View Full Version
Sabtu, 27 Apr 2019

Brunei Dan Sikap Hipokrit Barat

Oleh: Annisa Afif A (Pegiat Dakwah)

Brunei Darussalam, negara mayoritas muslim dengan populasimya sekitar 400.000 jiwa, mulai menerapkan undang-undang Syariat pada hari Rabu (3 April 2019).  

Hukuman itu mencakup rajam bagi pelaku zina yang sudah pernah menikah serta hukum potong tangan bagi pencuri yang sampai satu nisab, dan yang menjadi sorotan dunia adalah pemberlakuan hukuman rajam bagi dan pelaku penyuka sesama jenis alias kaum LGBT.  Sebelum aturan ini berlaku, perilaku homoseksual dikategorikan pelanggaran hukum dan terancam sanksi 10 tahun penjara. (bbc.com, 03/04).

Sultan Brunei, Hassanal Bolkiah menegaskan bahwa penerapan Syariah di negaranya untuk memperkuat pengamalan ajaran Islam. Negara ini pertama kali memperkenalkan hukum Syariah pada  pidato pengukuhan Undang-Undang hukuman pidana Syariah pada tahun April 2014, dengan sistem hukum ganda dengan Syariah dan Common Law. Sultan kemudian mengatakan bahwa hukum pidana baru akan berlaku penuh selama beberapa tahun.

Lantas, bagaimana reaksi dunia internasional menyikapi ini ?

Tak ayal berbagai kecaman, perlawanan dan boikot dari berbagai pihak telah menghujani Brunei. PBB mengecam penerapan Syariat Islam di Brunei  Darussalam, mereka menilai bahwa pemberlakuan Syariat Islam tersebut telah melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) dan merupakan pelanggaran karena kebijakan ini kejam dan tidak manusiawi. 

“Undang-undang yang telah disahkan merupakan pelanggaran yang jelas terhadap prinsip-prinsip yang disebutkan, selama orang menghadapi kriminalisasi, prasangka dan kekerasan karena orientasi seksual, gender atau karakteristik seksual mereka, kita harus melipatgandakan upaya kita untuk mengakhiri pelanggaran itu,” kata Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric.

Aksi demo muncul setelah Menteri pertahanan Gavin Williamson meminta Brunei memberikan jaminan kepada pasukan gay Inggris di negaranya  untuk tidak terkena dampak undang-undang tersebut. Para selebriti Barat pun tak ketinggalan memberikan reaksinya, antara lain Sir Elton John, George Clooney dan Ellen DeGeneres mendesak pemboikotan terhadap hotel-hotel mewah milik Brunei yang berada di berbagai negara, termasuk Dorchester London dan 45 Park Lane. Beberapa universitas terkemuka (Oxford University dan University of Aberdenen) mengisyaratkan untuk mencabut gelar kehormatan Sultan Hassanal Bolkiah.

Jika kita ingin melihat dari sudut pandang Islam, maka apa yang dilakukan oleh Sultan Brunei sangatlah patut kita apresiasi, karena berani mengambil putusan penerapan sanksi pidana sesuai dengan hukum Islam.  Zina dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) adalah dosa besar dan merupakan perilaku yang menyimpang di tengah masyarakat. Sehingga sistem hukum atau sanksi yang dapat membuat jera dan mencegah penyebarannya memang sudah seharusnya diterapkan.

Seorang pemimpin yang berkuasa berkewajiban untuk melindungi hak-hak rakyatnya baik muslim maupun non muslim dari segala bentuk penyimpangan dalam masyarakat.  Agar terjaga kehormatan dan kesucian masyarakat.  Karena penguasa  berkewajiban untuk itu sebagaimana Nabi bersabda : “ Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).  

Lalu, kenapa PBB dan negara Barat menjadi panik dan kegerahan?  Bahkan mereka pun menuduh bahwa Brunei meniru ISIS. Tak ada bosannya mereka memberikan tuduhan/framing negatif terhadap aturan Islam yang akhirnya menjadikan masyarakat ketar ketir, bahkan phobia. ISIS selalu dijadikan momok menakutkan dalam penerapan hukum Islam.

Sungguh kita dapat melihat bahwa sikap protes PBB tersebut sebagai sesuatu yang paradoks. Dalam deklarasi Universal HAM yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948 di dalam Resolusi 217 A (III). Dinyatakan dengan tegas di dalam aturan tersebut bahwa hak dan kebebasan setiap individu dalam pelaksanaannya harus tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Undang – Undang atau hukum positif negara. Artinya, bahwa setiap negara mempunyai hak otonomi mengatur kehidupan dalam negerinya masing – masing.

Bagaimana mungkin penerapan hukum Islam di negeri yang memang mayoritas warganya adalah muslim dikatakan melanggar HAM? Adalah hal yang rasional, bila Brunei menerapkan Syariat Islam. Ini hak otonomi yang dijamin oleh hukum internasional.

Sikap PBB sebagai lembaga internasional dunia telah mengungkap jati dirinya. PBB hanyalah alat legitimasi penjajahan Barat melalui penanaman nilai-nilai sekuler termasuk di dalamnya isu Hak Asasi Manusia (HAM). Ataukah PBB dalam hal ini ingin menegaskan dirinya sebagai Lembaga Internasional yang anti Islam?  Jika memang demikian, jelaslah bahwa konsepsi HAM hanya dijadikan tameng untuk mengarahkan opini internasional guna menolak formalisasi hukum Islam di mana pun?

Bukankah, menerapkan aturan sesuai keyakinannya juga hak asasi manusia. Lalu dimana HAM yang didengungkan PBB dan negara-negara Barat ketika hak hidup dan kemerdekaan rakyat Palestina direbut? Penjajahan di Palestina sampai saat ini masih terus berlangsung namun sedikitpun PBB tak gerah. Begitu pula kondisi Umat Islam di beberapa wilayah seperti di Suriah yang masih ditindas rezim Bashar Assad.

Di China, muslim Uighur mendapat teror dari Rejim Komunis. Kondisi Muslim di Burma yang masih menderita, termasuk pembantaian muslim di Mali. Tidak ada seruan dari PBB bahwa aksi – aksi tak berperikemanusiaan terhadap kaum Muslimin itu sebagai tindakan melanggar HAM. Sungguh alasan HAM tidak berlaku bagi penindasan dan pembantaian terhadap umat Islam

Sudah sangat jelas bagaimana jati diri PBB yang memiliki standar ganda dan hipokrit. Ketidakberpihakannya kepada kaum muslimin menjadi bukti nyata. Masihkah kita berharap pada PBB sebagai lembaga internasional yang akan menyelesaikan masalah di tengah kaum muslimin? Padahal sejatinya PBB dan negara Barat lah yang berkontribusi melanggengkan konflik dan penjajahan di belahan dunia Islam.  

Untuk Brunei, kita berharap tetp teguh untuk terus mengoptimalkan ketaatan kepada Allah dengan menerapkan Syariah secara kaffah.  Apapun resikonya.  Karena janji Allah: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. “ (TQS. Al A’raf : 96). Entah kapan negri sendiri bersikap sama? [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version