DI PENGHUJUNG Juli lalu, tepatnya hari Sabtu 27 Juli 2019 ada parade LGBT di Liverpool. Sepanjang hari itu hujan membasahi. Gerimis kecil, sedang, sekali-kali deras silih berganti. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat peserta parade turun ke jalan. Mengekspresikan kebanggaan dan dukungan mereka terhadap kelompok yang berbendera pelangi ini.
Atribut pelangi pun banyak terlihat dimana-mana. Kaos, bendera, balon, syal, gelang, kalung semua bernuansa pelangi. Sayang sekali, pelangi yang indah dijadikan simbol bagi sesuatu yang sama sekali tidak indah. Di sepanjang jalan menuju kota, Saya banyak melihat perempuan-perempuan gagah seperti laki-laki. Melihat pria berjanggut yang memakai gaun. Saya hanya bisa melihat jijik sambil bergumam: “Astaghfirullah, Ya Allah seperti ini manusia akhir zaman”
Parade yang bertajuk LGBTQ+ Celebrations ini diikuti sekitar 12.000 orang. Mereka terdiri dari beragam kalangan, tua-muda, bahkan anak-anak. Berbagai instansi pun mengirimkan utusannya untuk berparade. Parade tersebut membuat macet di titik-titik tertentu terutama di pusat kota. Saya yang waktu itu ada perlu ke pusat kota pun turut merasakan macet. Sebagian rute bis dialihkan dan ada beberapa bis yang terpaksa menurunkan penumpangnya di tengah jalan tidak sampai tujuan. Polisi, petugas lalu lintas bersiaga dimana-mana, menertibkan dan menjaga sepanjang parade berlangsung.
Sebagai negara yang mengusung Hak Asasi Manusia, LGBT legal di Inggris dan melarang antidiskriminasi terhadap mereka. Pelegalan LGBT ini bukan tanpa proses. Bukan tanpa wacana dan diskusi. Pada tahun 1950 LGBT di negeri Ratu Elizabeth ini masih dilarang. Kelompok homoseksual direpsesi, ditangkap, dikriminalisasi dan dihukum pemerintah. Salah satunya ilmuwan Alan Turing yang harus menjadi tahanan rumah dan melakukan terapi hormon, hingga akhirnya bunuh diri. Tahun 1967 kondisi berubah, dikeluarkan Undang-undang yang menyatakan tindakan homoseksual tidak lagi menjadi pelanggaran asalkan pihak-pihak tersebut berusia 21 tahun atau lebih. Pada tahun 2003 pernikahan sejenis dilegalkan di Inggris, Wales dan Skotlandia.
Apa kabar dengan Indonesia yang mayoritas muslim?. Di Indonesia LGBT masih dianggap sebagai perilaku menyimpang. Namun, upaya-upaya dari berbagai kalangan yang pro LGBT terus diperjuangkan agar bisa diterima di Indonesia, legal dan tidak didiskriminasi. Di sisi lain, sikap Indonesia masih tidak tegas menghukum perilaku LGBT ini. Saya jadi teringat dengan kabar terbaru di Indonesia, bahwa ada ratusan pelajar yang menyukai pasangan sejenis dan 21 diantaranya positif terkena HIV/AIDS. Ini menjadi salah satu bukti betapa virus LGBT sudah mengancam generasi. Baik secara fisik, psikis dan aqidah.
LGBT dalam islam adalah perilaku terhina dan dilarang. Selain itu, dampak buruk secara kesehatan dan sosial pun tak dapat dihindari. Al quran dan hadis menggambarkan perilaku kaum nabi Luth ini sebagai perbuatan hina dan terlaknat yang menjadi indikasi keharamannya. Allah SWT berfirman:Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2915) dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali ”. [Dihasankan Syaikh Syu’aib Al-Arna`uth].
Sebagai negeri yang mayoritas muslim tentu yang menjadi rujukan adalah syariah yang bersumber dari al quran dan as Sunnah. Tak hanya bagi muslim saja, sebetulnya syariah ini jika diterapkan akan melahirkan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Namun, sangat disayangkan masih saja ada pihak bahkan dari kalangan muslim sendiri yang membela dan menyetujui perilaku menyimpang ini. Bahkan, baru-baru ini kemenrisetdikti mempersilakan bagi mahasiswa untuk diskusi terkait LGBT. Di sisi lain, aktifitas pengajian islam makin dicurigai. Dianggap radikal, anti Pancasila dan mengancam NKRI. Konon katanya media sosial dosen dan mahasiswa pun akan didata dan dipantau.
Jangan sampai apa yang terjadi di Barat terkait proses pelegalan LGBT terjadi pula di Indonesia. Awalnya ditentang, namun seiring dengan waktu, yang semula adalah wacana, diskusi lalu berakhir dengan perjuangan melalui kekuasaan undang-undang negara bisa merubahnya menjadi legal. Nau’dzubillah. Semoga tidak. Hal ini bisa dihalau dengan terus menerus berdakwah menyampaikan kebenaran Islam beserta aturan-aturannya. Terus menyadarkan masyarakat bahwa liberalisme, sekularisme dan penyalahgunaan Hak Asasi Manusia adalah berbahaya dan menjadi musuh bersama. Karena paham-paham inilah yang manjadi dasar legalisasi LGBT yang mengancam generasi. Juga, karena paham ini lah yang membuat manusia jauh dari Islam kaffah yang membawa kemslahatan bagi seluruh manusia. Wallahu’alam.*
Mela Mustika Amalia
Ibu Rumah Tangga, tinggal di Liverpool UK