View Full Version
Jum'at, 03 Aug 2018

Kebijakan Indonesia yang Tersandera Cina?

Oleh: Darni Sanari

Seolah tak ada habisnya persoalan menyapa negeri ini, masalah kenaikan BBM, masalah pembubaran ormas HTI, masalah teroris, masalah tenaga kerja china, dan masih banyak lagi masalah-masalah lain yang diakibatkan dari kebijakan dan aturan penguasa dan aparatnya negeri ini.

Baru-baru ini warga penikmat media sosial dan maupun pesan singkat dikejutkan dengan viralnya foto papan/plang nama bertuliskan ‘Kantor Polisi Bersama’ berbendera Negara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Kabupaten Ketapang Kalimatan Barat benar adanya. Dan hal ini diperkuat dengan pernyataan Asisten Kapolri Bidang SDM Irjen Pol Arief Silistyanto Okezone, Jumat (13/7/2018) bahwa Kapolres AKBP Sunario dimutasikan sebagai Perwira Menengah (Pamen) Polda Kalbar sambil menjalani pemeriksaan.

Pencopotan Sunario dinilai karena dia tidak melalui mekanisme yang benar terkait dengan kantor bersama dengan kepolisian atau Biro Keamanan Publik Republik Rakyat Tiongkok Provinsi Jiangsu Resor Suzhou. Dimana kerjasama dengan negara lain atau polisi negara lain, kewenangannya ada di Mabes Polri.

Kapolres Sunario membantah adanya kantor polisi bersama di Ketapang, menurutnya plang nama itu hanya sebuah contoh yang dibawa pihak Kepolisian Resort Suzhou ke Ketapang. Nantinya akan dipasang jika sudah terjalin kerjasama (Okezone, sabtu 14 Juli 2018).

Direktorat Intelijen Keamanan  (Ditintelkam) Polda Kalbar mendapat sorotan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Hal tersebut lantaran mereka tak bisa mendeteksi adanya rencana pendirian kantor bersama Polres Ketapang, Kalbar dan Kepolisian Suzhou, China. “Deteksi dini ditintelkam polda dan Imigrasi setempat yang berjalan tidak dengan baik.” Kata anggota kompolnas, Andrea H.Poeloengan saat dihubungi, sabtu (14/17/2018).

Menurut dia, jika diteliti secara komprehensif, maka bisa dibilang kalau kasus itu cukup aneh. Dimana, ada aktivitas rombongan asing dan berinteraksi dengan birokrasi setempat tapi aparat polda tak mengetahuinya (okezone).

Penguasa, Pengusaha, dan Warga Negara atau TKA asal Tirai Bambu ini selalu mendapat perlakuan istimewah dari penguasa dan aparat negeri ini, lihat saja interogasi itu hanya dilakukan sepihak kepada Kapolres Ketapang, dan sangsi yang diberikanpun sangat mudah hanya berupa pemutasian. Begitu juga rombongan asal China tidak diperiksa misalnya kelengkapan admintrasinya. Kemudian muncul pertanyaan Ada apa dengan penguasa negeri ini kenapa membisu ketika berhadapan dengan China?

John Perkins dalam bukunya, A Confession of Economic Hit Man, mengatakan salah satu modus intervensi adalah melalui strategi pemberian pinjaman. Dia katakan, pinjaman diberikan terus-menerus agar negara yang dituju akhirnya terjebak utang yang diterimanya itu hingga secara politik dan ekonomi menjadi tergantung. Pada saat itu berbagai macam intervensi dengan mudah dilakukan.

Proyek senilai US$ 5,5 milyar atau Rp. 76,4 Triliun (kurs 13.900) itu mayoritas dananya berasal dari utang dari China Development Bank (CDB) yaitu 75% (Rp 57 triliun). Utang itu, 63 % dalam US$ dengan bunga 2% pertahun dan 37% dalam mata uang Renmimbi dengan bunga 3,64% pertahun. Jangka waktu pengembalian utang hingga 40 tahun dengan tenggang waktu 10 tahun sebesar 25% dana proyek berasal dari modal PT KCIS terdiri dari Rp 15 triliun dari PSBI dan 10 triliun dari China Corporation.

Campur tangan ekonomi China ini  merupakan bagian dari kerjasama Indonesia –China yang ditandatangani tahun 2015. Melalui China Development Bank (CDB) dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), Pemerintah China berkomitmen memberikan utang US$ 50 milyar atau setara Rp 700 triliun (US$ 1=Rp 14 ribu).

Utang itu untuk pembangunan infrastruktur nasional seperti pembangkit listrik, bandara, pelabuhan, kereta cepat dan kereta api ringan (LRT-Light Rail Transit) yang sekarang sedang berjalan dan mendapat kritikan dari berbagai kalangan.

Investasi China ini tidak lepas dari strategi global China, yakni Silk Road Economic Belt (SERB) in Asia (Sabuk Ekonomi Jalur Sutra di Asia) dan Maritime Silk Road Point (MSRP) atau titik Sutra Maritim. MSRP ini tujuannya untuk menguasai jalur perdagangan laut, yang antara lain melalui selat malaka dan ini sejalan dengan proyek tol laut rezim saat ini.

 

Islam Mencegah Intervensi

Selain tingginya motif politik dan ekonomi dari China, faktor penarik datangnya investasi China ke negeri ini adalah mentalitas pemerintah Indonesia yang hingga saat ini tidak berubah; bergantung pada kekuatan asing untuk membangun negara ini.

Intervensi asing biasanya dilakukan meyangkut dua hal, yakni aturan dan kebijakan. Islam mencegah terjadinya intervensi asing dalam aturan dengan cara melihat secara langsung apakah aturan yang disodorkan atau dipaksakan oleh negara asing itu sesuai syariat atau tidak.

Jika bertentangan ia harus ditolak. Begitu juga jika menyangkut pilihan kebijakan. Disinilah peran penting rakyat dan partai. Dalam Islam, rakyat dan partai politik mendapat tugas untuk mengawasi pelaksanaan syariah.

Mereka wajib mengontrol para penguasa jika ada penyimpangan terhadap syariah. Jika ini benar-benar membudaya maka penyimpangan bisa dihindari. Campur tangan asing bukan hanya mendapat pengawasan pemerintah, tetapi juga rakyat.

Dalam Islam dibolehkan untuk menjalin hubungan diplomatik atau hubungan lainnya, seperti hubungan perdagangan, kerjasama ilmu dan teknologi, hubungan komunikasi dan transportasi, dan semacamnya.

Asalkan negara-negara tersebut tidak termasuk negara-negara kafir muharibah fi’lan yaitu negara kafir yang tengah berperang/memerangi kaum muslimin, atau tidak tergolong negara kafir yang membantu negara kafir lainnya (bersekutu) dalam memerangi kaum muslimin, atau tidak sedang bermusuhan dan tidak memiliki ambisi untuk mencaplok negeri-negeri Islam.

Dan dalilnya sebagaimana diriwayatkan dari Abi Rafi bahwa Rasulullah saw bersabda :

Sesungguhnya aku tidak memenjarahkan seseorang karena adanya perjanjian, dan aku juga tidak akan memenjarahkan para utusan (negara lain).”

Adapun tugas polisi dalam Islam adalah menjaga ketertiban dan menjaga  keamanan dalam negeri serta melaksanakan tugas yang bersifat operasional.

Oleh karena itu agar negeri ini lepas dari cengkraman asing, maka harus kembali menerapkan  syariah Islam secara total dan meyeluruh di bawah sistem Khilafah Rasiydah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallah a’lam bi ash-shawab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version