View Full Version
Kamis, 26 Oct 2017

GET UP! Alarm Represifitas Semakin Menyala

Oleh: Firdaus Bayu (Direktur Pusat Kajian Multidimensi)

Akhirnya Perppu Ormas 2/2017 yang diteken Jokowi pada 10 Juli 2017 laludisahkan juga sebagai Undang-undang di DPR pada Selasa, 24 Oktober 2017. Meski sejak kelahirannya ia telah menuai banyak kontroversi, namun nyatanya ada tujuh fraksi di DPR yang justru menyetujuinya. Padahal, berbagai dialog di televisi dan kritikan massa lewat media sosial maupun aksi besar jelas menjadi bukti atas tidak relanya masyarakat terhadap Perppu itu.

Ada beberapa reaksi masyarakat yang terbaca lewat keputusan ini. Bagi para penolak Perppu, seperti eks HTI dan simpatisannya, bisa jadi hal ini merupakan berita duka, sebab apa yang selama ini mereka perjuangkan terjawab tolak oleh pemerintah. Namun bagi para pendukung Perppu, keputusan ini tentu terasa begitu menggembirakan, seolah-olah ini sebuah kemenangan besar yang patut dibanggakan.

Sepertinya tak semua orang memahami, bahwa lahirnya UU Ormas yang baru ini bukanlah semata-mata wujud penegasan pembubaran HTI. Pasalnya, sebelum ini pun HTI sudah dibubarkan dan mereka tak lagi tampil resmi di depan publik. Lagi pula, dalam teksnya tak ada penyebutan secara spesifik nama HTI. Artinya, siapapun bisa dibubarkan. Namun entah karena ketidaktahuan atau memang sengaja tidak mau tahu, sebagian orang yang bergembira dengan lahirnya UU baru ini terlihat menganggap bahwa keputusan ini adalah hari matinya dakwah HTI dan ormas-ormas lainnya yang dianggap radikal.

Jika memang demikian yang ada di kepala mereka, sungguh itu adalah pola pikir yang amat dangkal. Perlu diketahui, sejak awal penerbitannya, Perppu ini sudah ditolak oleh berbagai kalangan, bukan hanya para aktifis HTI, namun juga para pendukung demokrasi. Padahal konsep HTI dan demokrasi sejak lama kita ketahui saling berseberangan. Para penolak Perppu itu mengatakan bahwa pemerintah bisa menjadi sewenang-wenang dengannya. Karena itu, Perppu tersebut harus ditolak.

Para pendukung pemerintah itu hendaknya berpikir lebih jeli, bahwa UU Ormas yang baru disahkan itu sesungguhnya bukan hanya berita duka buat HTI, tetapi untuk siapa saja yang berani kritis terhadap pemerintah lalu ia tak dikehendaki untuk ada. Masihkah kita ingat bagaimana HTI dibubarkan dengan aturan tersebut yang waktu itu masih berupa Perppu? Dituduh anti pancasila tanpa pembuktian, dibilang makar tanpa mau penjelasan, dan pada akhirnya dibubarkan tanpa proses pengadilan. Benar-benar sepihak.

Terlepas dari polemik konsep Khilafah yang waktu itu ramai dibicarakan orang, cobalah perhatikan bagaimana cara pemerintah melakukan pembubaran itu. Langsung tetapkan putusan tanpa memberi ruang bagi lawan untuk membela. Jelas, terlihat sekali represifitasnya. Itulah yang sesungguhnya kita khawatirkan. Jadi, jangan persempit pemahaman Anda terhadap UU ini sebagai alat bungkam dakwah HTI saja hanya karena Anda tak sepihak dengan ide mereka, tanpa peduli bahaya besar yang tersimpan di baliknya.

Maka wajar saja jika publik menilai bahwa Perppu tersebut akan berbahaya jika disahkan menjadi UU. Ia bisa saja menjadi titik kekuatan pemerintah untuk membungkam suara kritis rakyatnya. Lewat tuduhan anti pancasila atau alasan radikalisme, pemerintah bisa membubarkan ormas manapun yang tidak diselerainya tanpa menunggu lama. Dan sangat mungkin yang menjadi korban ialah ormas-ormas kritis yang dianggap mengganggu kepentingan penguasa. Dan sekarang, Perppu itu telah benar-benar resmi menjadi UU.

Semakin lengkaplah, kini di tangan pemerintah telah ada alat canggih untuk menyingkirkan semua pandangan yang dianggapnya mengganggu. Maka jangan tertawa dulu saat ini, bisa saja besok giliran Anda yang dihabisi! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version