View Full Version
Selasa, 02 Oct 2018

Rakyat Melek Politik Awal Sebuah Kebangkitan Bangsa

Oleh: Merli Ummu Khila

Alkisah ‌seekor katak yang di taruh dalam belanga yang berisi air, tentu saja dia diam saja karena memang habitat nya di dalam air. Setelah itu  dinyala kan api di bawahnya.

Mula-mula air mulai menghangat, awalnya sang katak merasa tidak nyaman, tapi dia berusaha menyesuaikan diri, lama-lama air mulai memanas, sang katak terlambat menyelamatkan diri, dan air pun bergolak, sang katak mati perlahan. 

Begitulah keadaan masyarakat saat ini. Kehidupan yang semakin sulit tidak membuat masyarakat kritis dan berpikir mencari sebab dan solusi, tetapi cenderung pasrah pada keadaan. Ketika beras mahal, yang terpikir di masyarakat adalah solusi jangka pendek, bagaimana caranya tetap bisa terbeli, entah itu dengan menghemat kebutuhan yang lain, atau dengan membeli yang kualitas yang lebih rendah dari yang biasanya dibeli, inti nya berusaha menyesuaikan kebutuhan dengan daya beli. 

Padahal jika masyarakat berpikir cerdas, harus nya mempertanyakan apa yang menyebabkan kenaikan harga beras tersebut? Apakah terjadi kelangkaan di pasar karena sedikit nya patokan beras yang masuk? Atau ada permainan pasar, misalnya ada penimbunan oleh oknum tertentu? Atau kan permainan pihak tertentu sehingga pemerintah memutuskan untuk import? Dan masyarakat harus aktif menyuarakan nya sehingga sampai kepada pemerintah. Jadi tidak hanya pasrah pada keadaan. 

Tanpa kita sadari bahwa sebenarnya negara ini sedang di jajah oleh sistem kapitalisme yaitu sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Contohnya dengan dibuka keran import yang selebar-lebarnya, sehingga produk dalam negeri kalah bersaing di pasaran, sehingga para penguasa kecil dan menengah harus berusaha sendiri tanpa bantuan pemerintah untuk bertahan pada permainan pasar. Jadi mengharapkan pemerintah untuk berpihak pada rakyat seperti nya akan sulit. 

Belum lagi penjajah gaya baru yaitu neoliberalisme adalah adalah sebuah paham yang menghendaki pengurangan peran negara dibidang ekonomi. Menurut paham neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu, swasta atau korporat (perusahaan). Gencarnya Privatisasi atau penguasaan perusahaan milik negara oleh swasta/asing.

Itu bentuk nyata dari neoliberalisme, sektor yang diprivatisasi bukan sektor kecil, akan tetapi sektor publik, seperti migas, listrik jalan tol dan lain sebagainya. Akibat dari privatisasi ini, BUMN kehilangan haknya untuk mengatur sektor publik tersebut, hal ini terjadi dikarenakan semua sektor sudah diambil alih oleh asing. 

Jika dipikir-pikir, negeri ini adalah negeri yang subur, mempunyai lahan persawahan yang luas, jika memang harga beras mahal seharusnya petani di Indonesia ini makmur, tetapi tidak demikian realita nya di lapangan, biaya produksi yang mahal, sistem irigasi yang belum memadai sehingga banyak persawahan yang kekeringan saat kemarau karena ketergantungan oleh air hujan. Dan penjualan gabah yang di bawah standard menyebabkan petani tidak menikmati hasil panen dengan harga yang memuaskan. (analisa)

Belum lagi komoditi yang lainnya. Kenaikan dollar sangat berpengaruh pada kenaikan kebutuhan pokok lainnya, hal ini diserahkan oleh ketergantungan negeri kita akan import, tidak hanya pakaian atau barang-barang mewah, Indonesia mengimpor sejumlah kebutuhan dasar seperti : gula, gandum, buah-buahan, kedele, gas dan lain lain. Padahal  kebutuhan tersebut bisa saja kita penuhi dengan mandiri tanpa harus bergantung pada import dari negara lain. Bukan hal yang sulit karena Indonesia punya segala nya, punya lahan yang luas dan subur serta petani yang siap di bina.

Jika pemerintah mempunyai komitmen kuat untuk mensejahterakan rakyat, harusnya pemerintah serius memfasilitasi petani misalnya dengan membangun irigasi, memberikan subsidi pupuk dan bibit unggul, memberi kan penyuluhan yang intensif dan membeli gabah dengan harga yang pantas.

Tentu saja petani akan berbondon -bondong mengolah sawah. Tapi realita nya sekarang banyak persawahan yang terbengkalai, dan lambat laun berubah menjadi perumahan, pabrik dan bangunan lainnya karena petani yang tidak mengolah sawah nya dengan terpaksa menjual sawah tersebut pada pengusaha demi kebutuhan hidup yang semakin mencekik. Itu lah kenyataan pahit yang harus di rasa kan rakyat saat ini.

Kini nasib rakyat kecil ada di tangan para aktivis yang mau menyuarakan nya pada penguasa,ada di tangan para anggota Dewan yang katanya penyambung lidahmu rakyat, pada mereka-mereka yang masih bisa berpikir kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat, Saat nya bersuara jangan menjadi katak yang tidak menyadari bahwa nyawa nya terancam oleh air yang perlahan memanas.

Kita ada di posisi air yang mulai memanas, masih ada waktu untuk berjuang sebelum benar-benar mati oleh sistem yang membinasakan. Jangan pesimis, ada harapan baru yang masih bisa kita harapkan untuk mengentaskan semua caruk maruk yang di hasil kan oleh sistem ini.

Dan adalah islam yang mampu menyelamatkan kita, dan ini bukan hanya sekedar khayalan tetapi sudah pernah di terapkan 1300 tahun lama nya di 2/3 dunia. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version