View Full Version
Selasa, 29 Jan 2013

Presiden Prancis Francois Hollande Klaim Menang Perang di Mali

PARIS, PRANCIS (voa-islam.com) - Presiden Prancis Francois Hollande hari Senin (28/1/2013) mengklaim, pasukan Mali yang dibantu hampir 3.000 prajurit Prancis menang dalam perang untuk merebut kembali wilayah utara dari kelompok garis keras.

"Kami menang dalam perang ini," kata Hollande kepada wartawan ketika para pejabat melaporkan bahwa pasukan Mali dan Prancis telah menguasai wilayah-wilayah Timbuktu, sebuah benteng para pejuang Islam yang menguasai Mali utara sejak April lalu, lapor AFP.

Hollande menambahkan, adalah tugas Prancis, eks-penguasa kolonial Mali, untuk menciptakan kondisi bagi "pasukan Afrika yang akan memberi Mali stabilitas yang mampu bertahan".

Tentara Mali, yang didukung intervensi militer Prancis, memerangi mujahidin yang menguasai wilayah gurun utara setelah kudeta militer tahun lalu.

Para pemimpin pertahanan kelompok negara Afrika Barat ECOWAS hari Sabtu setuju meningkatkan jumlah pasukan yang dijanjikan untuk Mali menjadi 5.700.

Prancis hari Ahad menyatakan telah menempatkan 2.900 prajurit, dan 2.700 prajurit Afrika telah berada di daratan Mali dan di negara tetangganya, Niger.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika pejuang Islam mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak suku Tuareg yang dibantu mujahidin yang berafiliasi dengan Al-Qaidah menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Kelompok pejuang Islam, yang bertujuan menegakkan hukum Syariah Islam di wilayah tersebut, akhirnya pada akhir Juni merebut wilayah itu dari sekutu mereka yang lebih sekuler pemberontak Tuareg, yang berjuang untuk mendirikan sebuah negara merdeka.

Pendudukan kelompok pejuang Islam terhadap wilayah gurun yang luasnya dua per tiga dari Mali tersebut  telah menimbulkan kekhawatiran Barat dan sekutunya menyusul penerapan syariah Islam di wilayah itu dan bahwa tempat itu bisa dijadikan markas untuk serangan terhadap Afrika dan Eropa.

 

Masyarakat Barat yang tidak senang dengan penerapan syariat Islam oleh mujahidin di wilayah tersebut mendukung upaya intervensi militer yang dimotori oleh Prancis untuk mencegah para pejuang Islam memperluas penerapan hukum Islam itu di kawasan lain Mali.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan intervensi Afrika berkekuatan sekitar 3.300 prajurit di bawah pengawasan kelompok negara Afrika Barat ECOWAS. Dengan keterlibatan Chad, yang telah menjanjikan 2.000 prajurit, berarti jumlah pasukan intervensi itu akan jauh lebih besar. (an/ant)


latestnews

View Full Version