View Full Version
Selasa, 07 May 2019

OBOR, Awas Debt Trap Cina

CINA membuat proyek cukup besar untuk membangun Jalur Sutra Baru China. Tanpa berbasa-basi dengan kata-kata manis, pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, menyebut idenya sebagai hadiah “kebijaksanaan China” bagi perkembangan dunia. Adapun makna sesungguhnya dari metafora yang kikuk untuk menggambarkannya—One Belt One Road (OBOR)—menimbulkan perdebatan sengit.

Gagasan OBOR menjadi proyek besar China untuk masuk ke negara-negara berkembang, kaya sumber daya alam, dan yang mudah bertekuk lutut. Konsep OBOR juga menjadi master plan pembangunan jalur perdagangan Asia ke Afrika dan Eropa. Indonesia menjadi sasaran dalam lingkaran OBOR. 

Tepat pada Sabtu, 27 April 2019, menjadi hari yang cukup bersejarah bagi Cina dan Indonesia. Ternyata kedua negara telah menandatangani 23 kesepakatan kerja sama untuk sejumlah proyek di bawah OBOR.  Penandatanganan kesepakatan kerja sama itu disaksikan langsung oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dalam acara Forum Bisnis Indonesia-China, Jumat (26/4)(https://koran.bisnis.com). Momen itu juga bertepatan dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kedua One Belt One Road yang resmi dibuka oleh Presiden Cina Xi Jinping Jumat pagi waktu setempat. Indonesia terlalu terburu-buru mengambil kebijakan yang cukup besar untuk ke depan.

Dalam proyek ini, cina memberikan hutang secara sukarela bagi negara yang mau bekerjasama dengannya. Hutang inilah yang dicurigai akan membuat negara yang berhutang tidak bisa membayar karena terlampau besar. Kemudian, ketika negara bersangkutan tak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, Beijing akan menuntut konsesi atau ganti-rugi lainnya sebagai bentuk penghapusan utang. Proses ini dikenal sebagai diplomasi jebakan utang (debt trap) Contohnya Srilanka.  Srilanka akhirnya menyerahkan pelabuhan Hambantota Port sebagai bagian pelunasan utang mereka ke China (Wikimedia Commons). Proyek Pelabuhan Hambantota di Srilanka merupakan contoh nyata yang bisa menjadi peringatan bagi negara mana saja yang bermaksud menerima pinjaman tanpa syarat dari China.

Kini China mengendalikan pelabuhan utama, tepat di ambang pintu saingannya, India. Pelabuhan itu juga sangat strategis di jalur komersial dan militer. Cina ingin menguasai kawasan Asia Pasifik  Terbukti China malah menjanjikan untuk mengucurkan 5,8 miliar dolar AS di seluruh kawasan Pasifik. Di Papua Nugini misalnya, Beijing menjanjikan kucuran pinjaman tanpa syarat sebesar 3,5 miliar dolar AS untuk pembangunan infrastruktur jalan dari Port Moresby ke kawasan pedalaman. Di Afrika, Cina membiayai proyek-proyek besar di seluruh benua, dan tingkat investasi Beijing semakin cepat.

Infrastruktur tersebut memang dinikmati oleh negara yang bekerjasama dengan Cina misal jaringan jalan raya dan bandara baru. Namun mungkin hanya masalah waktu sampai mereka akhirnya terjebak utang.Meningkatnya ketergantungan pada investasi China di seluruh dunia meningkatkan kekhawatiran tentang dinamika geopolitik di abad ke-21.

Di abad ke-21 harusnya semua menyadari bahwa hutang adalah salah satu alat yang digunakan oleh negara untuk menjajah negara lain. Apalagi negara yang disasar oleh Cina adalah negara yang miskin namun kaya Sumber Daya Alam. Ketika negara tersebut tidak mampu membayar, maka otomatis Sumber Daya Alam yang akan mereka ambil. Tentu ini sudah mereka pertimbangkan bahwa keuntungan yang lebih besar akan mereka dapatkan. Ini sama halnya dengan pegadaian, tapi pegadaian yang tidak memberika jaminan secara langsung dan ini jauh lebih berbahaya.

Di dalam Islam, kaum muslim dilarang memberikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasainya. Hutang adalah cara orang kafir menjajah kaum muslimin. Utang pula membuat sebuah negara tidak mandiri, menggantungkan nasib kepada negara lain.

Padahal Allah telah memberikan kekayaan yang melipah ruah di tanah kaum muslimin. Artinya pengelolaan dari Sumber Daya Alam yang dimiliki oleh kaum muslimin belum sesuai dengan syariat, akhirnya membutuhkan negara lain untuk membangunkan infrastruktur karena tidak adanya dana yang mencukupi. Kembalilah kepada syariat dalam setiap pengaturannya, sehingga yang didapatkan nanti adalah keberkahan dari Allah SWT.*

Defi Winarsih

Alumin Unesa

 


latestnews

View Full Version