View Full Version
Kamis, 27 Dec 2018

Membentuk Psikologi Islam; Pemaafan Sesama

Oleh: Zayyan Ariibah Mardhiyyah 

(Mahasiswi Manajemen Keuangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Kehidupan manusia dipenuhi dengan kejadian dan peristiwa yang tidak terduga. Sebuah peristiwa dan kejadian tertentu kadang menyenangkan dan kadang tidak menyenangkan, kadang sesuai harapan dan terkadang tidak sesuai harapan. Kondisi inilah manusia suatu ketika dituntut untuk memahami perilaku orang lain dengan jalan memaafkannya.

Pemaafan dalam ilmu psikologi dikategorikan menjadi salah satu kekuatan karakter yaitu merupakan karakter baik yang mengarahkan individu pada pencapaian keutamaan atau hal positif yang terefleksi dalam pikiran, perasaan dan tingkah laku. Lalu bagaimana makna dari psikologi islam sendiri?

Psikologi Islam berarti suatu pendekatan studi keislaman yang mempelajari aspek-aspek kepribadian, baik mengenai struktur, dinamika, maupun bentuk-bentuknya dari sudut pandang Islam. Psikologi Islam yang mengemuka; (1) pola dinamakan Psikologi Islam (the psychology of Islam) yang mana bangunan epistemologinya beranjak dari sumber dan khazanah Islam sendiri.

Psikologi Islam merupakan salah satu bagian dalam kajian keislaman yang dilihat dari sudut pandang psikologi7; (2) pola yang dinamakan Psikologi Islami (the Islamic Psychology) yang mana bangunan epistimologinya menggabungkan antara psikologi (sebagai disiplin ilmu yang mandiri) dan Islam (sebagai disiplin ilmu lain yang mandiri pula). (Jurnal Psikologi Islam 2005, Pengembangan Psikologi Islam Melalui Pendekatan Studi Islam dan Nuansa-nuasa Psikologi Islam, 2002,Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Fitrah dan Kepribadian Islam).                                                                             

Pada umumnya, setiap manusia pasti memiliki kesalahan dengan sesama manusia lainnya yang mengakibatkan hubungan antar manusia (Hablun min al nas) menjadi kurang baik. Karena pada dasarnyakarakter baik pada diri seseorang tidak muncul secara tiba-tiba.

Diperlukan banyak proses pembelajaran, internalisasi, dan pembiasaan. Karakter pada diri seseorang juga terbentuk oleh kontribusi faktor-faktor lain yang secara intens berinteraksi dengannya, seperti keluarga, lingkungan sosial, dan agama.

Kuatnya hubungan antara pemaafan atau memaafkan seseorang dengan keberagamaan (religiusitas) seseorang bisa diibaratkan dengan, semakin tinggi pengalaman keberagamaan seseorang, maka semakin tinggi potensi pemaafan pada dirinya. Pemaafan dalam Islam dipengaruhi oleh satu faktor utama, yaitu faktor religiusitas (semakin tinggi religiusitas, semakin tinggi potensi pemaafan).

Agama menjadi faktor yang sangat penting bagi seorang Muslim, karena ia menjadi pemandu dan petunjuk atas perjalanan hidupnya di dunia dan akhirat. Tanpa bimbingan agama, hidup seorang Muslim akan tersesat kepada jalan yang menyimpang dari ketentuan agama dan nilai-nilai kebaikan universal.

Islam mengajarkan kepada umatnya prinsip dan nilai mulia atau terpuji (akhlaq mahmudah) dalam hidup yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tidak hanya sekedar menjadi nilai dan prinsip yang didambakan saja. Ide dasar dari pemikiran ini adalah bahwa seorang hamba harus mampu meniru sifat-sifat baik (asma’ al-husna) yang dimiliki oleh Allah. Seseorang dianggap baik dalam beragama jika mampu berperilaku sesuai dengan dianjurkan agama (akhlaq mahmudah), demikian juga sebaliknya.

Oleh karena itu, seorang Muslim yang baik adalah orang yang mampu memaafkan setiap kesalahan orang lain, karena dengan ikhlas memaafkan seseorang sebesar apapun itu kesalahannya akan membentuk kepribadian (psikologi) yang baik dengan sendirinya.

Islam juga menganjurkan untuk memberikan maaf secara sungguh-sungguh dan tidak dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, bahkan tanpa diminta. Lebih dari itu juga dianjurkan untuk melebihkan pemberian maaf itu dengan mendoakan orang yang berbuat salah sebagaimana dicontohkan oleh Nabi. Dengan kata lain, pemaafan tidak hanya di bibir, tapi sampai di hati. Hal ini sebagaimana diperintahkan dalam al-Qur’an surat Ali-Imran 159;

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Seorang Muslim yang belajar ilmu agama dengan baik (menyeluruh dan mendalam), juga memiliki potensi menjadi pemaaf bagi orang lainPerspektif ilmu psikologi, pemaafan pada seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor.

Salah satunya yaitu faktor tingkat penyesalan: Tingkat penyesalan bisa jadi menjadi sebuah faktor kemauan seseorang untuk memaafkan dan oleh karenanya menjadi sebuah pertimbangan tambahan yang penting bagi peneliti.

Pada dasarnya, sulit bagi seseorang untuk memaafkan orang lain ketika ia tidak mengakui bahwa ia telah melakukan kesalahan atau bertanggung jawab atas perbuatan salah mereka., (Jurnal at-Taqaddum, 2017 Moh Khasan Perspektif Islam dan Psikologi Tentang Pemaafan )

Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Memaafkan kesalahan orang dianggap sebagai sikap lemah dan bentuk kehinaan, padahal justru sebaliknya. Bila orang membalas kejahatan yang dilakukan seseorang kepadanya, maka sejatinya di mata manusia tidak ada keutamaannya. Tapi di kala dia memaafkan padahal mampu untuk membalasnya, maka ia mulia di hadapan Allah dan manusia. Maka dapat disimpulkan bahwasanya:

1. Pemaafan adalah sebuah karakter dalam diri manusia yang secara kuat melakukan kecenderungan untuk memahami kesalahan orang lain, menghindari balas dendam, selalu memelihara hubungan baik dengan sesama, dan menciptakan kedamaian dan keselamatan bagi semua untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Islam dan psikologi memiliki rumusan tentang aspek, dimensi, dan bentuk pemaafan yang memiliki banyak kesamaan. Perbedaan secara signifikan terletak pada aspek spiritual yang sangat kental dalam konsep Islam. Misalnya dalam hal aspek pemaafan, yaitu aspek penerimaan yang maksimal terhadap semua ketentuan Allah, sehingga agama menganjurkan untuk mendoakan orang yang berbuat kejahatan dan menyerahkan  semua urusan kepada-Nya (tawakkal). Contoh lain adalah adanya ketentuan khusus tentang pemaafan dalam fikih jinayah sebagai salah satu solusi hukum bagi kejahatan pembunuhan dan pelukaan.

3. Pemaafan dalam konsep Islam sangat dominan dipengaruhi oleh faktor keberagamaan (religiusitas). Hal ini karena, bagi seorang Muslim, agama adalah inspirasi utama dan sumber ajaran kebaikan yang harus diartikulasikan dalam kehidupan nyata demi kemaslahatan dan kerahmatan alam semesta (Jurnal at-Taqaddum, 2017 Moh Khasan Perspektif Islam dan Psikologi Tentang Pemaafan). [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version