View Full Version
Sabtu, 24 Dec 2016

Sengatan Aroma Sampah tuk Bertahan Hidup

Sahabat VOA-Islam...

Kemiskinan adalah masalah utama yang belum bisa terselesaikan. Dimana itu, kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan. Namun sayangnya, dalam survey di Kota Malang tidak menginginkan sebagian dari mereka, karena umumnya mereka datang dengan bekal pendidikan dan keahlian yang sedikit, yang tidak diinginkan oleh pasar tenaga kerja. Akhirnya, untuk bertahan hidup mereka bertumpu pada berbagai pekerjaan sektor informal dan salah satu yang paling sering terlihat di sekitar kita adalah pemulung, pengemis dan bahkan tukang becak.

Pemulung ialah pekerjaan sebagai pencari barang bekas, maka orang yang bekerja sebagai pemulung adalah orang pekerja sebagai pengais sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu pasti ada sampah. Pekerjaannya mencari barang bekas, membuat sebagian besar orang menganggap remeh pemulung.

Mereka mengorek tempat sampah untuk mendapatkan barang bekas yang masih memiliki nilai jual. Namun, berkat kehadirannya pula, lingkungan dapat terbebas dari barang bekas yang bila dibiarkan bisa menjadi sampah. Mereka juga membantu pemerintah dalam mengelola sampah. Tak hanya itu, hasil pekerjaannya mereka juga menjadi tumpuan bagi keluarganya.

 

Bertahan Hidup

Tidak banyak yang mengetahui kehidupan di balik seorang pemulung dan pengemis. Bagi sebagian mereka, memulung barang-barang bekas adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan sesuap nasi, supaya mereka dapat bertahan hidup. Para pemulung menjauhkan gengsi mereka untuk mengambil botol-botol bekas diantara orang-orang yang sedang makan, mereka rela mencari kardus, plastik, dan barang-barang bekas lainnya di tong sampah yang sangat menyengat baunya, dan hasilnya pun juga sedikit.

Mereka melakukannya demi melepaskan dahaga dan kelaparan. Mereka hanya berpikir untuk makan hari ini, hari esok, dan hari-hari berikutnya. Hanya itu yang mereka inginkan. Tetapi sebagian dari mereka juga ada yang mencoba untuk mencari pekerjaan lain. Tapi sayangnya, karena adanya perubahan zaman, penggatian kekuasaan, banyaknya peraturan baru serta keterbatasan pendidikan membuat mereka tak dapat beranjak dari pekerjaan memulung.Mereka lebih memilih itu semua dibanding mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak halal.

Berbagi kebahagian dan keberkahan tengah malam merupakan hal yang begitu mulia, kebahagiaan itu akan lebih terasa bermanfaat untuk masyarakat khususnya masyarakat yang kurang mampu, yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidurnya di emperan toko

Tidak hanya itu yang mereka hadapi, terkadang setelah bersusah payah mencari barang bekas kesana kemari untuk menghasilkan uang, tak jarang ada juga orang-orang yang merasa tak berdosa mencuri hasil jerih payah mereka ketika mereka beristirahat melepas lelah malam harinya di jalanan tersebut.

Walaupun merasa letih, sedih, dan juga marah karena berbagai hal yang mereka hadapi tetapi mereka tak kunjung berhenti menjadi seorang pemulung karena semua perasaan itu sirna, karena memikirkan anak-anak mereka yang membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Itulah rasa kebersamaan yang mereka miliki, perasaan sayang terhadap keluarga menghancurkan segala keputusasaan mereka dan memberikan semangat tersendiri terhadap mereka untuk tetap membahagiakan keluarganya.

 

BMH Razia Dhuafa

Melihat ironisnya kehidupan banyaknya pemulung meraih selembar untuk bertahan hidup dengan memoles sampah, Baitul Maal Hidayatullah Jawa Timur, Gerai Malang melakukan razia lapangan di malam hari. Hal yang aneh tapi nyata, Indokhul Makmun mengatakan, ternyata di Kabupaten Malang masih ada seorang pemulung, pengemis dan bahkan tukang becak yang tidak punya rumah (tunawisma) dan lebih memilih tidur di emperan toko dan kolong jembatan. “Saya kira hanya di kota metropolis yang banyak pemulung, pengemis dan tukang becak tinggalnya numpang di emperan toko dan kolong jembatan, ehh ternyata di Malang juga ada,” cerita Manajer Gerai Malang.

BMH Jatim, Gerai Malang belum lama ini, (09/12/16) mengadakan agenda aksi langsung dengan berbagi peduli dhuafa dengan membagikan 65 paket untuk mereka, setiap paketnya berisi selimut, perlak (Alas tidur) Jas hujan, dan nasi beserta lauknya. Paket bingkisan tersebut sengaja di bagikan di tengah malam, karenannya sorenya di toko masih beraktifitas (buka). Akhirnya tim berselayar di malam hari, sedangkan sebagian besar pemulung, pengemus dan tukang becak, mereka tidur paling lama 6 jam setiap malamnya, dan harus bangun pagi hari, semisal tidak segera bangun dan segera pindah tempat, mereka akan diusir pemilik toko tersebut. “Fenomena yang sudah tak layak dilihat, tapi inilah kehidupan para pemulung yang sekaligus tanpa rumah,” jelas peraih gelar Sarjana Ekonomi ini.

Dan, lanjutnya, penyerahan bingkisan paket untuk dhuafa sengaja dilakukan di malam hari di sepanjang jalan Pasar Besar Malang, Jl. Raden Intan , dan di wilayah Kepanjen Kabupaten Malang. Kegiatan tersebut merupakan bentuk kepedulian Baitul Maal Hidayatullah  kepada warga miskin.

“Bingkisan ini memang sederhana, tapi niatan kami untuk meringankan bebannya, terutama agar mereka tidak kedinginan” tuturnya

Salah satu warga Malang selatan, Giono (60) merupakan tokoh senior yang sudah puluhan tahun tidur di emperan toko dan yang aktif kemana-mana untuk mencari tumpangan tidur di emperan di kota Malang, karena memang mencari tumpangan tidak  satu tempat saja. “Alhamdulillah, Terima kasih BMH, sudah datang ke kami malam-malam dan memberi selimut kepada saya.” ucap bapak-bapak tua ini.

Berbagi kebahagian dan keberkahan tengah malam merupakan hal yang begitu mulia, kebahagiaan itu akan lebih terasa bermanfaat untuk masyarakat khususnya masyarakat yang kurang mampu, yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidurnya di emperan toko. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Andre Rahmatullah, Humas BMH Jawa Timur


latestnews

View Full Version