View Full Version
Selasa, 07 May 2019

Kapitalisasi Hasil Bumi, Pembunuh Kedaulatan Negeri

GEMAH ripah loh jinawi, toto tenteram kerto raharjo.

Siapa yang tak kenal dengan peribahasa yang menggambarkan betapa berlimpahnya sumber daya alam di Nusantara ini. Tidak hanya sebagai penunjang kehidupan, energi dan sumber daya mineral juga menjadi salah satu sektor utama dalam pembangunan bangsa. Bahkan dengan kekayaan itu, negeri ini bisa menjadi negara mandiri dan menyabet gelar super power andaikan dikelola dengan benar.

Sayang seribu sayang. Bukannya untung, rakyat malah dibuat buntung dengan fakta mengguritanya kasus kapitalisasi aset aset bangsa yang mustinya menjadi hak publik.

SEXY KILLER. Sebuah film dokumenter berdurasi hampir satu setengah jam ini berhasil menguak sisi perselingkuhan jahat yang terjadi antara para korporat dan pejabat. Perselingkuhan yang akhirnya hanya menghasilkan penghianatan besar terhadap rakyat.

Untuk diketahui, selain menyoroti kepemilikan perusahaan-perusahaan tambang di daerah tersebut, film yang diunggah di kanal Youtube Watch Dog Image pada 5 April 2019 ini juga menceritakan secara riil bagaimana proses industri batubara dari hulu ke hilir. Mulai tambang, distribusi hingga penggunaan batubara untuk PLTU yang menimbulkan banyak masalah. Baik dari segi lingkungan, sosial, ekonomi maupun kesehatan bagi masyarakat. Dokumenter merekam, penderitaan warga terdampak udayang hidup berdekatan dengan tambang maupun PLTU batubara.

Sepanjang 2012 hingga 2018, setidaknya sudah 32 jiwa yang dinyatakan meninggal akibat lubang bekas galian tambang di Kalimantan Timur. Sementara untuk skala nasional pada interval waktu yang sama, total korban sudah mencapai angka 115 jiwa. Tercatat pula bahwa sekitar 3500 lubang bekas tambang yang menurut aturan seharusnya direklamasi atau diurug kembali, faktanya tidak terlaksana.

Dari segi lingkungan, dampak lain yang ditimbulkan akibat pertambangan ini adalah sulitnya warga setempat mendapatkan air bersih, rusaknya tanah pertanian, lahan hijau, hingga dampak ekologis lainnya. (LPMJournal.id 16/4)

Mirisnya, tak hanya swasta dalam negeri, perusahaan asing pun turut terlibat dalam mengeruk banyak hasil bumi di tanah pertiwi ini. Akibatnya, penguasaan SDA - terkhusus barang tambang - oleh negara kian hari kian memprihatinkan karena angkanya yang sangat minim. Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, disela-sela diskusi Holding Pertambangan, di kantor Kementerian BUMN, Jakarta pada 4 November 17 lalu membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan bahwa pertambangan yang dikuasai BUMN sangatlah kecil. Untuk batubara hanya 10 sampai 12 persen, produksinya hanya 4 persen. Sedangkan emas dan tembaga, masih kosong, atau kecil. Kemudian nikel hanya 11 persen. Bouksit dan timah pun tak kalah kecilnya.(RadarTegal.com Nov/2017)

Padahal UUD 1945 pasal 33 telah jelas menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sayang, realitas tak berjalan sebagaimana amanat yang dituangkan dalam sumber hukum tertinggi sebuah konstitusi tersebut. Sehingga, jangan heran jika kesenjangan ekonomi kian hari makin kentara menganga. Jangan heran jika kekayaan hanya bermuara di dompet para pemodal, sementara mayoritas kelas menengah ke bawah saling sikut berebut modal. Jangan heran pula jika dari waktu ke waktu, rezim berganti rezim, strata ekonomi rakyat tak sedikit pun meningkat. Ia tetap menjadi pembantu yang siap sedia melayani tamu di negerinya sendiri.

Alangkah tragis, mengingat semua ini terjadi justru di alam kemerdekaan, sebuah stempel yang mustinya lebih dari cukup untuk mengentaskan diri dari segala bentuk penjajahan. Dan kapitalisasi semacam ini bisa dipastikan tidak akan bisa dihentikan kecuali dengan adanya perubahan struktural yang sifatnya fundamental/mendasar. Yakni perubahan sistem kehidupan berasaskan Islam sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.

Dan diantara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah SAW.

"Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api." (HR Ibnu Majah)

"Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api." (HR Ibnu Majah)

Dari sini jelaslah bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan oleh negara dan hasilnya harus digunakan untuk kepentingan rakyat secara umum. Dan haram hukumnya menyerahkan pengelolaan tersebut kepada individu, swasta apalagi asing yang ujungnya hanya menjerumuskan negeri ini pada penjajahan gaya baru di sektor ekonomi dan perpolitikan.*

Maya A

Tinggal di Gresik, Jawa Timur


latestnews

View Full Version