View Full Version
Kamis, 26 Jul 2018

Radikalisme Menyasar Islam

Oleh: Kayyisa Haazimah (Aktivis Kajian Islam Remaja)

Sebanyak 41 masjid yang ada di kantor pemerintahan terindikasi sebagai tempat penyebaran paham radikal. Puluhan masjid ini berada di kementerian, lembaga negara, dan BUMN.

Temuan ini merupakan hasil survei Rumah Kebangsaan dan Dewan Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) sepanjang 29 September sampai 21 Oktober 2017.

Indikator konten radikal ini dilihat dari tema khotbah Jumat yang disampaikan seperti ujaran kebencian, sikap negatif terhadap agama lain, sikap positif terhadap khilafah, dan sikap negatif terhadap pemimpin perempuan dan nonmuslim.

Dari temuan ini, Agus mengatakan pihaknya kemudian membuat peringkatan dan dari 41 masjid, ada tujuh masjid yang level radikalnya paling rendah. (liputan6.com)

Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Tengku Zulkarnain menanggapi indikasi masjid yang terpapar radikal adalah yang membicarakan khilafah.

Ia menegaskan bahwa pembicaraan tentang khilafah tidak dapat dilarang. Sebab, khilafah merupakan khazanah Islam.

“Yang menjadi berbahaya adalah membahas masalah khilafah menjadi terlarang. Padahal itu khazanah Islam dan tertulis di kitab-kitab klasik Islam,” katanya kepada Kiblat.net pada Selasa (10/07/2018).

Lain halnya, kata dia, jika membuat persiapan untuk makar atau memberontak. Menurutnya, tindakan tersebut jelas terlarang.

“Tapi jika membahas kitab Islam mengenai khilafah Islamiyah, apa salahnya? Kenapa jadi dianggap lebih berbahaya dari PKI Komunis dan leninisme yang jelas-jelas dilarang dalam tap MPR no xxv tahun 1966,” tegasnya.

Tengku menegaskan, survei yang dilakukan oleh P3M tidak akan memberikan pengaruh yang berarti bagi umat Islam. Menurutnya, yang mengkhawatirkan adalah ketika hasil penelitian tersebut disalahgunakan.

“Yang mengkhawatirkan jika kemudian tangan kekuasaan memakai penelitian mentah itu untuk bertindak terhadap masjid-masjid yang diklaim itu. Ini yang akan membuat riak riak,” tukasnya.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikal1/ra·di·kal/ a 1 secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip): perubahan yang --; 2 Pol amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3 maju dalam berpikir atau bertindak. Sehingga radikalisme harusnya adalah paham/aliran yang menginginkan perubahan secara mendasar. Jelas telah terjadi pergeseran makna radikal. Radikalisme menjadi jargon baru Pemerintah untuk mengkriminalisasi ajaran Islam serta pembungkaman terhadap aktivis dakwah Islam. Hal ini ditandai dengan pencabutan status badan hukum suatu Ormas tanpa melalui proses pengadilan, kriminalisasi ulama serta siapa saja yang bersebrangan dengan definisi Pemerintah, seolah mereka yang mengkritik adalah pemecah belah bangsa.

Kesadaran masyarakat dewasa ini terhadap aturan agamanya tidak terlepas dari aktivitas dakwah, terutama muslim terhadap ajaran Islam. Ramainya kajian-kajian keislaman adalah bagian dari kesadaran ini. Mesjid menjadi icon bagi perubahan masyarakat ke arah Islam. Keyakinan itu sendiri adalah hak-hak dasar yang dijamin oleh undang-undang. Sehingga Ummat Islam yang menginginkan hidup sesuai dengan aturan keyakinannya adalah juga dilindungi oleh undang-undang. Aturan Islam mencakup pengaturan urusan – urusan pemerintahan, politik, pendidikan, pergaulan termasuk ajaran khilafah. Sistem politik Islam menjamin kehidupan yang sejahtera serta kedamaian bagi siapa saja, ringkasnya Islam memberikan solusi-solusi terhadap seluruh problem baik kemiskinan, pengangguran, utang luar negeri, privatisasi SDA dan lain sebagainya.

Sangat tidak relevan menuduh aturan Islam yang mulia dari Allah Sang Pencipta  melahirkan radikalisme, karena sangat bertentangan dengan fakta. Hal ini mencerminkan pemerintah mengidap islamophia akut atau ketakutan terhadap hukum Islam.


latestnews

View Full Version