View Full Version
Senin, 25 Feb 2019

Pemimpin Sejati, Tak Ingkar Janji

Oleh: Ahsani Ashri, S.Tr.Gz (Nutritionist, Pemerhati Sosial)

Pada Januari 2015 MUI mengeluarkan fatwa tentang kedudukan seorang pemimpin ingkar janji. Dalam fatwa itu disebutkan, boleh tidak menaati pemimpin yang memerintahkan sesuatu yang dilarang agama. Pemimpin publik yang tidak melaksanakan janji kampanye berdosa, dan tidak boleh dipilih kembali.

Selain itu, pemimpin publik yang melanggar sumpah dan atau tidak melakukan tugas harus dimintai pertanggungjawaban melalui lembaga DPR, dan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Langit penuh janji, dan ada yang janji yang belum terpenuhi. Pasca debat capres-cawapres perdana kamis malam (17/10/2019), atmosfir persaingan masih terasa sangat panas, antar kubu saling menoreh janji - janji yang meyakinkan. Ramai dijagat dunia maya tren topik perbincangan masih seputar hasil debat capres-cawapres. Tak hanya itu, di dunia nyatapun yang tua maupun yang muda juga mamperbincangkan acara debat tersebut.

Masing masing pendukung paslon saling mengejek yang bersebrangan dengan mereka. Banyak orang masih menggantungkan harapan perubahan pada sosok figur Capres dan Cawapres ini karena pemahaman masyarakat saat ini, perubahan terjadi cukup dengan pergantian Pemimpin. Ketika pemimpin berganti, otomatis masalah akan selesai.

Sudah berkali kali kita ganti pemimpin, berkali kali juga janjinya dikhianati. Hanya pada masa kampanye saja calon calon pemimpin memberikan janji dan wajah manisnya. Tiba tiba ada pemimpin yang blusukan ke pasar pasar, blusukan ke gorong gorong, dan tiba tiba mereka peduli dengan nasib rakyat.

Tetapi setelah pemilu ataupun pilkada berlalu, mereka seakan lupa dengan apa yang mereka sudah janjikan kepada rakyat dan kesengsaraan berlanjut. Pendidikan semakin mahal, kesehatan ditanggung oleh individu warga negara, privatisasi BUMN, kenaikan harga BBM, dan tarif listrik yang semakin mencekik.

Janji tinggalah janji,  harga kebutuhan pokok meroket, pengangguran dan utang negara kian membumbung tinggi. Sementara daya beli rakyat kian lemah, nilai tukar rupiah amblas menghadapi dolar. Semua pembangunan infrastruktur diserahkan kepada China. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno telah memutuskan China sebagai mitra bisnis untuk membangun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Daftar ingkar janji rezim saat ini kian panjang, misalnya terkait rencana membangun Tol Laut. J

anji ini termaktub di dalam RPJMN 2015-2019, akan dikembangkan 24 pelabuhan, akan selesai di tahun 2019: 210 pelabuhan penyeberangan; pembangunan/ penyelesaian 48 pelabuhan baru di tahun 2016, dan direncanakan total 270 pelabuhan selesai di tahun 2019. Kemudian pembangunan kapal perintis 50 unit, 60 unit dan 104 unit; pengembangan 21 pelabuhan perikanan, direncanakan 22 unit di tahun 2016 dan 24 unit di tahun 2019.

Rezim saat ini telah membuka keran liberalisasi disemua sektor sederas derasnya “BBM disesuaikan dengan harga pasar, membuka keran investasi seluas-luasnya ditunjang dengan paket deregulasi yang cenderung menjual daripada menguntungkan negara,” kata Beni di Jakarta, Minggu (18/10/2015).

“Janji mengembangkan mobil Esemka, juga bohong belaka. Alih-alih menciptakan lapangan kerja baru malah memberikan karpet merah kepada ribuan pekerja asing. Sementara Pemutusan Hubungan Kerja menjamur. Rupiah menembus angka Rp.13.000/Dolar. Memperpanjang izin ekspor kepada PT. Freeport walaupun melanggar UU Minerba, dan menjamin perpanjangan Kontrak Karya PT. Freeport yang jelas-jelas melanggar UU,” tambahnya.

Sebagai seorang pemimpin, apalagi beliau ada seorang muslim, maka tipikal mengkhianati janji rasanya tak pantas tersemat dalam pribadinya. Seorang pemimpin sejati tidak akan pernah ingkar janji, baik pada janji yang diucapkannya secara sadar kala menerima amanah jabatan (pelantikan) lebih-lebih janji yang dilontarkan kepada rakyat secara langsung lewat lisannya sendiri.

