View Full Version
Jum'at, 03 Oct 2014

Mau Kurbanmu Diterima, Hadirkan Semangat Tauhid dalam Ibadah Kurbanmu

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Udhiyah atau menyembelih hewan kurban pada hari-hari penyembelihan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah ibadah dalam islam yang sangat agung. Allah sandingkan dengan shalat di dua ayat (QS. Al-An’am: 162 & QS. Al-Kautsar: 1-2) menunjukkan kedudukannya yang sangat istimewa di sisi-Nya. Di dalamnya terkandung nilai ketauhidan dan ketundukan yang sangat dalam, sehingga Allah perintahkan setiap umat untuk berkurban dengna perbedaan jenis syariatnya.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)

Al-Imam Ibnu Katsir berkata: Allah Ta’ala mengabarkan bahwa menyembelih hewan kurban dan mengallirkan darah dengan menyebut nama Allah senantiasa disyariatkan pada semua agama.

Syaikh Abu Bakar al-Jazairi dalam Aisar Tafasir berkata, “Maksudnya: dan bagi setiap umat dari umat-umat terdahulu dari orang beriman dan islam telah kami jadikan tempat untuk beribadah untuk mereka, di mana mereka beribadah kepada kami di sana, dan kami telah jadikan pula menyembelih kurban agar mereka mendekatkan diri kepada kami dengannya.”

Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di menambahkan tentang hikmahnya, “maksudnya: dan bagi setiap umat dari umat-umat terdahulu telah kami jadikan syariat berkurban, maksudnya: supaya kalian berlomba-lomba dan bersegera mengerjakan kebaikan, dan supaya kami melihat siapa di antara kalian yang paling bagus amalnya.”

“Hikmah Allah menjadikan syariat kurban untuk setiap umat adalah untuk menegakkan dzikir kepada Allah (menyebut nama-Nya) dan bersyukur kepada-Nya. Untuk hikmah ini Allah berfirman,

لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ

Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa.” Walaupun berbeda-beda jenis syariat, semuanya sepakat pada satu prinsip ini, yaitu uluhiyatullah (menuhankan Allah) dan mengesakan-Nya dengan ibadah serta meninggalkan kesyirikan terhadap-Nya.”

Oleh karenanya disebutkan sesudahnya, “karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.” Yaitu tunduk dan patuh kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya.

Dari sini terkandung pesan menuhankan Allah dengan semestinya dalam ibadah kurban. Yaitu mengesakan-nya dalam ibadah, tunduk patuh kepada syariat-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun juga.

Kurban yang didasari ruh inilah yang akan diterima oleh Allah dan diberi pahala yang besar.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)

Syaikh al-Sa’di menjelaskan, “maksud berkurban bukan hanya menyembelihnya saja. Sesuatu dari daging dan darahnya tak akan sampai kepada Allah, karena Dia Maha Kaya dan Terpuji. Tetapi keikhlasan di dalamnya, berharap pahala, dan niat yang baiklah yang akan sampai kepada Allah. Karenanya Allah berfirman, “tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.

“Dalam hal ini terdapat anjuran dan dorongan untuk ikhlas dalam menyembelih, mencari keridhaan Allah semata; bukan untuk berbangga-banggaan, riya’ (pamer), sum’ah, dan bukan pula sebatas tradisi. Demiianlah yang berlaku pada semua ibadah, jika tidak disertai ikhlas dan takwa kepada Allah maka ia menjadi seperti bungkus tanpa isi dan jasad tanpa nyawa di dalamnya.”

Oleh karenanya bagi kaum muslimin yang akan berkurban di tahun ini, hendaknya betul-betul menghadirkan ruh tauhid dan ketundukan kepada Allah, serta mengagungkan syiar agamanya. Sehingga perhatiannya bukan semata pada perolehan daging dan diketahui tingkat ekonominya, apalagi supaya dipuji dan disanjung, wal’iyadhu billah.

Jika semangat tersebut tertanam dalam diri, diharapkan setelah berkurban para mudhohhin (pengurban) menjadi orang-orang yang mukhbitin,

وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rizkikan kepada mereka.” (QS. Al-Hajj: 34-35)

Maksud mukhbitin adalah orang-orang yang tunduk kepada Tuhannya, patuh kepada perintah-Nya, dan tawadhu’ (rendah hati) terhadap hamba-hamba-Nya. Beberapa sifat mereka disebutkan pada ayat berikutnya, banyak berdzikir, sabar, menegakkan shalat, dan gemar sedekah. Wallahu Ta’ala A’lam.[PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version