View Full Version
Sabtu, 27 Jan 2018

Palestina Darah Kami

 

Untukmu Palestina tercinta, kami penuhi panggilanmu..

Untukmu Alaqsha yang mulia, kami kan terus bersamamu..

Luka kami kembali menganga. Bumi para nabi tak dapatkah kami bebaskan sebagaimana Shalahuddin Al-Ayyubi pernah merebut kembali tanah tersebut dari cengkeraman penjajah. Tak bisakah kami melindungi seperti halnya Sultan Abdul Hamid II dengan tegasnya menolak tawaran Theodore Hertzl menuntut bagian tanah Palestina untuk dijadikan pemukiman Yahudi.

Meski dengan imbalan sejumlah harta, Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah tawaran Hertzl. Hertzl menceritakan dalam biografinya tentang sikap Sultan tersebut. Sultan berkata bahwa ia tidak akan pernah melepaskan al-Quds, karena yang telah dihimpun (ditaklukkan) oleh Umar (bin Khaththab) wajib ada di tangan kaum Muslim selamanya. (1897)

Sultan (Abdul Hamid II) berkata kepada temannya (Newlansky): “Sampaikanlah kepada teman anda dan nasilhatilah dia agar tidak berusaha untuk main-main dalam hal itu selamanya. Aku tidak dapat menjual bagian dari negeri tersebut walau satu telapak kaki pun, karena negeri itu bukan milikku, tetapi milik rakyatku.

Rakyatku telah sampai ke negeri itu dengan mengucurkan darahnya, dan mereka pun akan kembali menumpahkan darahnya esok hari. Di masa depan, kami tidak akan pernah mebirkan seorangpun merampasnya dari kami.

Yahudi harus berkorban dengan dana jutaan, adapun bila negara Utsmaniyah telah runtuh dan telah sempurna tercerai-berai maka Yahudi akan saampai ke Palestina gratis. Kami tidak akan pernah membagi-bagikan negara Utsmaniyah ini kecuali kepada anak cucu kami dan aku tidak akan pernah menerima penjelasan apapun untuk tujuan apapun.” (1901)

Pasca kekalahan Utsmaniyah dalam Peran Dunia I, wilayah Muslim dibagi-bagi dengan Perjanjian Sykes-Picot (1916). Dengan Perjanjian Balfour (1917), Inggris mengizinkan Yahudi bermukim di palestina. Hingga Negara Yahudi Israel pun berdiri 1948. Kini Yerusalem diklaim sebagai ibukota Israel.

Kami, kaum muslimin, tidak akan rela tubuh kami dicabik-cabik kembali. Seruan Alaqsha memanggil kami. Mari bersatu dan bangkit [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Esti Bunda Taqiy (Seorang Ibu dan Anggota Komunitas Belajar Menulis Revowriter)


latestnews

View Full Version