View Full Version
Senin, 06 May 2019

Tuntutan Hari Buruh, Parsial atau Fundamental?

 

Oleh:

Urip Ibnu Triman, FOSBUNI (Forum Silaturahmi Buruh Ngaji Indonesia)

 

SETIAP 1 Mei para buruh merayakan hari buruh yang dikenal dengam istilah "May Day". Dalam merayakan may day biasanya para buruh turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah.

Tahun ini tepatnya tanggal 1 Mei  2019, ratusan ribu buruh yang tergabung dalam berbagai aliansi serikat buruh kembali turun ke jalan. Di ibukota kurang lebih lima puluh ribuan buruh menggelar aksinya di depan Istana Negara Jakarta. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, tuntutan serikat buruh tahun ini ada tiga hal dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) no. 78 tahun 2015 tentang pengupahan (Liputan6.com).

Pertama, mengembalikan hak berunding serikat buruh dalam menentukan kenaikan upah minimum. Kedua, mencabut formula penentuan kenaikan upah minimum yang bersandar pada inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Dan yang ketiga, pemberlakuan upah minimum sektoral secara menyeluruh baik ditingkat provinsi atau kabupaten /kota.

Apabila dicermati, tuntutan buruh dari tahun ketahun tidak jauh dari persoalan pengupahan. Seolah dengan naiknya upah akan berdampak pada naiknya taraf hidup dan kesejahteraan buruh.

Namun kenyataan tak sesuai harapan. Disaat upah buruh naik satu kali tiap tahunya, pemerintah justru menaikkan harga BBM dan TDL berkali-kali. Hal ini secara otomatis berdampak pada naiknya harga kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar masyarakat. Sehingga upah yang diterima buruh hanya cukup untuk memenuhi standar kebutuhan hidup minimum. Dan lagi-lagi nasib buruh jauh dari kondisi sejahtera.

Permasalahan kesejahteraan sebenarnya bukan hanya permasalahan khusus bagi buruh. Di negara yang menerapkap sistem ekonomi kapitalis nasib rakyat kebanyakan akan jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan hanya bisa dimiliki oleh segelintir orang yaitu para pemilik modal.

Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan kesejahteraan sulit dinikmati oleh masyarakat. Pertama negara tidak hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai pengurus urusan rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator. Rakyat dibiarkan bebas bersaing memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga hanya mereka yang kuat yang akan mendapat kemudahan hidup.

Kedua, tidak ada pemisahan kepemilikan antara kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sehingga siapapun yang punya uang bisa memiliki dan menguasai harta apa saja termasuk harta milik umum.

Dan yang ketiga, dalam sistem ekonomi kapitalis hanya fokus pada proses produksi tanpa memperhatikan distribusi. Bisa jadi kelangkaan barang bukan karena barang itu tidak ada tetapi barang yang ada hanya berputar pada segelintir orang saja.

Itulah tiga hal yang membuat masyarakat dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis sulit mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki segenap aturan yang mampu menyelesaikan problematika manusia termasuk masalah ekonomi. Setidaknya ada tiga hal yang yang menjadikan negara Islam mampu menjamin kesejahteraan bagi seluruh warganya.

Pertama, peran negara Islam bukan hanya sebagai regulator. Negara dalam hal ini pengusa adalah pengurus urusan umat. Layaknya penggembala yang akan dimintai pertanggungjawaban terhadap gembalaanya. Tentang lapar kenyangnya, sehat sakitnya dan keamanannya. Maka negara wajib menjamin warga negara mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika ada warga yang tidak mampu maka akan menjadi tanggungan negara.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: "...Siapa saja yang meninggalkan harta maka itu untuk keluarganya. Siapa saja yang meninggalkan utang atau keluarga yang terlantar makanitu berpulang kepadaku dan menjadi tanggunganku... " (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, an-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah).

Kedua, Islam membagi kepemilikan menjadi tiga. Kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sehingga haram bagi individu (swasta) menguasai harta milik umum. Bagi yang melanggarnya akan diberikan sanksi yang tegas oleh negara.

Dari ibnu Abbas ia berkata, Rosulullah SAW bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air,rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya adalah haram". Abu sa'id berkata , "yang di maksut adalah air yang mengalir.''(HR.Ibn Majah).

Ketiga, negara tidak hanya memperhatikan proses produksi barang tapi juga menjamin proses distribusi. Islam mengharamkan menimbun barang juga mengharamkan menghadang barang yang belum sampai kepasar.

Dari Ma’mar bin Abdullah; Rasulullah bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa.” (HR. Muslim, no. 1605).

"Dulu kami pernah menyambut para pedagang dari luar, lalu kami membeli makanan milik mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas melarang kami untuk melakukan jual beli semacam itu dan membiarkan mereka sampai di pasar makanan dan berjualan di sana.” (HR. Bukhari no. 2166).

Untuk menyelesaikan masalah kesejahteraan bagi buruh dan seluruh masyarakat tidak cukup hanya dengan tuntutan yang bersifat parsial. Harus ada tuntutan yang bersifat fundamental. Yaitu sebuah tuntutan untuk mengganti sistem ekonomi yang saat ini diterapkan. Yaitu sistem ekonomi kapitalis yang terbukti menjadi sumber permasalahan. Kemudian digantikan dengan sistem ekinomi yang baik yaitu sistem ekonomi Islam.

Hanya saja sistem ekonomi Islam tidak akan bisa diterapkan secara terpisah, melainkan harus tegak bersama sistem islam yang lain dalam sebuah institusi yang utuh. Disinilah urgensinya penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a'lam.


latestnews

View Full Version