JAKARTA (Arrahmah.com) - Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mendesak Polri untuk bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan hilangnya Tamrin bin Panganro yang dicokok Detasemen khusus 88 di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013.
Hal ini berdasarkan temuan CIIA di lapangan yang melakukan investigasi kasus penembakan Densus 88 terhadap Ahmad Kholil dan Syamsudin di teras masjid Nur Al Afiah RS. Wahidin Sudirohusodo serta Tamrin di Pasar Daya, Makassar.
"Aparat sangat tidak profesional dan mengabaikan sisi humanisme dan hak asasi sesama warga negara. Tindakan-tindakan zalim seperti ini baik sengaja atau tidak telah melanggengkan potensi teror di Indonesia," Kata Harits Abu Ulya kepada arrahmah.com, Ahad (3/1/2013) Jakarta.
"Siapapun jika pada posisi yang terzalimi maka ada potensi untuk melawan atau membalas di saat ada kesempatan. Apalagi jika kezaliman tersebut sudah di luar batas," tambahnya
Kata Harits Abu Ulya, pihak yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan harus diajukan ke pengadilan adalah Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Kepala BNPT Ansyaad Mbai.
"Seharusnya Kapolri dan Kepala BNPT bisa diseret ke pengadilan atas tindakan-tindakan tidak manusiawi ini. Apa hanya karena alasan mereka yang ditembak mati dan ditangkap hidup adalah terduga teroris kemudian aparat boleh memperlakukan mereka dan keluarga mereka seperti binatang?" tegasnya.
Harits mengimbau, kendati media massa tengah gencar memberitakan kasus korupsi, namun advokasi terhadap korban kezaliman Densus 88 harus terus digelorakan umat Islam.
"Fakta telah berbicara bagaimana sikap yang ditunjukkan aparat. Sekalipun media lagi gegap gempita membicarakan urusan koruptor, umat Islam tetap tidak boleh lupa ada kejahatan besar lainnya yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum. Karena itu, upaya advokasi tindak kezaliman atas umat Islam harus terus digelorakan dan umat Islam harus mendapatkan hak sebagaimana mestinya," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Tamrin bin Panganro yang diculik Densus dengan kondisi luka tembak di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013 hingga kini tidak diketahui nasib dan keberadaannya. (bilal/arrahmah.com)
Kapolri dan BNPT bertanggung jawab atas hilangnya Tamrin dan pelanggaran HAM oleh Densus 88
Oleh Bilal Senin, 24 Rabiul Awwal 1434 H / 4 Februari 2013 14:00
JAKARTA (Arrahmah.com) - Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mendesak Polri untuk bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan hilangnya Tamrin bin Panganro yang dicokok Detasemen khusus 88 di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013.
Hal ini berdasarkan temuan CIIA di lapangan yang melakukan investigasi kasus penembakan Densus 88 terhadap Ahmad Kholil dan Syamsudin di teras masjid Nur Al Afiah RS. Wahidin Sudirohusodo serta Tamrin di Pasar Daya, Makassar.
"Aparat sangat tidak profesional dan mengabaikan sisi humanisme dan hak asasi sesama warga negara. Tindakan-tindakan zalim seperti ini baik sengaja atau tidak telah melanggengkan potensi teror di Indonesia," Kata Harits Abu Ulya kepada arrahmah.com, Ahad (3/1/2013) Jakarta.
"Siapapun jika pada posisi yang terzalimi maka ada potensi untuk melawan atau membalas di saat ada kesempatan. Apalagi jika kezaliman tersebut sudah di luar batas," tambahnya
Kata Harits Abu Ulya, pihak yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan harus diajukan ke pengadilan adalah Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Kepala BNPT Ansyaad Mbai.
"Seharusnya Kapolri dan Kepala BNPT bisa diseret ke pengadilan atas tindakan-tindakan tidak manusiawi ini. Apa hanya karena alasan mereka yang ditembak mati dan ditangkap hidup adalah terduga teroris kemudian aparat boleh memperlakukan mereka dan keluarga mereka seperti binatang?" tegasnya.
Harits mengimbau, kendati media massa tengah gencar memberitakan kasus korupsi, namun advokasi terhadap korban kezaliman Densus 88 harus terus digelorakan umat Islam.
"Fakta telah berbicara bagaimana sikap yang ditunjukkan aparat. Sekalipun media lagi gegap gempita membicarakan urusan koruptor, umat Islam tetap tidak boleh lupa ada kejahatan besar lainnya yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum. Karena itu, upaya advokasi tindak kezaliman atas umat Islam harus terus digelorakan dan umat Islam harus mendapatkan hak sebagaimana mestinya," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Tamrin bin Panganro yang diculik Densus dengan kondisi luka tembak di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013 hingga kini tidak diketahui nasib dan keberadaannya. (bilal/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/02/04/kapolri-dan-bnpt-bertanggung-jawab-atas-hilangnya-tamrin-dan-pelanggaran-ham-oleh-densus-88.html#sthash.IOcQ5fR6.dpufKapolri dan BNPT bertanggung jawab atas hilangnya Tamrin dan pelanggaran HAM oleh Densus 88
Oleh Bilal Senin, 24 Rabiul Awwal 1434 H / 4 Februari 2013 14:00
Kapolri dan BNPT bertanggung jawab atas hilangnya Tamrin dan pelanggaran HAM oleh Densus 88
JAKARTA (Arrahmah.com) - Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mendesak Polri untuk bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan hilangnya Tamrin bin Panganro yang dicokok Detasemen khusus 88 di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013.
