View Full Version
Senin, 30 Jul 2018

Freeport Harta Milik Rakyat Di Bawah Penguasaan Asing

Sahabat VOA-Islam...

Pemerintah Indonesia dikabarkan akan “merebut” tambang emas Freeport di Papua. Presiden Jokowi mengakui, penandatanganan HoA Inalum dengan Freeport McMoRan baru tahap awal. Masih ada tahap-tahap selanjutnya untuk mencapai kesepakatan akuisisi saham 51 persen PT Freeport Indonesia.

Namun, pencapaian ini tidak mudah. Jokowi menyebut, membutuhkan waktu kurang lebih empat tahun untuk melakukan negosiasi penandatangan HoA tersebut. 

Dengan kesepakatan tersebut pemerintah Indonesia harus mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli saham Freeport sebagaimana diuangkapkan Rendy Witoelar (Head of Corporate Communication and Goverment Relation PT Inalum) Indonesia tidak bisa memiliki tambang Grasberg Papua, yang saat ini dikelola Freeport Indonesia secara gratis meski kontraknya sudah habis pada 2021.

Sebab berdasarkan Kontrak Karya Pasal 22 ayat 1, sesudah pengakhiran persetujuan berdasarkan pasal 22 ini atau pengakhiran persetujuan ini karena alasan berakhirnya jangka waktu persetujuan ini, semua kekayaan kontrak karya milik perusahaan yang bergerak atau tidak bergerak, yang terdapat di wilayah-wilayah proyek dan pertambangan harus ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan harga atau nilai pasar, yang mana yang lebih rendah, tetapi tidak lebih rendah dari nilai buku.

Dengan begitu, pemerintah harus membeli seluruh kekayaan Freeport Indonesia yang bergerak maupun dengan nilai tidak lebih rendah dari book value atau disebut nilai buku. Nilai buku PTFI berdasarkan laporan keuangan yang diaudit ada di sekitar USD 6 miliar. 

"Pemerintah pun wajib membeli pembangkit listrik yang di area tersebut senilai lebih dari Rp 2 triliun," kata  Rendy, saat berbincang dengan Liputan6.com,dikutip di Jakarta, Senin (16/7/2018).

Rendy melanjutkan, dalam Kontrak Karya perusahaan asal Amerika Serikat tersebut menafsirkan, berhak mengajukan perpanjangan masa operasi 2 kali 10 tahun setelah kontrak habis pada 2021.

Pemerintah pun tidak akan menahan pengajuan tersebut atau menunda persetujuan secara tidak wajar. Hal ini tercantum dalam ‎Pasal 31 ayat 2 Kontrak karya.

Rendy menuturkan, jika pemerintah memutuskan mengambil alih Freeport Indonesia setelah masa kontrak habis pada 2021, dengan tidak memperpanjang kontrak maka berpotensi penyelesaian di arbitrase.

"Setelah 2021 kita tidak akan mendapatkan Grasberg secara gratis," ujar dia.

Rendy melanjutkan, Indonesia berisiko tidak menangkan arbitrase. "Ini karena dalam Pasal Kontrak Karya tersebut tercantum kalimat "Pemerintah pun tidak akan menahan pengajuan tersebut atau menunda persetujuan secara tidak wajar‎," ujar dia.

Menurut Ekonom Dradjad Wibowo sebetulnya belum ada kesepakatan mengikat akuisisi saham 51 persen PT Freeport Indonesia. Yang terjadi saat ini hanya sebatas HoA. Menurut Dradjad participating interest Rio Tinto di Freeport Indonesia harus dibayar USD 3,5 miliar.

"Indonesia nerimo saja harga yang dipatok oleh Rio Tinto. Jika transaksinya terwujud nanti, Indonesia harus membayar Rp 55 triliun. Tapi, FCX (Freeport McMoran) ngotot kontrol operasional tetap mereka yang pegang," kata dia.

Ada banyak isu dan komentar menyusul penandatanganan HoA tersebut. Salah satu isu yang paling banyak dipertanyakan publik yaitu mengenai mengapa pemerintah tidak menunggu kontrak Freeport habis 2021 sehingga untuk menguasai tambang Grasberg di Mimika, Papua, Inalum tidak perlu merogoh kocek atau gratis.

Namun UU SDA dan pasal pada kontrak karya sepertinya lebih berpihak kepada PT. Freeport. Hal ini memberi gambaran betapa besarnya kekuatan kapital dalam mengendalikan pengeloalaan sumber daya alam di sebuah negara.

Dalam sistem ekonomi Kapitalisme menjadi sebuah ‘keniscayaan’ bahwa pemilik modallah yang berhak untuk menguasai berbagai sektor penting termasuk SDA yang posisinya sangat menguntungkan bagi para Kapitalis.

Ironis, SDA Indonesia dibawah pengelolaan sistem Kapitalisme telah berhasil melegalkan asing untuk mengintervensi berbagai UU. Dengan sistem demokrasi dan kapitalisme tersebut, kekayaan alam dirampok secara institusional. Sehingga perusahaan asing dengan leluasa merampas harta kekayaan umat, termasuk tambang emas di Papua yang dikeruk Freeport.

Berbeda dengan kapitalisme yang melegalkan swasta dan asing menguasai sumber daya alam, syariah Islam menetapkan bahwa hutan, air dan energi  yang berlimpah itu wajib dikelola negara. Dalam pandangan sistem ekonomi Islam sumber daya alam termasuk dalam kategori kepemilikan umum sehingga harus di kuasai oleh negara berdasarkan dalil Abyadh bin Hamal Sedangkan untuk SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak

Kekayaan alam termasuk tambang emas Freeport, Migas, dan sebagainya merupakan pemberian Allah  kepada hamba-Nya sebagai sarana memenuhi kebutuhannya agar dapat hidup sejahtera dan makmur serta jauh dari kemiskinan. Pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta (corporate based management) tapi harus dikelola sepenuhnya oleh negara (state based management) dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk.  

Dengan demikian, Freeport bagian dari Sumber Daya Alam (SDA) yang berfungsi sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan semua manusia dan penunjang kehidupan mereka di dunia ini sebagai kabaikan, rahmat dan sara hidup untuk dimanfaatkan oleh manusia  dalam rangka mengabdi dan menjalankan perintah Allah

Rasulullah r bersabda :

« الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ : فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ» (رواه أحمد)

Rasûlullâh r bersabda :“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api” (H.R. Ahmad).

Penerapan hadist ini harus dilakukan oleh pemerintah yang menerapkan hukum Islam secara kaafah. Berdasarkan hadist ini maka pemerintah mengambil alih pengelolaan SDA dari pihak asing tanpa kompensasi. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Nira Syamil


latestnews

View Full Version