View Full Version
Kamis, 29 Jun 2017

Rakyat Menolak Arogansi Penguasa

Oleh: AB Latif (Direktur Indopoltik Watch)
 
Sikap pemerintah untuk membekukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang disinyalir anti Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI,  dan Undang-Undang 1945 sampai hari ini masih begitu nampak. Walaupun dalam kenyataanya sangatlah sulit karena banyaknya step-step yang harus dilalui. Tidak hanya itu saja, penolakan juga terjadi dimana-mana baik dari kalangan pelajar, akademisi, advokat, ulama dan ormas-ormas islam lainnya. Untuk itulah pemerintah telah mengambil langkah-langkah baru agar apa yang menjadi target dan tujuannya tercapai.
 
Agar terkesan tidak menimbulkan ketegangan diantara umat islam, pemerintah memanfaatkan lembaga yang dihormati umat islam yaitu melalui MUI. Melalui MUI pemerintah meminta untuk membuat kajian khusus tentang HTI. Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, Prof Dr Maman Abdurrahman menjelaskan, saat ini timnya sedang mengkaji dan meneliti HTI (hidayatullah.com, Jum’at, 16 Juni 2017). Harapannya nanti setelah kajian ini selesai akan dilaporkan kepada ketua MUI dan Kementrian Agama. Dari hasil fatwa inilah yang akan digunakan sebagai referensi untuk dikeluarkannya PERPU oleh pemerintah. Dengan PERPU inilah sebagai senjata pemerintah untuk pembubaran HTI tanpa harus ada proses pengadilan yang bertele-tele.
 
Sementara itu disisi lain, pemerintah membentuk Dewan Pengarah dan Eksekutif Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang dilantik langsung oleh Presiden Jokwi di istana Negara pada hari rabu, 7 Juni 2017 yang terdiri dari Presiden Indonesia ke-5, Megawati Sukarnoputri; Wakil Presiden ke-6, Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno; mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Muhammad Mahfud Md.; mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif; Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin; serta Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
 
Berikutnya, ada mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Pendeta Andreas Anangguru Yewangoe; Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen TNI (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya; dan Ketua Umum Majelis Buddhayana Indonesia sekaligus CEO Garudafood Group, Sudhamek dan diketuai oleh Yudi Latif (tempo.co, Kamis, 8 Juni 2017). Tujuannya adalah membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. 
 
 
Makna Politik
 
Makna politik dari kebijakan ini adalah adanya sinkronisasi penyatuan ideologi pancasila. Artinya diharapkan tidak ada lagi asas lain dalam beroganisasi sebagaimana yang terjadi saat orde baru. Harapannya ini akan menjadi filter bagi organisasi organisasi di Indonesia yang tidak berasaskan pancasila bisa dibubarkan tanpa ada pengadilan.
 
Dalam bidang pendidikan juga tidak luput dari garapan proyek anti islam. Materi agama direkontruksi dengan tujuan agar dunia pendidikan tidak menjadi persemaian nilai-nilai radikalisme dan terorisme. Konversi mata pelajaran agama dari materi yang diajarkan oleh sekolah dinilai banyak yang menimbulkan fundamentalis dan radikalisme. Begitu juga yang terjadi perguruan tinggi, wacana pemberian mata kuliah agama sebagai mata kuliah dasar umum yang diberikan pada semester awal digeser diberikan pada semester akhir. Atas nama focus pada pembentukan karakter bangsa dan peningkatan skill pendidikan umum mulai tingkat dasar hingga tingkat tinggi, maka materi agama seolah-olah perlu diwaspadai kontennya. Hingga perlu dipinggirkan perannya bahkan secara ekstrim dianggap sebagi candu. 
 
 
Rakyat Menolak Arogansi
 
Inilah secuil fakta betapa besar keinginan penguasa negeri ini dalam upayanya untuk menghadang kebangkitan islam. Upaya kuat pembuatan PERPU inilah yang lebih mempresentasikan dan mengindikasikan betapa besar pengaruh kekuatan dan agenda asing dan aseng yang ada di Indonesia. Sebagaimana yang sering dikampanyekan bahwa islam telah dicap sebagai biang radikalisme dan terorisme, sehingga perlu rekrontruksi ajaran islam dan itu dibutuhkan legal of frame yang bisa membatasi penafsirannya agar tidak dianggap sebagai ancaman. Alasan ini meneruskan strategi kombinasi dalam konteks war on terrorism yang aslinya adalah war on islam. 
 
Berdasarkan hal ini maka untuk menghadang kebangkitan islam diperlukan Perppu. Dengan keberadaan Perppu bisa digunakan sebagai bandul untuk memukul lawan-lawan politik penguasa. Maka keberadaan Perppu sangatlah berbahaya karena bukan saja akan menghabisi kelompok-kelompok islam melainkan juga ajaran-ajaran islam. Karena begitu bahayanya Perppu ini maka wajib bagi kita untuk menolaknya. Rakyat benar-benar menolak arogansi penguasa. [syahid/voa-islam.com]

latestnews

View Full Version