View Full Version
Ahad, 05 May 2019

Ramadhan Berkah dengan Islam Kaffah

RAMADHAN adalah bulan istimewa,  bulan agung dan suci yang penuh  ampunan  Allah Swt. Seluruh  umat  islam  dimanapun berada tentunya akan merasa gembira menyambut ramadhan tiba.  Saat  ramadhan  mesjid akan kembali  terisi  penuh  dengan kegiatan tarawih, tadarus alqur’an, ceramah agama, dan  segala  hal  yang terkesan serba agamis. 

Para pedagang  dan  pengusaha  juga berlomba-lomba memanfatkan  kehadiran Ramadhan, seolah menyambut janji Rasulullah SAW bahwa Ramadhan bulan penuh berkah dengan peluang tambahan rezeki berlimpah dari Allah. Dan dipenghujung Ramadhan menjelang Idul Fitri, umat pun bersemangat untuk mudik bertemu keluarga di kampung halaman untuk  saling  bermaaf-maafan  dengan pakaian dan hidangan makanan yang serba wah.

Seperti itulah ritual tahunan umat Islam di Tanah Air. Ramadhan  memang  penuh  keajaiban, bisa  mengubah  suasana  sekuler  yang carut-marut menjadi suasana keimanan.  Tapi Sayang, keindahan ini ternyata hanya  bertahan sesaat hilang tanpa kesan, disebelas bulan berikutnya akan kembali pada keadaan sebelumnya.

Benar Sabda Rasulullah Saw  “banyak orang menempatkan Ramadhan hanya sebagai kegiatan ibadah yang terpisah dari kehidupan”.  Mungkin nafsu makan minum saja yang hanya dikekang,  tetapi berbagai bentuk kemaksiatan mungkin pula tetap dilakukan. Korupsi terus berjalan seolah tak bisa dihentikan, kriminalisasi makin tinggi, kerusakan selalu terjadi dalam segala aspek kehidupan, pergaulan, pendidikan, ekonomi , sosial dan budaya.

Bahkan berbagai fitnahan terhadap orang-orang yang berjuang menegakkan syariah Allah semakin gencar ditiupkan oleh musuh-musuh  Allah untuk  menghalangi tegaknya kemuliaan islam dan kaummuslimin.  Sementara,  dibelahan  bumi lain  kaum  muslim terus dibantai tanpa perikemanusiaan yang adil dan beradab, Tidak ada sedikitpun teriakan protes dan  penghentian oleh para penguasa Muslim lainnya. Mereka  berlagak  tuli  dan  bisu  menyaksikan  ceceran  darah  kaum  muslim dalam derita tiada akhir.

Sekularisme  telah  berhasil  memperdaya umat  ini  dalam  menjalankan ibadah puasa,  seolah umat telah menundukkan  diri kepada Allah padahal sebenarnya mereka tunduk pada hawa nafsu.  Bagaimana umat ini  bisa dikatakan  menghormati  bulan  puasa jika menjaga kemuliaannya hanya sebatas Ramadhan.  Bukankah  tujuan  puasa  adalah  untuk  mendapatkan gelar Muttaqqin?  Bukankah ketaatan kepada Allah seharusnya berlaku selama hayat dikandung badan, sepanjang menjalani kehidupan di dunia fana ini?

Jika ‘buah’ dari puasa adalah takwa, tentu idealnya kaum Muslim menjadi orang-orang yang taat kepada Allah Swt tidak hanya di bulan Ramadhansaja, tidak hanya dalam tataran ritual dan individual semata. Seharusnya, juga terlihat di luar bulan Ramadhansepanjang tahun, dalam seluruh tataran kehidupan. Karena, puasa adalah bagian dari serangkaian ketundukkan total kepada Allah Swt,  bukan sesuatu yang  terpisah dari rangkaian ketaatan yang lain. Memisahkan  puasa  dari  hukum-hukum  Allah SWT yang lain adalah sebuah perbuatan tercela. Layakkah kita bergembira saat Idul Fitri tiba, karena dosa akibat terabaikannya syariah Allah masih terus terjadi dan umat masih terus terjajah secara pemikiran, ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya? Sementara, para penguasanya terus menjadi alas kaki kaum Penjajah Barat.

Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang penuh dengan ladang amal shalih dan limpahan pahala yang tak terhingga dibanding bulan-bulan lainnya. Pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu. Allah SWT telah mencatat hamba-hamba-Nya yang akan dibebaskan dari api neraka.

Subhanallah, begitu indah dan berkahnya bulan suci ini. Meski demikian, tidak setiap orang menyadarinya dengan baik. Dari sekian orang yang sadar, hanya sedikit yang mampu mengisinya dengan baik pula dan  lebih sedikit lagi yang mampu menjaga semangat istiqamah sampai Ramadhan berakhir.

