View Full Version
Rabu, 17 May 2017

Nasib Buruh di Indonesia

SURAT PEMBACA:

Dalam setiap menjalani kehidupan ini manusia memang perlu berikhtiar. Sedangkan dalam berikhtiar, bermacam-macam jalan yang ditempuh tergantung pilihan dari masing- masing manusia. Dalam memenuhi hajad hidup, manusia harus bekerja dan berusaha sec mandiri maupun berkelompok (dalam naungan perusahaan) agar segala kebutuhan bisa terpenuhi.

Nah kali ini ada bahasan yang menarik pada kehidupan buruh di Indonesia. Dinegeri demokrasi ini, dari dulu hingga entah sampai kapan yang namanya kesejahteraan buruh selalu dipertanyakan. Bagaimana tidak, dengan selalu naiknya harga disetiap kebutuhan, buruh harus menanggung sulitnya dalam pemenuhan hal itu. Karena upah yang diterima buruh adalah upah minimum standart  alias UMR.

Jadi mau tiap tahun dinaikkan atas permintaan buruh yang diajukan oleh pihak komite buruh Indonesia sebagai perwakilan buruh se indonesia lewat wilayahnya masing- masing, tidak akan bisa mencukupi seambrek kebutuhan masyarakat (buruh), karena setiap kebutuhan tadi juga ikut naik baik itu pembiayaan atas tarif- tarif layanan dari pemerintah maupun harga atas barang dan jasa yang lainnya.

Belum lagi bagi pihak perusahaan pun tidak mau rugi atas permintaan kenaikan UMR, sehingga berbagai macam tunjangan dan potongan-potongan asuransi dan lain- lain yang semestinya perusahaan berikan kepada buruh malah balik buruh sendiri yang harus menanggung. Dan lebih parahnya lagi, pemerintah tidak mau ikut campur atas permasalahan ini.

Nah kalau sudah begini tinggal berapa upah yang mesti diterima buruh perbulannya. Ini masih dalam kondisi buruh berpenghasilan UMR, bagaimana dengan buruh kontrakan dan buruh harian yang upahnya tidak mengikuti UMR (dibawah UMR)? Tentu ini pengupahan jauh dibawah kelayakan yang harus mereka terima.

Mau sampai kapan kondisi seperti ini dirasakan oleh keluarga buruh Indonesia? Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja keras yang harus dihargai jerih payahnya dengan cara memberikan haknya secara layak  dan pemberian upah yang standart imbang dengan pemenuhan hajad hidup, bukan upah minimum lagi patokannya.

Bahkan didalam sistem islam sendiri pemberian upah haruslah ada kesepakatan antara pihak pengusaha dengan pekerja (buruh). Dan penguasa (pemerintah) sebagai pelindung dari keduanny jika dikemudian hari terjadi onepretasi.

Nah, jika masing - masing pihak nyaman dalam menjalankan akad, maka kesejahteraan akan terjamin merata. Hanya dengan sistem islam hajad hidup setiap individu akan terpenuhi dengan baik.

Kiriman Nurul qomariyah, Ibu rumah tangga Menganti-Gresik


latestnews

View Full Version