View Full Version
Selasa, 24 Nov 2009

Berhaji dengan Menjadi Kuli di Saudi

Malam itu saya duduk di atas portal jalan samping bukit Marwah Masjidil Haram, sambil makan ayam broast porsi kecil dan satu gelas 'ashir (jus) jeruk saya asyik ngobrol dengan bapak. Kami belajar tafakkur, melihat keagungan Allah yang tampak di sekitar masjid.

Satu porsi ayam sudah saya habiskan, saya lihat dibelakang ada satu orang Indonesia sedang asyik dengan satu cangkir kecil syai halib (milk tea).

“Njajal takoni, cah ngendi kae” (coba tanya, orang mana dia) kata Bapak.

Saya geser sedikit posisi duduk menghadap orang itu, saya lihat dia memakai seragam hijau yang tersambung baju dan celananya, di bagian belakang tertulis rangkaian huruf Arab, kurang lebih artinya ‘bagian kebersihan Masjid Haram’.

“Dari mana mas?” sapaan saya yang sepertinya agak mengejutkannya.

Obrolan demi obrolan pun terus bersambung, sampai saya tahu bahwa dia adalah pekerja kebersihan yang tergabung di Bin Laden Corp. Dia laki-laki asal Malang, Jawa Timur. Bekerja pada musim haji di Masjidil Haram dengan modal 16 juta rupiah. Dari gaya bicara dan latar belakangnya, bisa saya simpulkan kalau dia adalah satu diantara sekian juta manusia yang kurang mampu di Indonesia.

“Kalau diitung sih, gak cocok Pak. Tapi kalo diniatkan ibadah, Alhamdulillah, kita bisa shalat di sini, trus thowaf juga bisa berkali-kali.” itu petikan obrolan kami yang masih saya ingat.

“Kalau diitung sih, gak cocok Pak. Tapi kalo diniatkan ibadah, Alhamdulillah, kita bisa shalat di sini, trus thowaf juga bisa berkali-kali.”

Haji, thowaf, dan shalat di Masjidil Haram itulah tujuannya, walaupun dia harus terlebih dahulu bersusah payah. Bekerja full time dengan gaji hanya 500 Real, dan terlebih dahulu harus mengeluarkan 16 juta rupiah untuk biaya pengurusan di Indonesia.

Kejadian ini membuat saya berfikir, apa yang membuat dia berani mengorbankan itu semua, dia miskin, namun dia mampu bekerja yang lebih layak di Indonesia, dia masih muda, dan keluarganya di Indonesia masih membutuhkannya. Setiap saya berfikir, ujungnya pasti pada sebuah kata ‘iman’.

Pikirkan, wahai kawan !!!

Begitu banyak manusia di dunia, tidak hanya di Indonesia, yang begitu congkak, sombong, dan kurang beriman kepada Allah. Bagaimana bisa mereka hidup tenang padahal ada perintah Allah yang mereka sepelekan, na’udzubillah min dzalik.

Dimana iman para pejabat, para bisnisman, bahkan para pelajar ??. Tidakkah mereka malu dengan satu orang pekerja itu. Dia sanggup mengorbankan perhiasan dunia yang ia punya untuk mencari ridla Allah.

Para pebisnis lebih bangga bisa menghabiskan liburan akhir tahunnya di Singapore, Hawaii atau negara lainnya.. Mengapa mereka tidak berkeinginan untuk sekedar Umroh ke Makkah?. Apa yang mereka cari?. Ketenangan?. Padahal Allah menjamin, barang siapa memasuki rumah Allah, pasti ia akan merasa tenang…

Tolong berikan saya jawaban, siapa yang lebih unggul. Pemuda miskin yang rela mengorbankan yang ia punya untuk sekedar shalat di Masjidil Haram, atau seorang kaya raya yang banyak menumpuk hartanya… tolong, berikan saya alasan…

 

[Catatan harian Rafiq Jauhari di Arab saudi, sedang berhaji bersama ayahnya].

 


latestnews

View Full Version