View Full Version
Rabu, 21 Aug 2024

Paksaan Lepas Hijab Paskibraka oleh BPIP

 

Oleh: Natasya N

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) didesak setelah menghilangkan poin “Cipur warna hitam (untuk putri berhijab)” yang dicantumkan dalam aturan sebelumnya di Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 dan menggantinya menjadi Keputusan BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Keputusan tersebut diubah dengan alasan guna menjaga kesakralan, wibawa, identitas, dan kedisiplinan Paskibraka. (bbc.com)

Mengetahui hal ini, bisa kita simpulkan bahwa BPIP memandang kerudung yang dikenakan oleh para muslimah sebagai ancaman nasionalisme yang dapat memecah persatuan. Padahal, dengan adanya larangan berkerudung dalam kasus ini, oknum ini sedang memecah persatuan itu sendiri. BPIP sok berbicara soal menjaga kesakralan, wibawa, identitas dan kedisiplinan dengan menyuruh mereka menanggalkan kerudungnya sedangkan kerudung mereka adalah bentuk dari kesakralan, wibawa, identitas, dan kedisiplinan mereka tidak hanya sebagai seorang Paskibraka, tapi juga sebagai seorang muslimah.

Indonesia adalah negara yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pengingat bahwasannya walau pun kita memiliki perbedaan dari segala segi, kita tetaplah satu, bangsa Indonesia. Penyeragaman ketika negeri ini memiliki banyak sekali keberagaman dari agama, suku, ras, bahasa, warna kulit, dan lainnya adalah hal yang sangat tidak bijak. Karena yang harus diseragamkan itu adalah perjuangan dan keyakinan kita dalam memperjuangkan bangsa ini, dan hal tersebut sama sekali tidak bisa diukur dari atribut dan pakaian semata.

Pak Yudian juga mengatakan bahwa BPIP tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab, dan pelepasan jilbab tersebut hanya dilakukan pada saat pengukuhan upacara HUT ke-79 RI di IKN. Di luar acara itu mereka diberi kebebasan. Bukankah ini adalah kebodohan mengingat kerudung bukanlah suatu hal yang bisa dicopot-pasang sesuka hati? Dan namanya paksaan itu tidak harus dengan tindakan langsung seperti mencopot paksa atau melakukan kekerasan dan sebagainya.

Dengan adanya perubahan aturan tersebut juga merupakan sebuah paksaan. Konsekuensi dari mereka yang tidak menaatinya sendiri adalah dengan digantinya posisi Paskibraka yang berkerudung dengan yang tidak berkerudung. Sebagaimana yang sudah terjadi, seorang pembawa baki yang memakai kerudung harus diganti di detik-detik terakhir upacara dengan seorang pembawa baki yang tidak berkerudung. Walau alasannya adalah agar mereka saling mendapatkan giliran, tetap saja, itu sangat tidak etis.

Sebuah ironi, di acara upacara kemerdekaan justru kita melihat bukti nyata bahwa kita belum sepenuhnya merdeka. Indonesia emas yang digaung-gaungkan, apakah akan bisa menjadi kenyataan jika generasi yang berusaha untuk menggapai prestasi terus-terusan dibatasi oleh hal-hal yang tidak perlu atas dasar ego pemerintah saja? Sedangkan ada banyak kebijakan yang perlu ditegaskan selain halnya di atas seperti memberantas perjudian, penjajah sumber daya alam, dan lain sebagainya. Jika kebijakan pemerintah kita terus seperti ini, terus saja membuat aturan berdasarkan egonya, maka sekali lagi, perjalanan untuk menuju Indonesia emas tidak akan pernah sampai.

Wahai anak muda Indonesia, teruslah berkarya, berprestasi, dan menggapai cita-cita tanpa menanggalkan apa pun soal akidah. Jangan takut, jangan berputus asa karena kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 tempo lalu pun diperjuangkan oleh orang-orang yang teguh akidahnya kepada Allah. Bahkan atas namaNyalah mereka memiliki semangat dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut. Maka jangan terkecoh soal segelintir manusia serakah yang hendah mengingkari Tuhan atas nama pancasila dan negara sedangkan dirinya sendiri melanggar sila-sila yang ada di dalamnya.

Harapan untuk peringatan kemerdekaan kita di tahun ini adalah, semoga, kita bisa benar-benar merdeka secara lahir dan batin. Tidak hanya fisik kita yang merdeka, tapi juga pikiran dan suara kita juga merdeka. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version