Hal ini berdasarkan temuan CIIA di lapangan yang melakukan investigasi kasus penembakan Densus 88 terhadap Ahmad Kholil dan Syamsudin di teras masjid Nur Al Afiah RS. Wahidin Sudirohusodo serta Tamrin di Pasar Daya, Makassar.
"Aparat sangat tidak profesional dan mengabaikan sisi humanisme dan hak asasi sesama warga negara. Tindakan-tindakan zalim seperti ini baik sengaja atau tidak telah melanggengkan potensi teror di Indonesia," Kata Harits Abu Ulya kepada arrahmah.com, Ahad (3/1/2013) Jakarta.
"Siapapun jika pada posisi yang terzalimi maka ada potensi untuk melawan atau membalas di saat ada kesempatan. Apalagi jika kezaliman tersebut sudah di luar batas," tambahnya
Kata Harits Abu Ulya, pihak yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan harus diajukan ke pengadilan adalah Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Kepala BNPT Ansyaad Mbai.
"Seharusnya Kapolri dan Kepala BNPT bisa diseret ke pengadilan atas tindakan-tindakan tidak manusiawi ini. Apa hanya karena alasan mereka yang ditembak mati dan ditangkap hidup adalah terduga teroris kemudian aparat boleh memperlakukan mereka dan keluarga mereka seperti binatang?" tegasnya.
Harits mengimbau, kendati media massa tengah gencar memberitakan kasus korupsi, namun advokasi terhadap korban kezaliman Densus 88 harus terus digelorakan umat Islam.
"Fakta telah berbicara bagaimana sikap yang ditunjukkan aparat. Sekalipun media lagi gegap gempita membicarakan urusan koruptor, umat Islam tetap tidak boleh lupa ada kejahatan besar lainnya yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum. Karena itu, upaya advokasi tindak kezaliman atas umat Islam harus terus digelorakan dan umat Islam harus mendapatkan hak sebagaimana mestinya," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Tamrin bin Panganro yang diculik Densus dengan kondisi luka tembak di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013 hingga kini tidak diketahui nasib dan keberadaannya. (bilal/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/02/04/kapolri-dan-bnpt-bertanggung-jawab-atas-hilangnya-tamrin-dan-pelanggaran-ham-oleh-densus-88.html#sthash.IOcQ5fR6.dpufKapolri dan BNPT bertanggung jawab atas hilangnya Tamrin dan pelanggaran HAM oleh Densus 88
Oleh Bilal Senin, 24 Rabiul Awwal 1434 H / 4 Februari 2013 14:00
Kapolri dan BNPT bertanggung jawab atas hilangnya Tamrin dan pelanggaran HAM oleh Densus 88
JAKARTA (Arrahmah.com) - Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mendesak Polri untuk bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan hilangnya Tamrin bin Panganro yang dicokok Detasemen khusus 88 di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013.
Hal ini berdasarkan temuan CIIA di lapangan yang melakukan investigasi kasus penembakan Densus 88 terhadap Ahmad Kholil dan Syamsudin di teras masjid Nur Al Afiah RS. Wahidin Sudirohusodo serta Tamrin di Pasar Daya, Makassar.
"Aparat sangat tidak profesional dan mengabaikan sisi humanisme dan hak asasi sesama warga negara. Tindakan-tindakan zalim seperti ini baik sengaja atau tidak telah melanggengkan potensi teror di Indonesia," Kata Harits Abu Ulya kepada arrahmah.com, Ahad (3/1/2013) Jakarta.
"Siapapun jika pada posisi yang terzalimi maka ada potensi untuk melawan atau membalas di saat ada kesempatan. Apalagi jika kezaliman tersebut sudah di luar batas," tambahnya
Kata Harits Abu Ulya, pihak yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan harus diajukan ke pengadilan adalah Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Kepala BNPT Ansyaad Mbai.
"Seharusnya Kapolri dan Kepala BNPT bisa diseret ke pengadilan atas tindakan-tindakan tidak manusiawi ini. Apa hanya karena alasan mereka yang ditembak mati dan ditangkap hidup adalah terduga teroris kemudian aparat boleh memperlakukan mereka dan keluarga mereka seperti binatang?" tegasnya.
Harits mengimbau, kendati media massa tengah gencar memberitakan kasus korupsi, namun advokasi terhadap korban kezaliman Densus 88 harus terus digelorakan umat Islam.
"Fakta telah berbicara bagaimana sikap yang ditunjukkan aparat. Sekalipun media lagi gegap gempita membicarakan urusan koruptor, umat Islam tetap tidak boleh lupa ada kejahatan besar lainnya yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum. Karena itu, upaya advokasi tindak kezaliman atas umat Islam harus terus digelorakan dan umat Islam harus mendapatkan hak sebagaimana mestinya," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Tamrin bin Panganro yang diculik Densus dengan kondisi luka tembak di Pasar Daya, pada Jum'at 4 Januari 2013 hingga kini tidak diketahui nasib dan keberadaannya. (bilal/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/02/04/kapolri-dan-bnpt-bertanggung-jawab-atas-hilangnya-tamrin-dan-pelanggaran-ham-oleh-densus-88.html#sthash.IOcQ5fR6.dpuf