View Full Version
Ahad, 03 Mar 2019

Ironi Pers Masa Kini

Sahabat VOA-Islam...

Puncak peringatan hari pers Nasional baru saja dihelat 9 Februari lalu di Surabaya Jawa timur. Namun ada hal menarik disana, ketika Dewan Pers memberikan penghargaan medali kemerdekaan pers kepada Presiden RI Joko Widodo.

Pada kesempatan itu, presiden pun berpesan agar media terus mengedukasi masyarakat, memberitakan informasi dan kritik yang membangun, serta dapat menjadi penjernih atau penyaring informasi, ditengah gencarnya informasi bohong yang beredar di dunia maya. (Tribunnews 9/2)

Sayang, meski beberapa pihak memberikan applaus, ternyata tak sedikit pula yang berani memberikan kritik.

Dari kalangan politikus - Fadli Zon - saja misalnya, ia justru merasa prihatin. Pers yang mustinya hadir sebagai penyambung lidah publik justru lebih banyak hadir sebagai brosur penguasa. Parahnya, banyak sekali fenomena 'blackout' pada berita-berita yang sekiranya dinilai merugikan penguasa seperti demo mahasiswa dan aksi 212 (Merdeka 10/2). Akibatnya, rakyat banyak dibuat buta akan fakta akbar tersebut.

Paradoks yang terang ini menjadikan medali kemerdekaan pers tersebut bagai pepesan kosong. Karena faktanya, publik justru kerap disuguhi berita ‘tersaring’ yang mencitrakan positif penguasa sekaligus meredam konten yang berpihak ke lawan.

Dilansir oleh RMOL 11/2, komentar serupa juga disampaikan oleh Wakil Sekretaris Departemen Dalam Negeri Partai Demokrat, Abdullah Rasyid. Ia menyoroti peringkat kebebesan pers Indonesia yang berada di posisi 124 versi Reporters Without Borders (RSF) yang dirilis 25 April lalu. Posisi ini jauh dari negara yang baru lahir seperti Timor Leste (95) dan negara yang masih penuh konflik, Afghanistan (118).

Lebih memprihatinkan lagi, sudah tak terhitung banyaknya aktivis yang kerap bersuara di media sosial justru berakhir dibui tanpa alasan hukum yang jelas. Sensitivitas berlebih membuat kritik tak lagi dipandang sebagai sesuatu yang perlu untuk mengoreksi segala kebijakan. Tapi justru dicurigai sebagai upaya menggulingkan kekuasaan, bahkan hate speech yang berujung pada pelanggaran UU ITE.

Sebagai institusi kemasyarakatan, pers memiliki tanggungjawab sosial yang sangat besar kepada masyarakat. Fungsinya demikian penting mengingat keefektifan nya dalam memberi informasi dan mempengaruhi persepsi. Sehingga menjadi suatu keharusan eksistensi pers bersifat independen. Tidak terpengaruh oleh intervensi pemilik, penguasa, maupun institusi politik tertentu.

Namun di era sekarang ini, esensi dari informasi yang disampaikan seringkali terkonsentrasi dan sangat bergantung pada arahan pemilik modal. Ironisnya, tak sedikit dari mereka yang tergiur untuk berkecimpung ke kancah perpolitikan dan melipir ke arah penguasa, menjadi corong mereka dalam mengumbar janji janji baru. Padahal menurut peneliti pusat studi media dan komunikasi Remotivi, Muhamad Heychael, kondisi tersebut bisa berdampak buruk bagi publik karena sangat mungkin mereka mendapat informasi yang timpang.

Kalau sudah begini, lalu bagaimana pers bisa fair menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik?

Kemerosotan fungsi dan peran media/pers bisa dipastikan akan tidak akan terjadi dalam daulah Islam. Karena Islam tidak memandang pers dengan kacamata picik sebatas alat untuk meraup kekuasaan yang nihil akan ruh.

Sebaliknya, pers justru menjadi elemen penting dalam memberikan edukasi guna meningkatkan kecerdasan umat. Sehingga tidak akan ada celah bagi media untuk menyebarkan pemahaman rusak yang merusak pola pikir dan sikap masyarakat. Dengan demikian, identitas keislaman didalam internal daulah bisa tetap terpelihara kekokohannya. Terlebih lagi, negara tidak berlepas diri dalam memberikan arahan dan kontrol atas penyiaran media.

Dalam skala internasional, media mengambil peranan penting dalam memaparkan risalah Islam baik dalam kondisi damai maupun perang, dengan pemaparan yang menjelaskan keagungan Islam berikut negasi nya, -kebobrokan sistem sistem kufur buatan manusia. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Maya. A


latestnews

View Full Version