PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam undang-undang hukuman mati yang dibuat oleh Brunei Darussalam bagi para pelaku zina dan homoseksual. PBB menyebut kebijakan ini kejam dan tidak manusiawi.
UU tersebut mulai berlaku di Brunei pada pekan ini, yang menjatuhkan hukuman rajam (lempar batu) hingga meninggal kepada pelaku perzinaan dan hubungan sesama jenis.
Dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (2/4), UU tersebut juga menetapkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian.
Langkah-langkah kontroversial itu merupakan bagian dari undang-undang hukum pidana baru oleh Kesultanan Brunei, yang akan dilaksanakan pada Rabu 3 April.
Kecaman luas dari berbagai pihak di tingkat global telah menghujani Brunei dalam beberapa hari terakhir. (Merdeka.com, 2019).
Adalah sebuah kewajaran jika terjadi pro kontra dalam penerapan sebuah hukuman yang terdengar dan terlihat asing diterapkan ditengah-tengah masyarakat dunia saat ini.
Utamanya hukum-hukum yang berasal dari hukum syariat Islam semodel hukuman rajam bagi pelaku zina dan potong tangan bagi pencuri.
Secara sekilas, hukuman rajam atau hukuman mati bagi pelaku zina dan hubungan sejenis tampak kejam dan sangat tidak manusiawi. Menurut logika dangkal manusia. Karenanya, saat ini banyak terjadi penentangan dari masyarakat dunia yang notabene adalah masyarakat sekuler saat ini. Sebuah masyarakat yang diatur oleh aturan hasil kompromi hawa nafsu manusia.
Masyarakat yang tidak mengenal bahkan menafikan aturan yang bersumber dari tuntunan wahyu.
Sehingga masyarakat sekuler akan senantiasa melihat hukum dari kacamata manfaat dan kepentingan bisnis semata. Bukan dari sisi efektivitas penerapan hukum dari segala sisi.
Sebetulnya, hukum mati bagi pelaku zina dan hubungan sejenis adalah hukuman yang sangat manusiawi. Betapa tidak, perbuatan zina ini masuk dalam kategori perbuatan yang sangat merusak tatanan kehidupan masyarakat. Dari mulai moral hingga sosial kemasyarakatan bahkan pertahanan dan keamanan sebuah negeri.
Perbuatan zina dan hubungan sejenis bisa merusak nasab manusia. Dan mampu mengantarkan manusia berperilaku layaknya binatang.
Padahal tentulah manusia sangat berbeda dengan binatang. Namun, perilaku liar manusia mampu melebihi perilaku binatang dalam tingkat kerusakannya.
Karenanya, syariat Islam mengkategorikan perbuatan zina dan hubungan sejenis ini masuk dalam kategori penyakit sosial, perbuatan kriminal dan perbuatan dosa.
Karenanya zina dan hubungan sejenis mendapatkan hukuman yang Allah SWT sendiri yang langsung menentukannya. Dan perincian pelaksanaan hukumannya dijelaskan oleh banyak hadist Rasulullah Muhammad SAW.
Sebelum terjadi pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku zina dan hubungan sejenis. Syariat Islam telah menentukan pembuktian berlapis atas kasus ini.
Pun begitu dengan kasus pencurian. Sungguh Syariat Islam telah mengkategorikan nya sebagai penyakit sosial, perbuatan kriminal dan dosa.
Namun, sungguh, sebelum Islam memvonis dengan berbagai hukuman yang seolah-olah sangat tidak manusiawi. Islam dan syariatnya sesungguhnya telah melakukan pemberlakuan berbagai macam aturan yang bersifat mencegah terjadinya tindak kriminalitas berupa berbagai pelanggaran hukum syariat.
Lihatlah hukum syariat yang telah "menyuruh" para lajang untuk segera menikah, haramnya menampakkan aurat dikehidupan umum, larangan berkholwat dan berdua-duaan ditempat sepi, larangan tentang merayu dan php bagi yang bukan mahram dan larangan campur baur laki-laki dan perempuan, larangan selingkuh, larangan laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya, larangan aktivitas pornografi dan pornoaksi yang mengundang syahwat. Seluruhnya merupakan aturan Islam dan syariatnya yang bersifat mencegah terjadinya zina dan hubungan sejenis.
Malahan, dalam Islam, sampai-sampai negara akan memfasilitasi bagi para bujang yang ingin menikah namum tidak memiliki biaya dalam mewujudkannya. Juga negara akan memfasilitasi para bujang untuk segera menikah dan memiliki pekerjaan agar mampu menafkahi keluarga atau rumah tangganya. Sedemikian hebatnya Islam dalam upaya menghilangkan tindak kriminalitas berupa zina dan hubungan sejenis.
Jadi bisa dibayangkan. Berapa macam larangan yang bersifat mencegah yang dilanggar, jika sampai terjadi kasus zina dan hubungan sejenis.
Karenanya, jika sampai terjadi zina dan hubungan sejenis, sungguh merupakan tindak kriminalitas yang sangat keterlaluan. Karena banyak larangan berlapis yang dilanggarnya. Karenanya, wajarlah jika manusia pelanggar aturan berlapis ini mendapatkan hukuman setimpal, berupa dirajam sampai mati atau dibunuh oleh negara. Karena manusia jenis pelanggar hukum berlapis ini jika dibiarkan, akan menularkan penyakit sosialnya kepada yang lain, dan ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan kesehatan dan norma masyarakat yang normal dan sehat.
Pun demikian, dengan kasus pencurian dengan hukum potong tangannya. Sebetulnya Islam, sebelum menetapkan hukuman potong tangan ini, ada sejumlah hukum yang bersifat pencegahan agar tidak terjadi kasus pencurian.
Kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan dan pendidikan. Larangan menimbun harta dan wajibnya harta beredar dimasyarakat. Larangan mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Larangan memamerkan sesuatu yang tidak ingin dibagi kepada yang lain. Seruan berinfak-sedekah bagi yang berharta dan berkecukupan, dan yang sejenisnya. Semuanya merupakan sejumlah hukum syariat berlapis yang bersifat mencegah agar tidak terjadi kasus pencurian.
Jikapun masih terjadi kasus pencurian, sungguh oknum tersebut telah melanggar hukum syariat berlapis yang bersifat pencegahan.
Karenanya, sangatlah jelas hukuman bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Tersebab, berapa lapis pasal yang bersifat pencegahan telah dilanggarnya.
Selain itu, hukuman potong tangan ini, akan mencegah manusia lain dari mengikuti perbuatan pelanggaran hukum syariat semisal pencurian.
Karenanya, sebetulnya, saat ini sangatlah dibutuhkan akan penerapan hukum syariat Islam secara kaffah, sebagai solusi atas seluruh permasalahan hidup.
Kalaupun terjadi kontroversi tentang pemberlakuan hukum syariat Islam saat ini, adalah hal yang sangat wajar, Tersebab yang mempermasalahkannya adalah lembaga yang memang tidak mengerti dan tidak mau tahu tentang kebaikan dari hukum syariat.
Karena itu, saatnya manusia memilih, masih mau bertahan dalam masyarakat sekuler yang penuh kerusakan atau masyarakat cerdas yang mau diatur dengan hukum syariat Islam ?, keputusan ada ditangan masyarakat itu sendiri. Wallahualam.**
Ummu Nazry
Pemerhati Generasi