View Full Version
Senin, 05 Dec 2022

Piala Dunia di Qatar, Sinyal Kebangkitan Islam?

 
 
                                                  Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
                                                     (Penulis Buku, Editor, Guru) 


Perhelatan Piala Dunia 2022 berbeda dari biasanya. Untuk pertama kalinya Piala Dunia diselenggarakan di Bumi Timur Tengah, yakni Qatar. Dengan kucuran dana terbesar yakni senilai 200 miliar dolar AS atau setara Rp3,13 kuadriliun, Qatar berhasil mengalahkan AS,  Jepang, dan negara lain dalam menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Dana sebesar itu merupakan dana terbesar sepanjang sejarah penyelenggaraan Piala Dunia.

Lokasi penyelenggaraan yang merupakan negeri kaum muslimin, tentu saja menyuguhkan hal-hal berbeda, khususnya bagi para suporter yang hadir dari negara Barat. Salah satu larangan ketat Qatar selama perhelatan ini adalah konsumsi minuman keras (bir) di stadion. Akibatnya negara Barat, terutama Jerman dan Inggris yang telah menjadikan miras sebagai tradisi dalam setiap menyaksikan pertandingan sepak bola, melayangkan protes. Akibat hal tersebut Federation Internationale de Football Association (FIFA) terancam rugi Rp.652 miliar sebagai dampak kebijakan Pemerintah Qatar melarang penjualan minuman beralkohol di sekitar stadion. Bagaimana tidak, FIFA telah lama menjalin kerja sama dengan distributor minuman beralkohol setiap perhelatan Piala Dunia, namun kali ini harus ditiadakan. (Merdeka.com/24-11-2022)

Tak hanya itu, Qatar juga melarang para suporter berpakaian terbuka saat menonton pertandingan. Bagi kaum hawa, diatur agar mengenakan pakaian yang tidak terbuka di bagian dada, serta menggunakan celana selutut atau dress. Tak hanya itu, Qatar juga melarang aktivitas berbau pornografi atau seksual selama di stadion.

Bukan itu saja, Piala Dunia di Qatar menyajikan opening yang tak pernah ada di Piala Dunia sebelum-sebelumnya. Sebagaimana dilansir oleh detik.com (21-11-2022), pembukaan piala Dunia di Qatar itu diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Kemudian ada juga ada pengumandangan azan oleh seorang muadzin pada setiap waktu salat.
 
Di sisi lain, ada hal menarik yang dapat kita soroti dari perhelatan sepak bola empat tahunan ini, yakni kata sambutan dari Emir Qatar, Tamim bin Hamad At-Thani, yang mengatakan, "Betapa indahnya orang mengesampingkan apa yang memisahkan mereka untuk merayakan keragaman. Semoga turnamen ini penuh dengan hari-hari kebaikan dan harapan yang menginspirasi, dan menyambut semua orang dari berbagai belahan dunia," tutupnya.

Sajian Islami dan Datangnya Hidayah

Dakwah sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Imran: 104:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Begitulah kiranya yang dilakukan oleh Qatar melalui ajang Piala Dunia ini. Syiar Islam dipertontonkan kepada khalayak. Mendobrak tradisi dunia pesepakbolaan yang selama ini terlanjur mendarah daging.


Siapa sangka, berkat dakwah Qatar di Piala Dunia, sebanyak 558 orang memutuskan memeluk Islam alias menjadi mualaf. (viva.co.id)

Hal ini tentu saja menuai banyak decak kagum sekaligus keyakinan bahwa kebangkitan Islam kian dekat. Pun kita kian meyakini bahwa kebenaran Islam mutlak adanya. Dan telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk memahami bahwa Islam lah agama yang benar. Sebab Islam memuat aturan yang menentramkan jiwa dan dapat diterima oleh akal. Alangkah indahnya menyaksikan jika banyak orang yang berbondong-bondong masuk Islam, sebagaimana firman Allah Swt:

 “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong
, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat.” (TQS. An-Nash:1-3) 


Kebangkitan Islam Tak Cukup Memeluk Islam

Euforia Piala Dunia memang tak pernah redup. Apalagi di Piala Dunia 2022 ini, masuk Islamnya ratusan orang karena syiar Islam yang dilakukan oleh Qatar sebagai tuan rumah, menuai decak kagum kaum muslim sedunia.

Memang di satu sisi hal itu layak kita apresiasi karena membuktikan bahwa sejatinya dakwah Islam bisa diselipkan dalam setip kegiatan apa pun. Namun, di sisi lain kita pun perlu memahami bahwa ada aspek fundamental yang harus lebih menjadi perhatian kita, yakni penerapan aturan Islam itu sendiri dalam sebuah institusi. Karena kebangkitan Islam tak serta-merta terwujud hanya karena banyaknya pemeluk Islam, melainkan perlu ada kesadaran politik di benak umat untuk menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan.
 
Jika kita melihat realita yang terjadi di Qatar, larangan meminum bir hanya di stadion saja, tidak berlaku di luar stadion. Artinya, masih ada tebang pilih dalam menegakkan syariat Islam. Jika begini, wajah Islam dengan aturannya yang utuh tentu akan cacat. Sebab sejatinya Islam mengharamkan miras (khamr) di mana pun. 
 
"Khamr atau minuman keras itu telah dilaknat dzatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang meminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang meminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya." (Diriwayatkan oleh Ahmad (2/25,71), Ath-Thayalisi (1134), Al-Hakim At-Tirmidzi dalam Al-Manhiyaat (hal: 44,58), Abu Dawud (3674)).

Dengan demikian, banyaknya jumlah pemeluk Islam saja tak menjadi indikator bahwa Islam telah bangkit. Lihat saja, Indonesia memiliki jumlah muslim terbesar, namun nasibnya memprihatinkan. Betapa banyak hak-haknya yang terbengkalai bahkan  eksistensinya terancam dengan adanya narasi radikalisme ekstremisme yang terus diembuskan penguasa. Ini karena tidak ada penerapan Islam, sehingga Islam kerap tersudutkan.

Oleh karenanya, kebangkitan Islam membutuhkan upaya sistematis dan komprehensif dari kaum muslimin, yakni dakwah pemikiran mengubah pemikiran jahiliah menjadi pemikiran Islam. Sehingga umat menyadari bahwa hanya Islam satu-satunya solusi bagi setiap problematika kehidupan. Maka, Islam wajib diterapkan dalam sebuah institusi negara, yakni Khilafah Islamiah. Dengan tegaknya Khilafah inilah kebangkitan Islam sungguh terwujud nyata. Wallahu'alam bis shawab. (rf/voa-islam.com)
 
Ilustrasi: Google

latestnews

View Full Version