View Full Version
Selasa, 02 Oct 2018

Tiap Kali Ajakan Islam Moderat Muncul, Dijawab Gempa?

Sahabat VOA-Islam...

Bagi seorang muslim, gempa dimaknai tak sekedar fenomena alam dalam ranah ilmiah saja, yakni berupa pergeseran lempeng bumi (gempa tektonik) atau aktuvitas gunung berapi (gempa vulkanik). Namun, ia hendaknya melihat peristiwa alam dalam kaca mata keimanan. Sehingga dapat mengambil hikmah dan tepat dalam menyikapinya.

Terkait gempa, Rasul saw sudah memberikan keteladan. Saat di Madinah terjadi gempa bumi, beliau saw meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.'' Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!".

Begitu pula khalifah Umar r.a, ketika terjadi gempa, ia berkata kepada penduduk Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!"

Dari sini, gempa dapat dimaknai sebagai teguran dari Allah SWT atas kemaksiatan yang terjadi. Nah, kemaksiatan apa yang sudah dilakukan di negeri ini, sehingga Allah SWT menegur langsung melalui gempa? Mari renungkan bersama.

 

Peristiwa Yang Mengiringi Gempa

Pertama, gempa di Kabupaten Lombok Utara bermagnitudo 6.4 yang terjadi pada 29 Juli 2018. Pada saat yang hampir bersamaan, diadakan Konferensi Ulama Internasional tanggal 26-29 Juli 2018 di Mataram, NTB. Acara ini diselenggarakan Organisasi Ikatan Alumni al-Azhar (OIAA) Indonesia.

Bertema "Moderasi Islam Perspektif Ahlussunnah Wal Jama'ah". Hasil pertemuan tersebut dituangkan dalam sembilan poin yang dinamakan Lombok Message.

Salah satu poinnya menegaskan paham sektarianisme, rasisme dan diskriminasi dalam bentuk apa pun bertentangan dengan wasathiyyah (moderasi) Islam. Hak untuk berbeda dan hak kebebasan penganut agama lain menjalankan agama dan ibadahnya dijamin wasthiyah Islam.

Kedua, gempa bermagnitudo 7 kembali mengguncang Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, dan wilayah sekitarnya pada Minggu (5/8/2018).

Saat itu, para peserta Indonesia-Australia Ministerial Council Meeting (MCM) on Law and Security dan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism (SRM on CT) yang tengah dijamu makan malam oleh Pemerintah Provinsi NTB di Golden Palace Hotel Lombok pun berhamburan ketika gempa mengguncang.

Pertemuan yang bertujuan untuk merumuskan strategi antiterorisme pun akhirnya ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. Sudah jamak diketahui bila perang melawan terorisme sejatinya adalah perang melawan umat Islam yang didefinisikan beraliran keras, radikal dan fundamental. Sehingga ditawarkanlah Islam moderat dengan wajah ramah dan toleran menggantikan Islam fundamentalis.

Dan yang terakhir, gempa berkekuatan magnitudo 7,4 yang mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah, pada Jumat (28/9/2018). Gempa terjadi tak berselang lama dari Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Al-Qur’an di Bogor pada 25-27 September 2018.

Mukernas tersebut diikuti 115 ulama Al Quran dalam dan luar negeri. Mukernas ini mengangkat tema ‘Washatiyyah Islam untuk Kehidupan Beragama yang Lebih Moderat, Damai dan Toleran’. Mukernas ini menghasilkan tujuh rekomendasi.

Salah satunya adalah: Di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk perlu mengutamakan Wasathiyyah sebagai metode keberagamaan sehingga menjadi acuan berpikir, bersikap dan bertindak umat Islam dalam upaya mewujudkan kehidupan beragama yang lebih moderat, damai dan toleran.

 

Mewaspadai Ajakan Islam Liberal 

Istilah Islam moderat dimunculkan oleh lembaga kajian strategis atau Think Tank asal Amerika Serikat, Rand Corporation. Program tersebut bernama Building Moderate Muslim Network. Begitu pula dengan istilah fundamentalis.

Kedua istilah ini disematkan kepada umat Islam sebagai strategi pecah belah dan upaya melanggengkan dominasi Amerika di dunia. Hal ini dilakukan untuk membendung kebangkitan dan kesatuan umat Islam dengan tegaknya khilafah yang mereka prediksikan pada tahun 2020. Sebagaimana tertuang dalam dokumen NIC (The National Intelligence Council's).

Islam moderat menanamkan paham bahwa semua agama sama. Hal ini tidak sejalan dengan firman Allah SWT: "Sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah, hamyalah Islam." (TQS Ali Imran: 19). Islam moderat diakui atau tidak, juga akan menihilkan dakwah (amar ma'ruf nahi mungkar). Karena setiap keyakinan (termasuk aliran sesat) dan kemaksiatan seperti LGBT akan dibiarkan atas nama HAM, toleransi dan kebebasan.

Padahal sejatinya dakwahlah yang membuat umat Islam menyandang predikat sebagai umat terbaik (khoiru ummah). Dakwah hendaknya dimaknai sebagai bentuk kasih sayang kepada sesama manusia. Dengan dakwah, penghambaan manusia kepada selain RabbNya akan dihilangkan. Sehingga mereka tidak alan merugi di hari akhir nanti. Dan juga terselamatkan dari siksa neraka akibat kekufuran dan kemaksiatan.

Karenanya, tiap kali ajakan Islam moderat harus diwaspadai sebagai upaya menjauhkan umat dari Islam sejati. Islam dengan segala syariat dan hududnya akan "ditafsirkan" sesuai dengan konteks kekinian, yakni sejalan dengan nilai-nilai asing seperti kebebasan, pluralisme, sekulerisme dsb. Agaknya inilah yang membuat Allah murka sehingga perlu menegur langsung dengan tanganNya berupa gempa yang beruntun.

"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 32). Wallahu a'lam. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman dr. Tuti Rahmayani, (Praktisi Kesehatan di Surabaya)

latestnews

View Full Version