View Full Version
Sabtu, 22 Aug 2015

Islam Menjaga Kestabilan Harga Pangan

Sahabat VOA-Islam...

Pemerintah Indonesia kini disibukkan dengan fenomena meroketnya harga daging sapi. Sebetulnya harga daging sapi sudah meroket semenjak lebaran kemarin, namun hingga kini harganya tidak kunjung normal, malah kembali naik hingga 130ribu/kg. Ini dikarenakan kurangnya stok daging di Rumah Potong Hewan (RPH). Dan ternyata, bukan hanya daging sapi saja yang harganya naik, harga bahan pokok lainnya mulai naik. Hal ini karena banyak daerah yang mengalami gagal panen akibat kekeringan.

Meroketnya harga bahan pangan bukanlah kali pertama. Namun, sepertinya pemerintah belum siap mengantisipasi fenomena ini. Sehingga hal ini terus berulang terjadi. Penyebab meroketnya harga diantara lain, karena kurangnya stok pangan, terjadi kekeringan, serangan hama, distribusi yang tidak merata, sampai terjadinya penimbunan barang. Disaat orang sedang pusing memikirkan solusi bagi permasalahan ini, ternyata Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia sudah memiliki solusinya.

Islam tidak membenarkan penimbunan dengan menahan stok agar harganya naik. Abu Umamah al-Bahili berkata: “Rasulullah SAW melarang penimbunan makanan” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi). Jika pedagang, importir atau siapapun menimbun, ia dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar.

Jika efeknya besar, maka pelakunya juga bisa dijatuhi sanksi tambahan dengan mempertimbangkan dampak dari kejahatan yang dilakukannya. Di samping itu Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda: “Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)

Jika terjadi ketidakseimbangan supply dan demand (harga naik/turun drastis), negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog, segera menyeimbangkannya dengan mendatangkan barang baik dari daerah lain. Inilah yang dilakukan Umar Ibnu al-Khatab ketika di Madinah terjadi musim paceklik.

Ia mengirim surat kepada Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu di Bashrah yang isinya: “Bantulah umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! Mereka hampir binasa.” 

Setelah itu ia juga mengirim surat yang sama kepada ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu di Mesir. Kedua gubernur ini mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar, terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa gandum. Bantuan ‘Amru Radhiyallahu ‘anhu dibawa melalui laut hingga sampai ke Jeddah, kemudian dari sana baru dibawa ke Mekah. Apabila pasokan dari daerah lain juga tidak mencukupi maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor. Impor hukumnya mubah. Ia masuk dalam keumuman kebolehan melakukan aktivitas jual beli.

Allah SWT berfirman: “Allah membolehkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS Al-Baqarah: 275). Ayat ini umum, menyangkut perdagangan dalam negeri dan luar negeri. Karenanya, impor bisa cepat dilakukan  tanpa harus dikungkung dengan persoalan kuota. Di samping itu, semua warga negara diperbolehkan melakukan impor dan ekspor (kecuali komoditas yang dilarang karena kemaslahatan umat dan negara).

Dalam Islam, distribusi menjadi salah satu bagian yang penting. Sementara dalam Kapitalisme, produksi yang menjadi titik pentingnya

Dan yang terpenting adalah mendistribusikan barang kepada seluruh wilayah, sehingga tidak ada penimbunan di suatu wilayah dan kekurangan di wilayah yang lain. Inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan Kapitalisme sekarang. Dalam Islam, distribusi menjadi salah satu bagian yang penting. Sementara dalam Kapitalisme, produksi yang menjadi titik pentingnya.

Sayangmya, semua ini hanya bisa dilakukan jika Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan, bukan hanya menerapkan Islam dalam ranah ekonomi saja. Karena ia berkaitan erat dengan kebijakan politik, yaitu politik ekonomi Islam, juga dengan sistem hukum dan sistem lainnya. Terdapat perbedaan kacamata dalam memandang masalah ekonomi dalam sistem Islam dan Kapitalisme, dimana distribusi menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam sistem ekonomi islam.

Sementara kapitalisme lebih menitikberatkan pada produksi. Dari perbedaan ini, maka akan lahir perbedaan kebijakan dalam politik ekonominya. Jadi, jika kita benar-benar menginginkan permasalahan seputar meroketnya harga pangan ini selesai dengan sistem yang diturunkan oleh Allah swt dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, sudah seharusnya kita meminta penerapan Islam sebagai sistem kehidupan, bukan yang lain. Wallahu’alam bish shawab. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Fatimah Azzahra

(Guru Homeschooling Group SD Generasi Pemimpin Cemerlang)


latestnews

View Full Version