View Full Version
Senin, 06 May 2019

Mahalnya Harga Sebuah Demokrasi

 

Oleh:

Sartinah, pemerhati muslimah dan umat

 

PROSES pemilihan serentak dalam rangka memilih presiden dan wakilnya telah usai dilaksanakan. Namun, berbagai peristiwa miris turut mewarnai pesta demokrasi di negeri ini. Bagai sebuah bencana alam, korban terus berjatuhan hingga ratusan jiwa. Dugaan berbagai kecurangan mengiringi proses pemungutan dan penghitungan suara di berbagai daerah. Bahkan, politik uang bertebaran jelang pemungutan suara. Pemilu yang konon demokratis ternyata melahirkan sikap hipokrit. Pada akhirnya,  kejujuran menjadi barang langka yang muskil dipraktikkan dalam sistem sekuler.

Mirisnya, Pemilu 2019 merupakan hajatan rakyat yang terbanyak memakan korban, baik yang sakit maupun meninggal dunia. Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arif Rahman Hakim, mengatakan, jumlah kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal dunia semakin bertambah. Hingga Rabu (1/5), ada 336 KPPS yang meninggal dunia dan yang sakit ada 2.232 orang," ujar Arif dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu pagi. (REPUBLIKA.CO.ID)

 

Pemilihan Pemimpin dalam Demokrasi

Sistem demokrasi kapitalisme merupakan sistem mahal yang menghabiskan dana milyaran rupiah untuk sekali hajatan lima tahunan. Sayangnya, dengan biaya sebesar itu, tak juga menjanjikan pemilu jurdil, justru dugaan kecurangan kian merajalela. Suap menyuap menjadi hal biasa sebagai konsekuensi dari mahar politik yang cukup menguras kantong. Cara-cara kotor pun dilakukan demi melenggang mulus menuju kursi kekuasaan. Tragisnya, ratusan nyawa yang melayang seolah menjadi tumbal mahal dan ribetnya memilih penguasa dan wakil rakyat.

Demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kedaulatan dan kekuasan berada di tangan rakyat. Sehingga secara otomatis, hak membuat hukum berada di pundak rakyat, dalam hal ini lembaga letislatif. Sebab, rakyatlah  yang menggaji kepala negara untuk menjalankan udang-undang yang dibuatnya, rakyat pula yang berhak mencabut kembali kekuasaan dari kepala negara, sekaligus berhak menggantinya. Hal ini karena kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah kontrak kerja antara rakyat dan kepala negara.

Dalam konstitusi demokrasi, setiap orang berhak untuk memilih dan dipilih. Sekilas tampak baik dan terkesan memberi hak politik seluas-luasnya kepada rakyat. Namun faktanya, demokrasi yang mahal tak memungkinkan setiap orang mampu berkontribusi dalam perpolitikan dan melenggang mulus ke senayan. Hanya orang-orang yang ditopang ekonomi mapan, yang mampu menjadi bagian di dalamnya.

Apabila kedaulatan dan kekuasaan berada di tangan rakyat, maka dapat dipastikan, sistem demokrasi kapitalisme menerapkan aturan manusia dan meninggalkan aturan Allah Swt sebagai pengatur kehidupan. Dimana, agama hanya boleh berkecimpung dalam ranah ibadah mahdah, sementara urusan kehidupan menggunakan aturan manusia. Inilah yang disebut sekularisme.

Sistem sekuler ini pun menjadikan rakyat sebagai penentu lamanya seorang pemimpin berkuasa. Dimana masa berkuasa seorang pemimpin ditetapkan secara berkala yakni 5 tahun dan dibatasi maksimal 2 periode. Selain itu, demokrasi kapitalisme juga menerapkan pembagian kekuasaan (trias politika) yang merupakan produk Montesque.

Sehingga kekuasaan tidak berada pada satu lembaga, melainkan terbagi atas tiga lembaga yakni Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif bertugas untuk merancang dan membuat undang-undang. Sementara Eksekutif merupakan lembaga yang menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Sedangkan Yudikatif berfungsi sebagai lembaga yang mempertahankan pelaksanaan undang-undang.

 

Pemilihan Pemimpin dalam Islam

Berbeda dengan sistem sekuler demokrasi, Islam memiliki solusi tuntas dan murah dalam memilih pemimpin. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt untuk menyelesaikan seluruh problematika hidup, termasuk tata cara memilih pemimpin. Sebab, pemimpin merupakan penanggung jawab seluruh urusan kaum muslim, sehingga menjadi kewajiban bagi kaum muslim untuk memilih yang mampu dan amanah. Yang terpenting, tidak membutuhkan dana selangit demi mendambakan seorang pemimpin yang memenuhi kriteria tersebut.

Penguasa dalam sistem Islam adalah khalifah. Dia bertanggung jawab terhadap seluruh urusan masyarakat. Meski kekuasaan berada di tangan rakyat, tetapi rakyat tidak memiliki hak legislasi sebagaimana dalam sistem demokrasi, yang memberikan hak legislasi sepenuhnya pada rakyat.

Sistem khilafah juga tidak mengenal pembagian kekuasaan, sebagaimana trias politika yang perkenalkan oleh Montesque. Meskipun pemilihan pemimpin melibatkan rakyat, tetapi khalifah tidak bisa diberhentikan oleh rakyat. Khalifah hanya boleh diberhentikan oleh Mahkamah Mazalim, itupun jika terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum syara'.

 

Kriteria seorang pemimpin dalam Islam ialah laki-laki, muslim, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Calon  khalifah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim berdasarkan syarat in'iqad, kemudian nama-nama tersebut diserahkan kepada Mejelis Umat untuk dipilih. Perlu diketahui, bahwa pengangkatan khalifah hukumnya  fardhu kifayah. Jadi, tidak mesti dipilih oleh rakyat secara langsung. Fardhu kifayahnya dinyatakan terpenuhi, meski pemilihan dan pengangkatan khalifah hanya dilakukan oleh Majelis Umat berdasarkan bai'at In'iqad. Setelah itu rakyat wajib membai'atnya dengan bai'at tha'ah.

Hanya saja, tata cara pengangkatan tersebut berlaku jika khilafah telah ada. Jika khilafah belum tegak seperti hari ini, maka pemilihan khalifah tidak bisa diakukan melalui pemilu. Sebab, pemilu bukanlah metode baku untuk mengangkat khalifah. Islam telah menetapkan, bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah. Sedangkan metode baku untuk mengangkat khalifah adalah baiĀ’at. Meski dalam praktiknya, bisa saja dengan menggunakan uslub pemilu.

Islam merupakan sistem terbaik yang diturunkan Allah Swt untuk mengatur seluruh interaksi manusia. Syariatnya membawa Rahmah bagi seluruh alam, serta mengantarkan manusia pada peradaban agung di bumi Allah. Saatnya kaum muslim kembali pada Islam dan syariatnya, dengan mendakwahkan dan menerapkannya dalam seluruh aktivitas kehidupan. Pada akhirnya akan melahirkan banyak kebaikan dan ampunan Allah Swt. Wallahu a'lam.**


latestnews

View Full Version