View Full Version
Senin, 18 Aug 2014

Mitos Sesat Gunung Pegat: Pasangan Pengantin Baru Lewat Bakal Bertengkar dan Bercerai

Oleh: Badrul Tamam

Cerita menarik yang kami temui saat liburan lebaran lalu. Saat kami bertakziyah ke tempat teman di Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah, kami melewati gunung pegat. Gunung yang dipisahkan oleh jalan raya ini terletak di desa Ngadiroyo, Nguntoronadi, Wonogiri ini memiliki mitos bahwa pasangan pengantin baru yang melintasi daerah ini, biasanya, akan terlibat bertengakar yang hebat dan berbuntut pada pemutusan tali pernikahan. Konon, semua ini terjadi karena sifat usil penunggu Gunung Pegat yang bernama Mbah Glondor. Konon penunggu gunung ini paling tidak suka jika melihat ada pasangan yang baru saja menikah atau sedang terlihat asmara melintasi daerah kekuasaannya.

Hal ini dikarenakan ketika di alam dunia ia pernah merasakan patah hati karena cintanya ditolak oleh sang pujaan hati. Akibat rasa sakit hati yang begitu hebat, ia berjanji untuk menduda seumur hidup. Rupanya sakit hati terhadap wanita yang dicintainya dibawa sampai ke alam kubur. Karena rasa benci itu, arwah Mbah Glondor menjadi penghuni gunung Pegat yang selalu menggoda pasangan muda.

Namun semua itu adalah keyakinan batil dan tak berdasar. Seorang muslim tidak boleh meyakini ini, sehingga menghindari jalan raya gunung pegat dan mencari jalan lain yang lebih sulit dan memakan waktu saat membawa pasangan pengantin baru.

Asal Nama Gunung Pegat

Awalnya gunung pegat adalah pegunungan kecil yang terletak di disa Ngadoroyo, Kecamatan Nguntoronadi. Penduduk setempat menamakannya pegunungan Ngadiroyo. Gunung Ngadiroyo ini dibelah untuk dijadikan jalan raya baru yang menghubungkan Wonogiri dan Pacitan, imbas pembangunan waduk raksasa Gajah Mungkur yang saat musim hujan airnya menggenangi area persawahan, perkampungan, dan jalan utama ke Pacitan.

Kendala paling sulit dalam proses pembuatan jalan raya baru ini adalah jalan yang melewati menuju ke desa Ngadiroyo. Karena jalan ini harus menembus sebuah pegunungan Ngadiroyo. Karena jalan tembus itu dibuat dengan cara memisahkan dua gunung yang saling berhubungan maka penduduk setempat memberikan julukan Gunung Pegat yang artinya gunung cerai atau pisah.

Kesesatan Mitos Gunung Pegat

Mitos bakal terjadi perceraian bagi pasangan pengantin baru jika melawati jalanan gunung pegat ini termasuk keyakinan batil. Karena disebut gunung pegat bisa menyebabkan perceraian. Mitos ini disempurnakan dengan keyakinan klenik adanya arwah Mbah Glondor yang iri kepada pasangan pasangan suami istri. Padahal arwah seseorang sibuk dengan dunianya sendiri (alam barah) merasakan sebagian balasan amal perbuatannya selama di dunia.

Mitos yang didasarkan kepada nama ‘pegat’ karena kondisi gunung yang dibelah sehingga menjadi dua adalah termasuk model keyakinan jahiliyah. Sebagaimana bangsa Arab jahiliyah meyakini kesialan di bulan syawal untuk pernikahan. Siapa yang menikah atau menikahkan atau memboyong pasangan pada bulan syaawal bakal mendapat kesialan dalam pernikahannya, kehidupan rumah tangga penuh kesialan sampai perceraian. Hal ini didasarkan kepada nama Syawwaal yang berasal dari kata al-Isyalah wa al-raf'u (mengangkat : onta betina yang mengangkat ekornya karena tidak mau dikawin). (Lihat Syarh Muslim atas hadits di atas, no. 2551)

Jelas keyakinan (mitos) gunung pegat merupakan keyakina batil dan tak berdasar, bahkan termasuk bentuk keyakinan jahiliyah yang sesat. Sehingga pasangan suami istri muslim tidak boleh merasa khawatir dan takut saat melewati jalan raya gunung pegat. Bahwa tidak ada yang menimpakan mudharat kecuali Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sehingga senantiasa berdoa kepada Allah (memohon kebaikan atau dihindarkan dari kemudharatan) dan bertawakkal kepada-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-An’am: 17)

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)

Dua ayat di atas mengabarkan, kemudharatan, keburukan, kemanfaatan, dan kebaikan berada di bawah kekuasaan Allah. Dialah pemilik semuanya. Semuanya kembali kepada Allah yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia timpakan semua itu atas hamba-hamba-Nya sesuai kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa menganulir keputusan-Nya. Tidak ada pula yang bisa menolak ketetapan-Nya. Sehingga hamba haruslah beribadah kepada-Nya semata dan tidak berdoa (memohon) kecuali kepada-Nya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version