Ramadhan terasa begitu cepat terlupakan. Dari tahun ke tahun, Ramadhan selalu kita tinggalkan tanpa perubahan, Begitulah, kita melihat Ramadhan sebagai syiar yang tercerabut dari hukum, sejarah dan memori kemuliaan yang melekat pada dirinya. Ini jelas merupakan upaya untuk membelokkan Islam agar menjadi agama yang tidak mempunyai pengaruh dalam kehidupan. Mencerabut Islam dari hukum-hukumnya, kesucian maknanya hingga rukun dan kewajiban yang terkait dengan jamaah, masyarakat, dan negara.

Kewajiban menjalankan syari’ah Allah dalam rangka  menegakkan islam kaffah untuk melindungi umat, menjaga agama dan memakmurkan dunia dianggap ilusi dan mengancam NKRI. Makna jihad telah dibelokkan untuk perang melawan hawa nafsu. serta memicu rasa curiga dan adu domba diantara umat islam. Sedangkan memerangi kaum Kafir yang jelas-jelas menyerang Islam dan kaum Muslim dicap sebagai aksi terorisme yang menyudutkan umat islam. Sementara tunduk pada Barat, justru dianggap sebagai sikap yang paling benar.

Sejatinya, Ramadhan adalah bulan kemenangan dan pembebasan. Sejarah telah mencatat begitu banyak peristiwa perjuangan dibulan suci ini. Namun, bila di tangan umat yang telah mengalami kemunduran intelektual, bulan suci yang agung ini tentu telah berubah dari bulan Perang Badar (17 Ramadhan 2 H), Pembebasan kota Makkah (20 Ramadhan 8 H), Pembebasan Sind India (6 Ramadhan 92 H), Pembebasan Andalusia (1 Ramadhan 91 H), Pembebasan Shaqliyyah (9 Ramadhan 212 H), Pembaiatan Khalifah al-Qadir (11 Ramadhan 381 H), Perang ‘Ain Jalut (25 Ramadhan 658 H), Pembebasan Antiock (awal Ramadhan 666 H) dan bulan bekerja keras telah berubah menjadi bulan bermalas-malasan, liburan dan hiburan.

Namun, Sejarah keagungan Ramadhan tidak mustahil akan terulang lagi, Ramadhan akan kembali menjadi mercusuar, yang mampu meleburkan makna persatuan dan menyatukan hubungan manusia dengan penciptanya. Bendera tauhid “ Lailaha Illa-Llah Muhammad Rasulullah” akan terus berkibar ke seluruh penjuru Daral-Islam. Dakwah akan terus tetap berjalan, meski berbagai rintangan, dan tantangan selalu menghadang. Sungguh, Kami benar-benar rindu menyaksikan kegemilangan sejarah Ramadhan dalam naungan Daulah Islam.

Dalam Daulah Islam, bulan Ramadhan ini tidak akan di isi hanya dengan menahan lapar dan haus, membaca Al Qur’an atau sholat tarawih saja. Umat Islam di seluruh penjuru dunia dan tentara-tentara Islam yang terlatih dari berbagai bangsa, ras dan warna kulit akan bergerak bersama mengisi ramadhan dengan salah satu amalan paling mulia “Jihad fi sabilillah” untuk membebaskan negeri-negeri Islam yang masih dijajah, tanpa bisa dihalangi oleh nasionalisme yang membelengu. Sebagaimana Rasulullah SAW memobilisasi umat Islam untuk berjihad dalam perang Badar dan Fathul Makkah. Ramadhan akan diisi dengan keringat dan darah yang tertumpah di medan perang, untuk membebaskan saudara-saudara kita yang masih tertindas oleh penjajah.

Sejarah keagungan Ramadhan pasti akan terulang kembali, hingga tiap orang Mukmin akan meneteskan air mata karena Allah Swt  akan senantiasa diangungkan dengan sebenar-benarnya. Ramadhan akan kembali menjadi mercusuar, yang mampu meleburkan makna persatuan, dan mampu menyatukan hubungan manusia dengan penciptanya. Bendera tauhid, Lailaha Illa-Llah Muhammad Rasulullah akan berkibar ke seluruh penjuru alam. Sebab, dakwah kepada Allah tetap akan terus berjalan, meski berbagai rintangan, kesulitan dan tantangan selalu menghadang tanpa belas kasihan.                 

Marilah kita jadikan bulan Ramadhan ini sebagai momentum bagi kita untuk kembali pada pangkuan Islam, makin taat syaria’t serta menjadikan akidah Islam dan hukum-hukumnya sebagai tali pengikat sesama Muslim. Tanpanya, kondisi kita akan tetap hina dina seperti saat ini. Wallahu’alam bi showab!

Normaliana, S.Pd

Staf pengajar di MTsN 2 HSU, Kalimantan Selatan

 


latestnews

View Full Version