View Full Version
Selasa, 26 Feb 2019

NU, Jangan Takut Disebut Radikal!

Oleh: Yulida Hasanah*

"Dan orang-orang yahudi dan nashrani tidak akan pernah ridlo kepadamu (Muhammad) sampai kamu (umat Islam) memgikuti millah (jalan hidup) mereka. Katakanlah, "sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah" (TQS. Al Baqoroh : 120)

Salah satu keberhasilan barat dan musuh Islam di negeri-negeri muslim khususnya Indonesia adalah menjadikan opini istilah radikal diidentikkan dengan faham dan aktivitas fisik yang mengarah pada perjuangan mengembalikan Islam kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Serta faham dan aktivitas fisik menentang dan menolak penjajahan asing di dalam negeri umat islam. Sebagaimana keberhasilan mereka menisbatkan istilah teroris secara paksa kepada umat islam.

Kedua istilah ini telah menuai masalah baru di kalangan umat Islam khususnya organisasi Islam. Salah satunya yaitu phobia terhadap istilah radikal. Sebagaimana yang terjadi beberapa hari yang lalu, protes dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang disebut sebagai  organisasi radikal di buku tematik kelas V SD/MI, karena menganggap telah disejajarkan dengan Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PNI) sebagai organisasi yang tumbuh pada masa awal radikal (1920-1927)

PBNU meminta agar buku tersebut ditarik dari peredaran dan hal ini kemudian ditindaklanjuti oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Demikian juga informasi tentang NU sebagai organisasi radikal di buku-buku sejarah yang memang mengelompokkan NU sebagai organisasi non kooperatif yang melakukan perlawanan secara radikal terhadap pemerintahan kolonial Belanda saat itu.

 

Istilah Radikal, Istilah Netral

Kata radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya akar. Dalam kamus, kata radikal memiliki arti: mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir dan bertindak (KBBI, ed-4, cet.I, 2008).

Maka kalau kita kembalikan radikal kepada pengertian asalnya, maka kata radikal adalah sebuah kata yang bersifat ‘netral’, tidak condong kepada sesuatu yang bermakna positif atau negatif. Positif atau negatif tergantung dengan apa kata radikal itu dipasangkan.

Contoh misalnya “Muslim Radikal”, maka artinya adalah seorang muslim yang sangat memegang prinsip hidup nya sesuai dengan keyakinannya yakni agama Islam. Dimana baik secara keyakinan, ucapan dan perbuatan semuanya dikembalikan kepada agama Islam sebagai bentuk prinsip hidupnya. Dan memang sudah seharusnyalah begitu sikap seorang muslim.

Jangan sampai mengaku beraqidah Islam, namun dari segi ucapan dan perbuatan menunjukan yang sebaliknya. Ibarat orang yang sedang sholat dimana kiblatnya menghadap ke ka’bah, namun dari ucapan dan perbuatan berkiblat kepada kehidupan barat yang sekuler-kapitalistik.

Jadi, seorang muslim memang seharusnya bersikap radikal dalam berpegang teguh terhadap agamanya. Jika tidak, mereka akan terombang ambing dengan badai propaganda barat yang semakin hari semakin kencang.

Lalu, bagaimana dengan NU? Mengapa NU harus protes karena disebut radikal? Sedangkan NU di masa pra kemerdekaan Indonesia telah banyak dikenal sebagai organisasi yang konsisten melawan penjajahan.

Mitsuo Nakamura misalnya, dalam sebuah tulisannya yang dipublikasikan di Asian Southeast Asian Studies Vo. 19, No. 2 th. 1981 menyebut bahwa Nahdlatul Ulama adalah organisasi yang berwatak tradisionalisme radikal. Istilah radikal dipilih oleh Mitsuo Nakamura untuk menggambarkan bahwa NU adalah organisasi yang otonom dan independen, bukan derivasi dari organisasi yang lain.

NU juga mempunyai sikap politik yang kritis, terbuka, dan mendasar menghadapi status quo penguasa ketika itu yaitu presiden Soeharto. NU juga memperlihatkan dengan karakteristik keagamaan yang tetap konsisten. Dengan karakteristiknya yang bersifat mendasar inilah NU disebut radikal.(Hidayatullah.com)

Jadi, yang butuh untuk digarisbawahi adalah bahwa istilah radikal bukanlah istilah negatif yang ramai diopinikan saat ini, yaitu usaha yang menggunakan kekerasan fisik dan ingin memecah belah NKRI.

Maka, bagi siapa saja baik invidu maupun organisasi Islam yang alergi dengan istilah radikal, kemungkinan ada 3 sebab mispersepsi yang butuh diluruskan. Pertama, individu maupun organisasi bisa jadi jarang NGOPI (Ngobrol Politik Islam). Sebab sejak proyek War On Terorism pasca meledaknya gedung WTC 11 September 2001 lalu, sampai saat ini proyek tersebut masih berjalan di negeri-negeri muslim, dan di indonesia proyek WOT ini berwujud "Deradikalisasi".

Kedua, individu/ organisasi bisa jadi telah menjadi korban penyesatan opini karena lemah dalam hal kesadaran politiknya. Setiap melihat berita maupun opini yang dibawa oleh barat melalu media-media penyokong mereka akhirnya ditelan mentah-mentah tanpa ditelisik terlebih dahulu fakta/bukti terkait isu dan tanpa melihat siapa yang membawanya dan adakah kepentingan ideologis dibalik isu yang dipropagandakan. Sebab negara-negara imperialis jelas membawa misi penjajahan untuk melanggengkan ideologi mereka yaitu ideologi kapitalisme.

Dan sebab ketiga,  yaitu individu/ organisasi bisa jadi telah secara sadar menjadi perpanjangan tangan kapitalis sekuler dengan kompensasi "remah-remah" dari program barat yang jelas telah menganggarkan dana besar dari program deradikalisasi ini.

Maka, upaya untuk menghindari 3 sebab mispersepsi ini adalah dengan dakwah pemikiran dengan berlandaskan ideologi Islam sesuai thoriqoh dakwah Rasulullah Saw, dan aktif dalam barisan gerakan dakwah yang berpegang teguh pada manhaj Rasulnya. Wallaahua'lam bish shawab. [syahid/voa-islam.com]

*Penulis adalah Muballighot tinggal di Jember


latestnews

View Full Version