.

Oleh karena itu, cara manusia untuk keluar dari quarter life crisis dengan mengubah sudut pandang sistem kapitalisme kepada sudut padangan Islam. Dalam pandangan Islam, secara fitrahnya manusia hamba Allah SWT. Jika manusia taat beragama dan patuh sama syariat Islam, maka insyaAllah tidak akan ada lagi manusia punya penyakit sosial seperti quarter life crisis di sistem sekular kapitalis saat ini. Karena sejak awal manusia sudah dikasih rambu-rambu dalam kehidupan. Kalau hidupnya itu hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Seperti dalam firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”(QS adz-Dzariat: 56). 

Nah, beribadah  itu bukan hanya sekadar salat aja, tetapi taat pada ada aturan Allah SWT dalam setiap lini kehidupan. Baik dalam ranah individu, masyarakat ataupun negara. Inilah visi besar seorang Mukmin. Jadi, tolak ukur yang bakal ia pakai buat menilai kehidupannya adalah keridhaan Allah SWT, bukan menyenangkan orang lain.  Sebagaimana  Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur’an:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”(QS ali-Imron: 110). 

Dalam ayat di atas secara jelas Allah SWT telah menggariskan misi hidup kaum Muslimin dengan predikatnya sebagai khairul ummah yakni melakukan amar makruf nahi mungkar dan memegang teguh keimanan kepada Allah SWT.

Dengan kata lain, berdakwah adalah jalan hidup seorang Muslim. Ini adalah visi misi hidup yang perlu ditanamkan pada generasi Muslim. Terlebih aturan Islam telah dicampakkan seperti saat ini, usaha untuk mengembalikannya ke tengah-tengah masyarakat sudah seharusnya menjadi orientasi pertama. Maka, kaum Muslimin wajib berjuang agar Islam bisa diterapkan dalam semua aspek kehidupan agar tidak ada mengenal kata quater life crisis, yang ada kata gold generation.*


latestnews

View Full Version