View Full Version
Senin, 02 Apr 2018

Generasi Halusinasi

Oleh: Salma Banin*

Sungguh miris jika kita perhatikan berbagai media massa yang menyajikan banyak berita. Hampir disetiap segmen, baik itu dini hari, siang, sore, malam kah tak pernah berhenti diwartakan penyitaan obat terlarang dalam jumlah yang sangat mencengangkan.

Jika ditotal semua penyelundupan tersebut, pendapatannya setara dengan setengah uang belanja negara (APBN) dalam satu tahun. Ya, mencapai angka seribu Triliun lebih. Fantastis! Jika jumlah pasokan narkoba sebanyak itu, bisa dipastikan peminatnya selalu bertambah tiap harinya. Indonesia sudah dilirik dunia sebagai pasar besar bagi pebisnis narkoba, terutama China.

Pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mengkonfirmasi bahwa banjir sabu yang selalu menjadi sorotan ini sulit diatasi, bahkan sejak bertahun-tahun lalu kasusnya malah bertambah ganas. Pintu masuk lewat pelabuhan yang jumlahnya ratusan ini menjadi salah satu dalih yang diangkat.

Pihak Bea Cukai kesulitan mengatur keseluruhan transaksi yang tidak jarang dilakukan sejak pagi buta, terutama jika barang-barang tersebut melewati pelabuhan milik pribadi yang melibatkan warga negara asing. Keamanan negara diperbatasan dipertaruhkan, bahkan sepertiganya belum mampu dihandle secara baik. Seperti yang diakui petugas bea dan cukai dalam satu laman berita online.

Narkoba semua tahu bahayanya. Tidak saja dapat menghilangkan nyawa pecandunya, namun sedikitnya ia pasti merusak akal dan fisik manusia. Apalagi yang selalu disasar adalah generasi muda. Mudahnya akses pada benda haram ini semakin menggoda mereka untuk hidup dalam halusinasi semu. Sebagai pelarian dari hiruk pikuk permasalahan hidup yang tak kunjung memberikan ketenangan.

Tak ada satu provinsi pun di Indonesia yang aman dari ancaman kerusakan mental ini. Tak peduli ia sedang menempuh jenjang pendidikan yang mana, bahkan pimpinan institusi penertibnya (BNN) tidak menyangkal bahwa bawahannya pun tidak mampu membebaskan diri dari godaan.

Darurat! Indonesia selangkah lagi hancur karna ketidak mampuan negara menjadi pelindung generasi yang hakiki. Masyarakat dibiarkan berjuang sendiri melawan kerasnya kehidupan. Lembaga-lembaga yang selama ini bekerja kewalahan menutupi rentetan celah yang selalu bocor entah karna lemahnya payung hukum yang mengancamnya, maupun rendahnya harga moral aparaturnya yang mudah tergiur dengan rupiah yang akan mengalir ke kantong asalkan mau menuruti keinginan sang pengedar.

Mereka sama-sama terjerat dalam kungkungan sistemik yang mau tak mau harus menistakan nurani, sangat tidak mungkin jika tak ada satupun makhluk berotak yang tak sadar akan dampak mengerikan bagi saudaranya senegara. Namun lagi-lagi, ada kondisi yang memaksa, dilapangan tidak sedikit juga yang dapat ancaman, sehingga harus rela melepaskan idealisme.

Bagi sistem ekonomi kapitalistik dunia saat ini, apapun yang laku dipasaran sangat boleh dijual. Tak ada rasa peduli jika benda yang dijual itu akan membahayakan konsumennya, narkotika termasuk ke dalamnya. Bahkan bagi negara mafia sekelas Italia dan beberapa negara Amerika Latin, negara sudah tak bisa mengatur peredarannya karna kekuasaan mereka dijalan sudah tak dinihilkan.

Sebagian pegawai pemerintahan pun bisa jadi adalah kaki tangan para “big boss” yang keberadaannya dikursi dewan justru untuk mengokohkan keleluasaan pebisnis haram ini dalam menjual dagangan hinanya. Indonesia pun menganut mekanisme ini. Terungkapnya fakta penyelundupan ini hanya secuil yang bisa disaksikan oleh mata kita. Telusurannya jauh lebih rumit.

Terpidana mati saja masih bisa mengendalikan anak buahnya dari dalam sel penjara. Cara berkomunikasi internasional mereka pun diakui ada yang menggunakan satelit pribadi. Sungguh, tak akan habis perkara jika masih berkutat pada individu per individu yang terlibat. Masalah struktural seperti ini butuh penyelesaian secara holistik dan revolusioner.

Ideologi Kapitalisme gagal menjaga manusia dari fitrah dan kesejahteraan lahir dan bathinnya. Sudah saatnya kaum muslim hari ini menyadari peran agamanya sebagai penyelesai masalah sejak dari akar hingga buah kehidupan manusia. Islam tak hanya akan memberi ketegasan total bagi pengedarnya.

Namun akan menopang sejak dari pencegahan hingga menghapuskan faktor-faktor yang akan menumbuhkan bibit jika ia terbukti menghantarkan pada ketertarikan menggunakan barang haram.

Solusi ini tidak mungkin berdiri diatas kaki individu masyarakat maupun kelompok semata. Melainkan butuh diterapkan dalam cakupan negara sehingga tak ada lagi celah yang bisa dimanfaatkan para bandit.

Bukan generasi halusinasi yang diinginkan negeri ini, melainkan generasi rabbani yang siap berdikari menghadapi tantangan globalisasi karna baktinya yang sempurna pada Ilahi. Wallaahu’alam bi ash-shawwab. [syahid/voa-islam.com]

*Penulis adalah mahasiswi senior, seorang pemerhati kondisi negeri, dan mantan staf Kementrian Kebijakan Publik Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya.


latestnews

View Full Version