View Full Version
Rabu, 31 Aug 2022

Joget dalam Masjid, Bukti Moral Pemuda Sakit

 

Oleh: Wida Nusaibah

Jagat maya dihebohkan oleh video yang mempertontonkan sekelompok mahasiswa dari Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS), Jember sedang berjoget di dalam masjid mengikuti alunan musik "Ojo Dibandingke" yang sedang viral. Acara itu merupakan kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).

Menindaklanjuti opini negatif yang menyudutkan pihak kampus karena dianggap melakukan pembiaran terhadap peristiwa tersebut, maka panitia acara mewakili pihak kampus memberikan klarifikasi. Panitia menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi secara spontan oleh peserta ketika acara sedang break. Ketika peristiwa tersebut terjadi panitia langsung mengendalikan dan menghentikannya.

Sayangnya, video yang beredar luas merupakan cuplikan atau potongan yang hanya memperlihatkan ketika peserta berjoget, tidak diperlihatkan rentetan peristiwa secara utuh. Hal tersebut menyebabkan masyarakat beropini bahwa panitia membiarkan atau bahkan dianggap peristiwa tersebut merupakan bagian dari kegiatan PBAK. (Kompas.com, 26/8/22)

Moral Pemuda Sakit

Opini negatif yang berkembang menyudutkan pihak kampus tak bisa sepenuhnya menyalahkan masyarakat. Sebab, peristiwa itu memang tidak sopan dilakukan oleh mahasiswa sebagai pemuda terdidik di lingkungan kampus berlabel Islam. Apalagi, mereka berjoget di masjid yang merupakan tempat suci bagi umat Islam. Meskipun menurut klarifikasi bahwa tempat itu belum selesai dibangun, tetapi pembangunan itu memang diperuntukkan sebagai masjid kampus nantinya.

Tanpa menyalahkan panitia maupun pihak kampus, sejatinya peristiwa tersebut menunjukkan bagaimana moral pemuda saat ini. Mereka dengan mudahnya terlena dan hanyut dalam alunan musik maupun nyanyian yang notabene bukan musik islami, melainkan lagu percintaan. Dari situ tampak sekali bahwa pemuda muslim saat ini liar dalam bermusik hingga mereka tak sadar sedang berada di mana.

Para pemuda tersebut tampak tak canggung berjoget meski itu berada di masjid yang merupakan rumah Allah. Mereka menari dan menyanyi penuh kesenangan seakan merasa tak berdosa. Padahal, mereka seharusnya menggunakan masjid hanya untuk beribadah dan meninggikan kalimat-kalimat Allah, bukan justru bergoyang dan melantunkan syair percintaan.

Tak hanya di situ, pergeseran moral pemuda juga banyak ditemukan di media sosial. Mereka dengan pedenya bergoyang di depan kamera yang kemudian diunggah di medsos seperti Tiktok dan YouTube. Di mana unggahan tersebut akan disaksikan oleh banyak orang yang bukan mahramnya. Sungguh, perilaku pemuda yang tanpa malu berjoget di depan umum, bahkan di masjid telah menampakkan betapa moral pemuda muslim saat ini sedang sakit.

Begitulah potret buram pemuda muslim saat ini yang hidup di bawah kapitalisme berasaskan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan). Kehidupan tak diatur oleh Islam, termasuk dalam hal seni budaya seperti musik dan lagu. Akhirnya, para pemuda sulit menemukan teladan yang mampu menunjukkan seperti apa musik dan nyanyian yang sesuai Islam. Mereka pun membebek atau berkiblat pada pemusik non-muslim maupun barat yang jauh dari nilai-nilai islami. Sebab, hal itu lebih mudah dan sering mereka jumpai baik di dunia maya maupun media elektronik, seperti TV, DVD, Tiktok, YouTube, dll.

Islam juga Mengatur Musik dan Tarian

Islam merupakan aturan yang sempurna, sehingga Islam juga mengatur terkait musik. Dalam Islam ada pendapat ulama yang menghalalkan dan ada juga yang mengharamkan nyanyian maupun musik. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu yang disertai dengan kemaksiatan atau kemungkaran, baik perkataan, perbuatan, maupun sarana.  Misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita). Nyanyian yang dilarang adalah nyanyian yang liriknya bertentangan dengan syarak. Misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekulerisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya.

Nyanyian yang dihalalkan berdasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang liriknya memuji sifat-sifat Allah SWT, mengajak untuk meneladani Rasul, mengenalkan nabi-nabi, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya. (Al-Baghdadi, 1991 : 64-65; Syuwaiki, t.t. : 103). Kondisi yang memperbolehkan nyanyian yakni ketika dalam pesta pernikahan, syairnya islami, alat musiknya bukan yang diharamkan, dan tidak ada interaksi yang dilarang seperti campur baur pria dan wanita.

Demikian pula hukum mendengar nyanyian. Sekedar mendengarkan nyanyian adalah mubah, seperti apa pun nyanyian itu. Sebab, mendengar merupakan perbuatan jibiliyyah yang hukum asalnya mubah. Akan tetapi, jika isi atau lirik nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita tidak dibolehkan berdiam diri, tetapi wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

Nabi Saw. bersabda: "Siapa saja di antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya (dengan tidak meridhai) dan itu adalah selemah-lemah iman. “ (HR. Imam Muslim, An-Nasa`i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah ).

Dari penjelasan di atas jelas bahwa kehalalan  menyanyi dan bermain musik memperhatikan berbagai ketentuan syarak meliputi kondisi, apa yang dinyanyikan, dan juga tempat. Jadi, untuk kasus mahasiswa yang berjoget dengan menyanyikan lagu percintaan di dalam masjid jelas termasuk perbuatan yang dilarang. Sebab, liriknya tidak islami, kondisinya terjadi ikhtilat, dan juga menari yang dilarang oleh Islam.

Terkait menari atau berjoget, Islam membolehkan itu ketika dilakukan oleh seorang istri di hadapan suami saja untuk semakin menumbuhkan cinta suaminya. Namun, jika menari itu dilakukan oleh perempuan di hadapan lelaki non-mahram, apalagi ditambah ada ikhtilat, maka menari semacam itu dilarang dalam Islam.

Dari penjelasan di atas sudah jelas terkait hukum menyanyi, mendengarkan nyanyian, dan menari. Seharusnya hukum seperti ini dipahami oleh seluruh kaum muslimin. Sayangnya, justru umat umat muslim saat ini tidak memahaminya atau melanggarnya. Apalagi, pelanggaran itu dilakukan oleh pemuda terdidik yang berada dalam lingkup pendidikan tinggi berlabel Islam.

Tak ada jalan lain untuk membentuk pemuda bermoral mulia hanyalah dengan memahamkan mereka terhadap hukum syarak dan memahamkan bahwa aturan Islam tak boleh dipisahkan dari berbagai lini kehidupan. Dan itu hanya bisa terwujud jika sistem pendidikan berbasis akidah Islam, bukan berakidah sekuler. Wallahu a'lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version