WASHINGTON (Arrahmah.com) - Militer AS sedang melakukan pelatihan terhadap satu unit yang akan menutup dan merebut kembali senjata nuklir Pakistan dari 'militan'.
Unit khusus ini akan dibebankan tugas lain, yakni memulihkan bahan nuklir dan mengamankan mereka.
Langkah ini mengikuti tingginya anti-Amerikanisme di Pakistan. Selain itu, dengan munculnya serangkaian serangan terhadap instalasi nuklir selama dua tahun terakhir, muncul pula serangkaian keluhan dari otoritas AS pada Islamabad.
"Yang dimiliki Pakistan adalah senjata nuklir yang dibarengi dengan padatnya 'ekstremis' di dunia, jadi kami memiliki hak untuk merasa khawatir," kata Rolf Mowatt-Larssen, seorang agen mantan CIA yang ditugaskan untuk menjalankan unit intelijen departemen energi AS .
"Ada serangan terhadap basis-basis tentara yang di dalamnya disimpan senjata nuklir dan telah ada pelanggaran serta infiltrasi teroris ke dalam fasilitas militer," klaim Larssen.
Profesor Shaun Gregory, direktur unit penelitian keamanan Pakistan di Bradford University, membenarkan tindakan AS untuk berpura-pura mengamankan nuklir. Menurutnya, ia telah melacak sejumlah pelanggaran keamanan sejak tahun 2007. "Para teroris berada di pintu gerbang," ia memperingatkan.
Dalam jurnal kontraterorisme, yang diterbitkan oleh Akademi Militer West Point, ia mendokumentasikan tiga insiden. Yang pertama adalah serangan pada bulan November 2007 di Sargodha Punjab, tempat disimpannya pesawat jet F-16 bersenjata nuklir. Bulan berikutnya serangan lain terjadi di pangkalan udara nuklir Pakistan di Kamra, distrik Attock. Pada bulan Agustus 2008 sebuah ledakan menargetkan gerbang kompleks gudang persenjataan di barak Wah Punjab, yang diyakini menjadi salah satu tempat perakitan hulu ledak nuklir Pakistan. Serangan itu menyebabakan 63 orang tewas.
Serangan lebih lanjut terjadi di Kamra Oktober lalu. Pakistan menyangkal bahwa pangkalan itu masih memiliki peran nuklir, tapi Gregory percaya bahwa nuklir masih ada di tempat tersebut.
Kekhawatiran AS mengenai fasilitas nuklir ini semakin muncul setelah serangan terhadap markas besar militer di Rawalpindi pada bulan Oktober ketika 10 pria bersenjata mengenakan seragam militer masuk ke dalam dan dikepung selama 22 jam. Bulan lalu, terdapat serangan terhadap pusat komando angkatan laut di Islamabad.
Ahli nuklir dan sejumlah pejabat AS mengatakan bahwa ketakutan terbesar mereka disebabkan oleh perasaan anti-Amerika yang tumbuh di Pakistan. Tahun lalu terdapat 3.021 warga Pakistan tewas. Namun, dalam sebuah jajak pendapat, warga Pakistan lebih menganggap AS sebagai ancaman yang paling besar dibanding dengan Taliban yang selama ini digembar-gemborkan media sebagai pihak yang mengancam stabilitas keamanan Pakistan.
Pakistan diperkirakan memiliki sekitar 80 hulu ledak nuklir. Meskipun senjata dijaga dengan baik, AS masih selalu dihantui ketakutan bahwa kepentingannya terhadap nuklir Pakistan terancam akibat keberadaan Taliban yang disinyalir akan merebut kendali atas nuklir tersebut.
Dalam dua minggu terakhir AS telah membuat protes resmi belum pernah terjadi sebelumnya pada aparat keamanan nasional Pakistan, peringatan itu tentang sentimen anti-Amerika yang selama ini terus berhembus di negeri yang bertetangga dengan Afghanistan itu. (althaf/to/arrahmah.com)