View Full Version
Selasa, 30 Apr 2019

Allah Mencabut Kekuasaan

Oleh: M Rizal Fadillah

Manusia beriman tak pernah gelisah dengan dapat atau tidaknya kekuasaan bagi dirinya. Semua Allah SWT yang mengatur demi kebaikan dan keburukannya. Kemuliaan dan kehinaannya.  QS Ali Imron 26 cukup memberi pelajaran. 

"Katakanlah 'Wahai Allah Pemilik Kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu segala kebaikan. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".

Ayat ini mengingatkan siapun yang akan mengawali atau berakhir masa jabatan  kekuasaan. Bila waktu tiba Allah akan beri dan cabut kekuasaan itu. Mengikuti hawa nafsu yang menyebabkan ia memaksakan untuk berkuasa tidaklah menjadi jaminan bagi kemuliaan atau kehinaan dirinya.

Allah muliakan dan Allah hinakan dengan kekuasaan yang dipegangnya. Ini jika dasarnya iman, jika tanpa iman lebih parah lagi tentunya yakni malapetaka, kecelakaan, dan adzab. 

Kini Presiden Jokowi sebagai muslim yang gemar mengimami shalat tentu sadar dengan ayat ini. Baca perasaan rakyat yang dari suara-suara di berbagai media sudah tidak menghendaki perpanjangan kekuasaan. Seorang pemimpin mesti peka dengan aspirasi dan getar nurani dari rakyat yang dipimpinnya.

Tidak usah memaksakan diri apalagi dengan cara cara yang tidak halal. Muliakan diri dengan memuliakan aspirasi. Berhenti dengan legawa atau ikhlas bisa menutup dengan baik (khusnul khotimah). Akan tetapi jika tak peduli dengan peta situasi, yang penting dapat berkuasa kembali maka jangan-jangan  takdir Allah yang disiapkan dan ditetapkan adalah penutup yang buruk (su'ul khotimah).

Kekuasaan yang menghinakan. Bukan pulang dengan tenang berkumpul keluarga di Solo akan tetapi sibuk menghadapi berbagai persoalan ikutan. Tuduhan korupsi ini dan itu, peran selama menjabat Walikota, Gubernur, maupun Presiden satu periode yang lalu dibongkar-bongkar kembali. Melelahkan, Pak.  

Semakin tua selayaknya penghayatan spiritualitas semakin dalam. Jika dunia masih menjadi orientasi diri tanpa peduli amanat atau khianat, maka itu adalah tanda ia akan tenggelam di samudra yang sangat dalam. Fir'aun mengejar otoritas dan kekuasaan sampai ke samudra itu. Tak membiarkan rivalitas. Saya pemenang kata Fir'aun. Allah menjawab "anda selesai". Drama historis ini mengiris hati  tentang akhir dari semangat mengejar kekuasaan itu. 

Pak Jokowi wajah anda kusut. Negara tidak merasakan tebaran senyum yang membahagiakan. Semua artifisial tidak orisinal. Nah kini berwudhulah, bersihkan wajah dan hati, hadapkan dengan khusyu pada Ilahi. Bertaubat karena tak ada manusia yang tak berdosa, apalagi memegang amanat di atas lebih dari dua ratus juta manusia. Satu saja kecewa, jadi tuntutan di hari kiamat. Apalagi untuk jumlah yang banyak. 

Kembalilah Bapak ke Solo, makmurkan Masjid sekitar. Jadilah imam dengan bacaan yang fasih. Bila sulit, kini saatnya menjadi makmum yang sholeh. Itu lebih bagus. Mengubah diri menjadi wajah yang menyenangkan siapapun yang melihat. Buang topeng rahwana, sengkuni atau durna. Biarlah itu topeng masa lalu. 

Kini jadilah Joko Widodo yang lain. Orang yang lebih baik. Ingat yang sering diungkap bahwa memang baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik. Bapak selesai menjadi orang penting, kini ruang di depan adalah kesempatan menjadi orang baik. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version