View Full Version
Sabtu, 30 Apr 2011

Mereka harus mengalami kepahitan karena kediktatoran Gaddafi

Seorang anak berusia 16 tahun, Murad, duduk di kursi roda yang kebesaran untuk tubuhnya dihadapan dokter yang menanganinya.

Wajah lembut dan bermata lebar, dengan senyum polos, ia berbicara mengenai sepak bola, komputer dan malu-malu membicarakan perempuan.

Murad masih terlalu muda untuk berperang, tapi pada minggu lalu dia menangani senjata paling mematikan di bagian terdepan perang sipil di Libya.  Sampai ia terluka dan ditangkap oleh oposisi.  Murad adalah serang tentara yang dipaksa oleh Kolonel Muammar Gaddafi.

Kini tangannya di plaster dan kain putih menutupi bagian bawah tubuhnya, darah merah merembes di mana kakinya telah diamputasi.

Murad adalah salah satu dari “tentara” anak yang digunakan oleh Gaddafi dalam pertempuran untuk mendapatkan lagi kota di Libya, Misurata yang jatuh ke tangan oposisi.  Siswa-siswa berusia 15 tahun juga dikerahkan di garis depan.  Kebanyakan mereka ditangkap oleh pejuang oposisi.

Puluhan anak lelaki telah diambil dari Tripoli dan dipaksa untuk berperang untuk Gaddafi, ujar saksi mata.

Sembilan puluh anak lelaki berusia 15 tahunan dipanggil ke barak militer di Tripoli untuk mengikuti “pelatihan” segera setelah pemberontakan terjadi di negara itu dan yang lainnya diambil secara paksa.

“Banyak orang di sana lebih muda dari saya,” ujar Murad.  Murad diambil fotonya dari arah kiri, namun ia terlalu takut untuk melihat wajahnya sendiri.

“Kami terkunci di kamp dan mendapat sedikit pelatihan dan kemudian mereka membawa kami ke batalion,” ujar Abdul yang berada di klinik yang berbeda dengan Murad.

Prajurit berusia di bawah 20 tahun itu terlalu takut untuk menyebutkan nama lengkapnya.

Selama hampir enam minggu mereka ditahan tanpa akses radio atau televisi.  Kemudian dengan tidak ada informasi mengenai ke mana mereka akan pergi, kelompok itu kemudian dibawa ke Misurata.

“Aku tidak mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga ketika saya pergi ke barak.  Saya pikir saya hanya akan mendapatkan pelatihan selama dua minggu,” lanjut Murad.

Dengan hanya bermodalkan sedikit pengetahuan, anak-anak itu diserahkan Kalashnikov dan dibawa ke “jalur berat” ke kota pelabuhan di mana terdapat zona perang artileri, roket dan tembakan tank.

Mereka diberitahu bahwa mereka harus menyelamatkan Misurata dari penyerbu asing yang telah menguasai kota.  “Kami diberitahu bahwa ada tentara bayaran dekat dengan pelabuhan laut,” ujar Abdul.

Anak-anak itu tinggal beberapa hari di rumah yang ditinggalkan warga Misurata.

Ketakutan, kelompok Murad menolak perintah petugas yang memerintahkan mereka untuk maju.  Mereka tinggal bersembunyi di rumah warga.  “Petugas itu menemukan kami dan memaksa kami masuk ke dalam mobil.”

Didorong dengan kasar keluar dari kendaraan di garis depan, mereka bingung karena tiba-tiba berada di bawah tembakan langsung dari pejuang oposisi.  Kelompok mereka dihantam dengan tembakan anti-aircraft dan senapan mesin berat.  “Tiga anak meninggal dunia dan petugas melarikan diri,” ujar Murad.

Ditinggalkan dan dihantam di bagian kaki, Muran mencoba membendung kehilangan darah dengan kain dan menyeret dirinya ke balik sebuah blok beton.  “Seorang pemberontak melihat saya dan menembak lengan saya.”

Mereka membawa Murad ke rumah sakit, tapi kakinya sudah rusak parah dan tak bisa diselamatkan.

Para dokter menceritakan banyak insiden prajurit muda Gaddafi yang dibawa ke bangsal.  Direktur pusat medis Higma menunjukkan video dari seorang anak muda, berpakaian loreng hijau, merintih dan dibawa dengan tandu, luka peluru terdapat di tubuhnya.

“Anak ini berusia sekitar 15 tahun, kami mencoba untuk menyelamatkannya, tetapi lukanya terlalu buruk dan ia meninggal dunia sehari kemudian.”

Dokter dan pejuang oposisi mengatakan banyak dari tentara Gaddafi yang ditembak oleh petugas mereka sendiri jika mereka terluka atau desersi.

Pejuang berusia di bawah 20 tahun disimpan di ruangan terkunci dari klinik medis karena petugas medis mengatakan mereka khawatir ia akan diserang oleh loyalis Gaddafi.  “Kami memiliki bukti kuat bahwa pasukan Gaddafi mencoba untuk membunuh tawanan,” ujar Dr. Khalid Abu Falgha.

Abdul pergi ke garis depan dalam kelompok tentara muda.  Ketika mereka diberondong oleh tembakan dari arah pejuang oposisi, para petugas berbalik dan berlari.  Dia mengikutinya, namun brigade tersebut menembaknya, menurut pengakuan Abdul.

“Instruksi mengatakan tidak ada yang boleh berbalik.  Aku berbaring di tanah dengan darah yang terus keluar selama satu setengah jam.  Murad dan Abdul diselamatkan di bawah perlindungan simpatik dari para pejuang revolusi.

Mereka tidak dapat meninggalkan kota demi keselamatan mereka sendiri.  “Saya belum melihat keluarga saya lebih dari satu bulan,” ujar Abdul sambil menitikkan air mata.

“Kami berjanji Murad akan segera dibawa ke ayah dan ibunya di Tripoli,” ujar dokternya.  “Dia hanya seorang anak.”  (haninmazaya/arrahmah.com)


latestnews

View Full Version