View Full Version
Selasa, 09 Oct 2012

Mengapa Bandar Narkoba Bebas,Tersangka Teroris Dibunuh Secara Biadab?

Jakarta (voa-islam.com). Sungguh sangat zalim dan tidak adil. Di mana perlakuan terhadap tersangka teroris dengan bandar narkoba berbeda. Para tersangka teroris sebagian mereka langsung di door .. sedangkan para bandar narkoba bisa dibebaskan.

Terhadap teroris berlaku tindakan yang sangat kejam  luar biasa. Tidak ada sedikitpun rasa kemanusiaan. Sedangkan terhadap bandar narkoba, masih berlaku negosiasi, dan bahkan mereka bisa dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA).

Bahkan, orang tua renta seperti Ustad Abu Bakar Ba'syir harus dipindahkan ke Pulau Nusakambangan. Ini sangat tidak manusiawi. Langkah aparat penegak hukum, sangat berlebihan. Apakah Ustad Abu Bakar Ba'syir lebih membahayakan terhadap keamanan negara dibandingkan dengan bandar narkoba?

Apakah Ustad Abu Bakar Ba'syir akan menghancurkan generasi muda dibandingkan dengan bandar narkoba? Tapi, mengapa Ustad Abu Bakar Ba'syir, membahayakan keamanan negara secara nasional? Bandar narkoba yang sudah terang-terangan akan menghancurkan jutaan generasi masa depan, hanya di vonis ringan, bahkan dibebaskan dari hukuman mati. Ratu marijuana dair Australia bisa diberi grasi oleh Presiden SBY, sedangkan terhadap Ustad Abu Bakar Ba'syir hukuman diperberat.

Dibagian lain, Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan vonis hukuman mati kepada pemilik pabrik ekstasi dan gembong narkoba dengan alasan HAM dikhawatirkan berdampak sistemik. Sebab saat ini banyak terpidana mati kasus teroris. Bahkan Amrozi cs telah diekeskusi oleh regu tembak.

"Putusan ini tidak hanya menunjukkan ada standar ganda dalam memutus perkara kasus hukuman mati tetapi MA telah melebihi kewenangannya. Ini sangat mengagetkan," kata anggota Tim Pengacara Muslim (TPM) Wirawan Adnan, saat berbincang dengan detikcom, Senin (8/10/2012).

Kewenangan yang dilanggar MA yaitu pertimbangan pembatalan hukuman mati bertentangan dengan UUD 1945. Sebab kewenangan tersebut berada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu menguji UU terhadap UUD 1945.

"Dahulu kita mengajukan permohonan ke MK soal teknis eksekusi mati, bukan substansi hukuman mati, ditolak MK. Kok ini MA malah memutus hukuman mati melanggar UUD," tandas Wirawan.

Alhasil, Wirawan pun menaruh syak prasangka atas putusan membatalkan hukuman mati atas Hengky Gunawan dan Hillary K Chimezie. Sebab putusan ini sangat aneh dan hakim agung telah melampui kewenangan yang dimiliki berdasarkan UU.

"Dalam kasus ini, ada keberpihakan MA terhadap terdakwa," ujar Wirawan tanpa memperinci apa maksud keberpihakan tersebut.

Dengan adanya putusan ini maka bisa dipergunakan modal para terdakwa UU Teroris melakukan hal yang serupa apabila dikenakan vonis mati. "Meski hakim lain tidak harus tunduk terhadap putusan ini, tetapi terdakwa teroris lain bisa menggunakan putusan ini sebagai rujukan," beber Wirawan mengakhiri perbincangan.

Seperti diketahui, batalnya hukuman mati ini dibuat oleh ketua majelis kasasi yang juga Ketua Muda MA bidang Peradilan Militer,Imron Anwari. Atas putusan ini, institusi MA tegas menyatakan putusan tersebut bukanlah sikap resmi MA. Sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, putusan tersebut hanyalah pandangan pribadi. "Ini bukan sikap MA, itu pandangan Pak Imron," sanggah juru bicara MA, Djoko Sarwoko.

Nampaknya,  aparat penegak hukum di Indonesia dan pemerintah lebih menganak emaskan bandar narkoba, mereka bisa hidup dengan bebas, dan nikmat di Indonesia, sedangkan mereka yang dicurigai dan menjadi tersangka teroris, harus dibunuh atau dihukum dengan berat. Inilah Indonesia yang menganut Pancasila. af/hh


latestnews

View Full Version