View Full Version
Jum'at, 01 Jun 2018

Identitas Allah

Oleh: Aditya Rahman

Seiring berjalannya abad. Perubuhan-perubahan banyak terjadi di berbagai sektor, salah satunya pengikisan pemahaman dalam beragama sehingga berpengaruh pada keimanan yang dimiliki setiap individu.

Anak muda sebagai generasi agama yang akan menjadi tombak dalam perubahan-perubahan peradaban seolah digiringkan ke zona dimana terjadi penggerusan pemahaman terhadap agama.

Bayangkan saja banyak orang saat ini yang lebih mengenal artis-artis dari pada tokoh-tokoh agama. Bahkan kemungkinan besar banyak orang yang tidak mengenal siapa tuhan dia. Ketika ditanya siapa Allah ? dari mana anda mengetahui bahwa Allah adalah yang menciptakan anda ?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak akan terjawab karena kebanyakan orang digerus pemahaman agamanya ke zona dimana pemahaman agama yang seperti itu tidak lah penting.

Hal ini jelas merupakan musibah besar yang harus segera di atasi. Karena dalam iman kepada Allah adalah pondasi bagi keimanan-keimanan yang lain. Bagaimana mungkin anda bisa beriman kepada malaiakat, pada nabi, al-Qur’an, hari akhir, dan qadha dan qadar sedangkan anda tidak meyakini Allah yang menciptakan itu semua. Coba bayangkan pernahkah anda melihat rumah yang dibangun dari atapnya terlebih dahulu ?

Akibat penggerusan pemahaman ini sedikit orang yang beriman dan menjalankan aturan-aturan dalam agama islam yang benar-benar memahami secara rinci atas apa yang dilakukannya itu. Terkadang banyak orang yang hanya melakukan ibadah atau menjalankan aturan-aturan dalam agama hanya sebatas tuntutan dari apa yang sebelumnya mereka lihat atau sebagai warisan dari keluarganya atau pun ada orang yang menjalankan ritual agama didasarkan pada apa yang mereka senangi. Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyindir orang-orang tersebut di beberapa ayat seperti :

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah),”(29:65)

                        قَالُوا بَلْ وَجَدْنَا آبَاءَنَا كَذَلِكَ يَفْعَلُونَ

“Mereka menjawab: "(Bukan karena itu) sebenarnya Kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian.”(26:74)

Perlu diketahui ada beberapa tingkatan-tingkatan dalam iman. Dalam kitab Ihya Ulumudin. Imam Al-Ghazali menuliskan bahwa ada 3 tingkatan dalam iman :

Pertama orang awam, adalah tingkatan pertama dalam keimanan, yang aman pada tingkatan ini orang-orang beriman hanya berdasarkan kepercayaan tidak berdasarkan atas apa yang dia ketahu (dalil-dalil yang menunjang keimanannya). Imam al-Ghazali memberikan perumpamaan seperti orang yang meyakini  bahwa Usman sedang berada di rumah tapi dia tidak melihat sendiri di rumah. Dia hanya percaya dari mendengar informasi dari orang yang dia percayai.

Kedua orang kalam, yaitu tingkatan keimanan yang meaktualisasi nilai-nilai agama berdasarkan dalil-dalil yang menjadi sumber agama. Jika ibarat orang yang meyakini ada Usman di rumah tapi ia tidak melihat langsung. Namun hanya mendengarkan bahwa terdengar suara Usman di rumah itu.

Ketiga orang arifin, yaitu tingkatan keimanan paling tinggi. Dia beriman karena dapat menyaksikan langsung Allah dengan nur yakin. Ibarat tadi contoh Usman, dia melihat sendiri Usman berada di dalam rumah.

Keimanan merupakan pondasi penting bagi setiap muslim dalam menjalankan syariat islam dan keimanan kepada Allah SWT menjadi poros utama bagi keimanan-keimanan yang lain. Dalam buku muhammad Ramadhan yang berjudul muhammad rosul zaman kita. Beliau menuliskan bahwa dalam sistem dakwah Rosullallah SAW, rosul memberikan pengajaran pemahaman yang pertama bagi para sahabat yaitu tentang keimanan kepada Allah SWT.

Saking pentingnya pemahaman ini sudah sepatutnya kita pun memikirkan bagaimana untuk mengenal Allah SWT, sang pencipta alam semesta.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,” (01 : 2)

Nabi Ibrahim agar mengenal Allah SWT, dia melakukan observasi tentang keberadaan tuhan terhadap benda-benda yang berada di sekelilingnya. Dia mencoba meyakini dirinya bahwa matahari adalah tuhan namun akhirnya keyakinannya itu pudar karena matahari terbenam dan tidak menampakan kekuatannya lagi. Beliau melakukan hal yang serupa terhadap benda-benda lainnya. Sampai akhirnya dia meyakini bahwa ada kekuatan yang sangat besar di balik penciptaan seluruh alam semesta ini yaitu Allah SWT.

Dalam beberapa buku sejarah, orang-orang badui yang dikenal sebagai orang yang memiliki kepercayaan kuat. Mereka pernah berkata,” Bahwa apabila ada tapak kaki unta, maka pernah ada unta jalan melewati jalan ini. Begitupun pada penciptaan alam semesta yang begitu sempurna pasti dibalik itu ada yang menciptakan itu semua.”

Hal ini sesuai dengan apa yang Allah tuturkan dalam al-Qur’an :

            إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” (03 :190)

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (03 : 191)

Ada banyak ayat-ayat yang semisal dengan ayat tersebut, namun poin pentingnya kita mengetahui bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan. Bumi, langit, matahari, bulan, dll. Namun, masalahnya kita belum mengetahui bahwa apakah benar yang menciptakan ini semua adalah Allah.

Maka ini jawabannya.

            اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (02 : 255)

Masih banyak ayat yang serupa yang menjelaskan bahwa Allah yang menciptakan seluruh alam semesta. Allahu’alam. [syahid/voa-islam.com]

 


latestnews

View Full Version