View Full Version
Jum'at, 10 Oct 2014

AS Mengincar Mantan Perwira Intel Prancis yang Bergabung Al Qaida

Allepo (voa-islam.com) - Seorang mantan perwira intelijen Perancis yang membelot dan bergabung ke Al-Qaida merupakan salah satu target dari gelombang pertama serangan udara AS di Suriah bulan lalu, menurut orang-orang yang akrab dengan gerakan dan identitas perwira tersebut.

Dua pejabat intelijen Eropa menggambarkan mantan perwira Perancis sebagai peringkat tertinggi pembelot yang pernah pergi ke kelompok "teroris" (mujahidin -red) dan disebut sebagai salah satu pembelotan yang paling berbahaya dalam konfrontasi panjang antara Barat vs Al-Qaida.

Identitas petugas adalah rahasia yang dijaga ketat. Dua orang, secara independen satu sama lain, memberikan nama yang sama, di mana perusahaan media AS, McClatchy  menunggu konfirmasi lebih lanjut. 

Semua sumber sepakat bahwa mantan perwira Perancis adalah salah satu orang yang ditargetkan ketika Amerika Serikat menyerang delapan lokasi basis kekuasaan Jabhah An Nusroh, cabang resmi Al Qaida di Suriah. Mantan perwira tersebut alhamdulillah selamat dalam serangan 47 rudal jelajah Tomahowk AS.

Para pejabat AS telah mengakui bahwa serangan terhadap lokasi Jabhah An Nusroh  ditujukan untuk anggota yang pemerintahan Obama menjulikinya "Khorasan Group", sebuah unit elit mujahidin yang telah dikirim ke Suriah untuk merencanakan serangan terhadap Barat.

Satu-satunya anggota dari unit elit tersebut yang pejabat AS telah mengidentifikasi adalah Muhsin Al-Fahdli (33 tahun), seorang kepercayaan pendiri Al-Qaida Syaikh Asy-Syahid -insyaaAllah- Usama bin Laden. 

Amerika Serikat menawarkan hadiah $ 7.000.000 pada Oktober 2012 untuk informasi yang mengarah pada kematian Fahdli atau penangkapannya. Akun Twitter yang terkait dengan simpatisan jihad mengatakan bahwa Fahdli syahid, namun para pejabat AS belum percaya atas kematian Al-Fahdli dan mengatakan bahwa informasi tersebut belum dikonfirmasi.

Mantan perwira Perancis mungkin menjadi target yang lebih penting. Para pejabat intelijen Eropa mengatakan bahwa mantan perwira tersebut telah membelot dari salah satu intelijen militer Perancis atau dari badan intelijen luar negeri Perancis, Direktorat Jenderal Keamanan Eksternal, yang dikenal dengan singkatan bahasa Perancis sebagai DGSE.

Mantan perwira, menurut salah satu sumber pemberontak, adalah seorang ahli bahan peledak yang berjuang di Afghanistan dan di Suriah bersama dengan Al-Qaida dan telah mengumpulkan sekelompok orang khusus untuk dilatih.

Perancis menggelar operasi "hidup atau mati" setelah serangan udara, kata seorang pejabat intelijen Eropa, yang menggambarkan pria itu sebagai "sangat terlatih dalam perdagangan kerajinan dan bahan peledak di intelijen barat." Kombinasi pelatihan intelijen gaya Barat dan keyakinan jihad yang sholeh membuatnya salah satu Al-Qaidah yang paling berbahaya, kata pejabat intelijen.

Empat agen intelijen Eropa dari berbagai negara dengan berbagai pengetahuan tentang situasi yang dapat mengkonfirmasi atau sebagian mengkonfirmasi keberadaan agen Perancis. Semua menolak untuk berbicara karena sifat sensitif dari informasi dan karena mereka takut dituntut secara pidana di negara asal mereka untuk mengungkapkan informasi rahasia. Salah satu yang disebut keberadaan oleh petugas Perancis sebagai "absolutely top secret."

"Aku agak terkejut aku bahkan sedang melakukan pembicaraan ini," katanya.

"Kami tidak tahu apakah dia agen tidur atau menjadi radikal setelah ia bergabung dalam dinas intelijen," kata pejabat intelijen Eropa lainnya yang akrab dengan latar belakang pria itu. 

Dua sumber intelijen Eropa yang memberikan nama pria itu, meminta agar tidak dipublikasikannya.

Ketika dihubungi untuk memberikan komentar tentang situasi, seorang pejabat intelijen AS menolak untuk memberikan informasi apapun.

Tiga upaya untuk membahas masalah ini dengan dinas intelijen Perancis ditolak. 
"Tidak ada cara saya akan membahas masalah ini" adalah salah satu jawabannya.

"Mitra Arab Kami telah melihat kehilangan orang terlatih untuk kelompok-kelompok (mujahidin) ini, dan dalam beberapa kasus para pembelot mendapatkan manfaat dari pelatihan melalui program kemitraan," katanya. 

"Perancis sekarang menaggung malu, karena sebelumya intelijen Perancis sangat dihargai dalam komunitas intelijen sebagai yang sempurna kesetiaannya dan profesional," katanya. 

"Sepertinya ia mulai sebagai militer Perancis dan mungkin karena latar belakang keluarga Arab dan penampilannya, kemampuan bahasa dan kompetensi tingkat tingginya, ia kemudian  dipinjamkan ke dinas intelijen Perancis," kata pejabat Eropa. 

"Semua orang melakukan itu sepanjang waktu," katanya, mengutip sebagai contoh anggota dari  Komando Operasi Khusus militer AS yang ditugaskan untuk CIA.

Pemberontak Suriah juga marah pada Amerika Serikat karena AS tidak memberitahu mereka di awal tentang serangan udara di Allepo dan Idlib dan kenapa AS tidak mentarget fasilitas Assad. Pemberontak Suriah juga mempertanyakan kenapa AS melakukan pemboman yang menyebabkan korban sipil dan kenapa AS tidak memilih melakukan penangkapan atas agen Perancis yang membelot ke Al Qaida itu.

Seorang pejabat intelijen Eropa mengatakan keputusan untuk menyerangnya dengan rudal daripada menangkap dia adalah bagian dari upaya merahasiakan keberadaan mantan agen Perancis tersebut. 

"Mungkin beberapa masalah yang terbaik terkubur selamanya di bawah tumpukan puing," katanya. (aj/may/dbs)


latestnews

View Full Version