View Full Version
Jum'at, 22 Dec 2017

212: (Bukan) Sekedar Reuni

Oleh: Aisyah Al-inqilaby (Mujahidah 212 dan aktivis Revowriter) 

"Reunian itu di syurga, bukan di Monas". Demikian kedua mata ini menangkap satu status nyinyir dari salah satu warga facebook, terkait aksi fenomenal 'Reuni Akbar 212'.

Tentunya ada banyak lagi komentar-komentar sejenis baik yang dilontarkan oleh kalangan akar rumput sampai orang-orang penting. Dan hal tersebut ternyata lahir bukan tanpa sebab.

***

Satu tahun berselang, rupanya tidak mampu memudarkan ghirah islam umat yang terlanjur berkobar akibat perasaan terlukai yang sama atas dinistakannya Quran surat Al Maidah : 51 oleh mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang kini tengah berada dibalik jeruji besi.

Lebih dari 3 juta umat kembali berkumpul di Monas dan daerah sekitarnya dengan ghirah yang masih sama serta semangat perjuangan yang serupa.

***

Beberapa pejabat pemerintah, sempat mempertanyakan tujuan dari acara reuni akbar tersebut. Seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Wiranto "Saya ingin ketemu dengan tokoh-tokoh yang menamakan alumnus 212 untuk saya tanyakan tujuannya apa" (Antara, Rabu 29/11).

Sementara itu Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan mereka yang ingin menggerakkan reuni 212 sebaiknya memberi kejelasan yang cukup terkait dengan tujuan dan maksud yang ingin dicapai (Republika, Selasa 28/11). Lebih tegas lagi pernyataan dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian. "Ini (Reuni 212) juga enggak akan jauh-jauh dari politik juga, politik 2018. Ini pastinya ke arah politik 2018 dan 2019", ujar nya di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (30/11).

***

Ketua Presidium Alumni (PA) 212, Ustadz Slamet Ma'arif sendiri telah menyatakan bahwa ajakan berkumpul di hari Sabtu, 2 Desember 2017 adalah untuk memperingati Maulid Nabi SAW di Monas sekaligus Reuni Akbar 212. Beliau menilai kedzaliman di negara Indonesia masih terus berlangsung terhadap umat islam.

"Praktek-praktek untuk pencegahan dakwah masih tetus terjadi, ekonomi masih belum stabil, bahkan hukum dan keadilan masih jauh seperti api jauh dari panggang" ucapnya. Beliau berpendapat harus ada upaya-upaya nyata untuk merajut lagi persatuan umat, membangkitkan lagi semngat perjuangan umat demi tegaknya kalimat Allah dan membela bangsa dna negara. Terakhir beliau pun menghimbau untuk merapatkan barisan dan merajut kembali ukhuwah islamiyah dan menyambut kebangkitan islam di Indonesia.

***

Kiranya pernyataan ketua PA 212 tersebut mampu meredam kekhawatiran serta menjawab pertanyaan besar dari pihak-pihak yang mencurigai acara reuni 212 ini.

***

Bagaimana bisa ada segolongan umat muslim yang masih saja terkesan menyayangkan acara mulia ini serta berasumsi bahwasannya acara ini hanyalah membuang-buang energi serta sia-sia?

Jika kita telisik lebih dalam, sekulerisme telah sukses menguasai benak sebagian umat muslim di dunia tak terkecuali yang berdiam di Indonesia, negeri yang -nota bene- mayoritas beragama islam. Keberadaan paham tersebut telah meracuni pemikiran umat hingga mereka seakan membangun sekat antara agama dengan kehidupan dan juga memisahkannya dari negara. Agama di satu sisi, sedangkan kehidupan sehari-hari ada di sisi yang lain.

Bicara agama hanya seputar ibadah ritual dan akhlak. Tidak ada wacana tentang politik, juga tidak ada pembicaraan tentang penyelenggaraan negara. Seakan Allah hanya ada ditempat-tempat peribadatan, keluar dari wilayah itu, maka tidak ada lagi pengawasan Allah. Dan manusia bebas berbuat semaunya termasuk membuat aturan main sendiri. Sungguh, ini adalah mafhum (mindset) yang keliru dan sangat jauh dari apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Ditambah lagi Islamophobia ibarat virus yang sengaja disebar agar menjangkiti umat muslim. Akibatnya banyak diantara umat muslim sendiri yang merasa alergi dengan syariat (hukum-hukum islam yang berasal dari Allah SWT). Jangan kan ridho diatur dengan aturan Allah disetiap aspek kehidupan, terhadap simbol-simbol islam pun mereka merasa risih. Seperti pekikan Takbir, jilbab, bendera Rosul, ataupun pada istilah jihad dan khilafah.

Selain itu, banyak dari kalangan umat muslim sendiri yang amat sangat disayangakan, mereka ada dalam golongan penikmat kedzoliman. Artinya dengan sistem yang kufur ini mereka malah dinyamankan dan berada pada posisi yang aman. Dengan kata lain, mereka adalah orang-orang yang sudah terlanjur berada pada zona nyaman dan aman. Justru dengan semakin lantangnya seruan-seruan langit, eksistensi mereka menjadi terancam.

***

Islam sebagai sebuah agama sekaligus pandangan hidup manusia, memiliki seperangkat aturan yang sempurna dan paripurna. Aturan islam dibuat oleh Dzat Yang Maha Agung, Pencipta manusia, Allah Azza wa Jalla. Dengan maksud untuk membawa keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Keberadaan aturan yang mampu menyelamatkan tersebut ada pada fungsinya sebagai pemecah masalah (problem solver) bagi  kehidupan manusia. Karena alasan itu pula aturan islam akan senantiasa relevan hingga kiamat.

Segala nestapa serta masalah yang membelit negeri ini adalah imbas dari keengganan penguasa untuk berhukum pada hukum milik Allah SWT. Islam menawarkan solusi, islam menawarkan obat.

****

Patut untuk diingat kembali, firman Allah Ta'ala yang artinya :

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (TQS. Al A'raf : 96).

Hanya aturan islam lah yang akan membawa keberkahan bagi negeri ini. Bukankah keberkahan adalah bertambahnya kebaikan? Tidakkah kita menginginkan kebaikan bagi negeri tempat kita hidup?

***

Maka spirit yang dibawa oleh aksi Reuni Akbar 212 adalah spirit perjuangan penegakan islam untuk kebangkitan negeri ini. Sekaligus bukti tak terbantahkan tentang keniscayaan persatuan umat dengan ikatan aqidah yang -ever lasting-, serta menjadi asa tersendiri ditengah pukulan kedzoliman yang bertubi-tubi.

Menyaksikan jutaan kaum muslim berkumpul tanpa memandang ras, golongan ataupun harakah, pantas rasanya jika ada beberapa pihak yang merasa terusik dan menjadi panik. Hati siapa yang tidak bergetar. Karena reuni 212, memang bukan sekedar reuni biasa. Wallahu a'lam bish-shawab. [syahid/voa-islam.com] 


latestnews

View Full Version