Sayyidina Umar bin Khaththab ra adalah satu satu sekian banyak role model kepemimpinan Islam yang demikian menginspirasi dan layak menjadi teladan umat sepanjang zaman. Kisah-kisah heroik kepemimpinannya tercatat dalam tinta emas sejarah peradaban Islam yang tak pernah mampu dihapus oleh kekuatan musuh manapun yang mengendaki keburukan atas Islam dan umat Islam.

Jangankan rakyatnya dari kalangan manusia, nasib seekor keledaipun tak luput dari perhatian sang Khalifah dengan pernyataannya yang terkenal, “Seandainya seekor keledai terperosok karena jalanan berlubang di kota Baghdad, maka aku sangat khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban.

Keseharian Sayyidina Umar dan para Khalifah setelahnya memang  benar-benar mencerminkan kesadaran ruhiyah yang sangat tinggi. Alih-alih sibuk dengan pencitraan dan obral janji-jani, mereka justru sibuk dengan rasa takut yang menuntun setiap kebijakan yang mereka tetapkan tak keluar dari koridor hukum islam dan tak menzalimi rakyatnya.

Mereka pun serius bekerja berdasarkan tuntutan syara’, melayani kepentingan setiap rakyat seperti halnya seorang penggembala. Memastikan gembalaannya terpenuhi seluruh kebutuhan dengan adil, merawatnya agar selalu sehat terhindar dari penyakit, dan memastikan tak ada serigala ataupun binatang lain yang akan memangsa gembalaannya.

Adapun dalam soal kehidupan, mereka standarkan diri mereka setara dengan penduduk yang paling lemah, bahkan di bawahnya. Hingga tak mengherankan, seorang Umar yang kekuasaannya telah melintasi jazirah Arab dan ditakuti negara musuh diketahui tak memiliki pakaian selain apa yang dikenakan plus yang dicuci sebagai penggantinya. Keluarganya pun tak punya previlage khusus sebagai trah penguasa. Mereka diperlakukan sama sebagai rakyat biasa.

Hasilnya, rakyat yang ada di bawah kepemimpinan mereka bisa merasakan hidup sejahtera dan mulia. Bahkan selama belasan abad, umat ini tampil sebagai umat terbaik, menjadi pionir peradaban cemerlang di tengah-tengah entitas lainnya. Sementara di saat sama, negara yang mereka pimpin, mampu tampil sebagai negara mandiri dan adidaya.

Model kepemimpinan seperti ini memang takkan pernah ditemukan dalam model kepemimpinan manapun. Apalagi dalam sistem sekuler demokrasi yang minus dari dimensi ruhiyah, yang mencampakkan peran Allah SWT dalam pengaturan kehidupan.

Sistem rusak seperti ini, justru telah terbukti hanya melahirkan pemimpin-pemimpin yang oportunis, pengkhianat, zalim, ingkar janji, minus empati dan hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya dibanding kepentingan rakyat yang ada dalam tanggung jawabnya.

Sistem rusak demokrasi, juga telah terbukti melahirkan para pemimpin yang rela tunduk pada kepentingan korporasi, bahkan tunduk pada  kekuatan asing. Ini dikarenakan, kekuasaan dalam sistem politik demokrasi memang sangat bertumpu pada kekuatan modal.

Sehingga, model pemilihan penguasa yang berbiaya tinggi ini bertemu dengan kepentingan korporasi atau pihak asing yang memang membutuhkan suasana kondusif untuk berinvestasi yang hakekatnya merupakan jalan penjarahan atas kekayaan milik rakyat secara legal.

Semua kondisi ini berbeda jauh dengan Islam. Sistem Islam yakni Khilafah justru memiliki mekanisme yang membuat kepemimpinan tak menjadi sesuatu yang menggiurkan. Bahkan justru menakutkan. Bagaimana tidak? Hadis-hadis berikut barangkali bisa menjawab mengapa dalam Islam, kepemimpinan tak dianggap istimewa sehingga orang-orang tak berlomba-lomba meraihnya sebagaimana dalam sistem demokrasi.

Rasulullah Saw bersabda : “Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tiraninya membawa dia kepada kehancuran.” (HR. Tirmidzi)

Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum muslimin dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat…” (Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim)

Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat.” (HR. Ath-Thabrani)

Dengan demikian, betapa berat tanggungjawab kepemimpinan dalam pandangan Islam. Karena apa yang dilakukan seorang pemimpin dalam kepemimpinannya akan berimplikasi pada kehidupannya di akhirat kelak. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version