Oleh:
Ulfiatul Khomariah
Founder Ideo Media, Pemerhati Masalah Sosial dan Politik
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI'UN. Turut berduka cita atas peristiwa berdarah yang menimpa saudara kita di Wamena. Sebagaimana yang diberitakan (detik.com, 29/9/19), kerusuhan terjadi di Wamena pada hari Senin (23/9/19) pukul 09.00 WIT. Sejumlah bangunan seperti rumah dinas, ruko, dan kantor bupati dibakar massa. Bahkan viral beredar video kondisi Wamena yang porak poranda, gedung-gedung sudah rata dengan tanah akibat pembakaran yang brutal. Lebih parahnya kobaran api tak hanya membakar rumah dan bangunan, tapi juga raga manusia yang tak berdosa. Sungguh mengerikan.
Kondisi yang mengerikan ini menimpa para perantau Bugis dan Minang di Wamena. Mereka menjadi korban kebrutalan aksi para pendemo yang pasalnya ditunggangi oleh kelompok separatis. Selain bertindak brutal, pendemo juga membakar satu keluarga yang dimasukkan ke dalam Honai. Sebagian warga ada yang dibakar hidup-hidup. Ada juga korban yang dipaksa masuk ke dalam mobil lalu dibakar. Sadisnya, ada seorang anak yang masih balita juga menjadi korban, dimana kepalanya dipenggal dengan kapak. (sindonews.com, 26/9/19).
Sungguh benar-benar perbuatan yang keji, biadab, tidak berkeperimanusiaan. Sederet kata yang mungkin belum mewakili kondisi Wamena saat ini. Tidak hanya rasa geram yang menyesakkan dada, tapi juga rasa sedih yang mendalam, khususnya bagi warga Bugis dan Minang yang tercatat 33 korban yang tewas. Tragedi ini seharusnya dapat membuka alam sadar kita, bahwa Papua yang penduduknya mayoritas non Islam dan memilih petahana nyatanya tak pernah berhenti bergejolak. Bentrokan terjadi dimana-mana, bahkan sadisnya tragedi brutal pembakaran dan pembantaian tak jauh berbeda dengan kondisi di Suriah.
Konon, tak sedikit dari pendukung petahana selalu berkoar-koar “Jangan Suriahkan Indonesia”. Jargon ini selalu ditujukan kepada pihak oposisi yang ingin menerapkan Islam secara kaffah di bumi pertiwi ini. Bahkan tagar #jangansuriahkanindonesia sempat menjadi trending topik di twitter karena begitu massifnya pemerintah memerangi pemahaman yang dianggap radikal, yang katanya jika ingin menerapkan syariah Islam di Indonesia, maka Indonesia akan menjadi seperti di Suriah. Dan kini, kondisi Wamena yang menjadi bagian dari Indonesia sudah tak jauh berbeda dengan Suriah.
Tentu kita semua bertanya-tanya, ada apa dengan Wamena Papua? Mengapa masalah kerusuhan ini tak kunjung usai? Kemana peran negara selama ini dalam menuntaskan masalah Papua? Apakah kerusuhan yang terjadi di Wamena diakibatkan karena adanya ormas radikal? Mari kita telaah secara kritis apa sebenarnya yang terjadi di Wamena Papua!
Adanya Intervensi Asing
Dimana ada asap disitu pasti ada api. Begitu pun peristiwa pembantaian di Wamena bukanlah masalah yang ujug-ujug terjadi. Namun peristiwa ini merupakan tragedi yang mengerikan hasil dari rentetan peristiwa yang dipicu oleh ketidakadilan. Serta adanya upaya pemisahan Papua dari Indonesia yang digelorakan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kondisi ini menjadi sasaran empuk bagi bangsa asing untuk memuluskan jalan kepentingannya di bumi Papua, dan ini menjadi hal yang wajib untuk kita waspadai. Termasuk upaya mempercepat laju pemisahan Papua dari Indonesia.
Dikutip dari gatra.com, Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menyatakan bahwa ada intervensi pihak asing pada kerusuhan yang terjadi di Wamena Papua pada Senin (23/9). Menurutnya, kerusuhan itu tidak hanya diprovokasi oleh pihak dari dalam negeri saja, namun juga ada indikasi orang-orang dari luar negeri. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa kerusuhan yang terus bergejolak di Wamena Papua merupakan hasil dari adanya intervensi asing agar Papua segera lepas dari Indonesia sehingga asing menjadi semakin mudah memasifkan penjajahannya di bumi Papua.
Tidakkah kita ingat bagaimana skenario disintegrasi Timor Timur sehingga lepas dari Indonesia? Cara jahat ini juga sedang diulang di bumi Papua. Isu panas pelanggaran HAM menjadi senjata ampuh mendesak PBB untuk menggelar referendum Papua. Desakan campur tangan Australia yang diminta Vanuatu dalam pidato di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-74, untuk membantu menyelesaikan konflik di Papua, menjadi sinyal kuat adanya skenario jahat yang tengah dimainkan. Padahal seharusnya lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadi pelajaran besar bagi bangsa Indonesia agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.
Teror Islamophobia
Sedihnya, lepasnya Timor Timur dari Indonesia nyatanya tak menjadi pelajaran besar bagi pemerintah untuk mengamankan negaranya dari segala intervensi asing. Penguasa malah sibuk mengurusi kepentingan pribadinya daripada mendahulukan kepentingan rakyatnya. Alih-alih bergerak cepat untuk mengakhiri konflik dan memulihkan kondisi di Wamena, publik malah dibuat geram dengan tingkah penguasa yang sibuk meminta pelantikannya diajukan. Ditambah lagi sikap penguasa yang begitu represif terhadap aksi aktivis mahasiswa, semakin menjadi bukti bahwa negara gagal dalam meriayah rakyatnya. Negara gagal dalam melindungi rakyatnya.
Lucunya negeri ini. Peristiwa mengerikan yang menimpa Wamena ternyata tak mengundang rasa empati dari para pendukung rezim. Mereka yang selama ini begitu gencar menuduh ormas radikal sebagai dalang dari segala problematika yang ada, kini mendadak bungkam. Mereka yang begitu massif menyuarakan “Jangan Suriahkan Indonesia”, kini mendadak menghilang. Anehnya, tak ada yang mengatakan gerakan separatis OPM ini sebagai gerakan radikal. Tak ada yang mengatakan bahwa perilaku biadab yang menimpa Wamena ini sebagai perilaku terorisme. Kemanakah suara sumbang yang selalu berkoar-koar mengatakan #nkrihargamati itu?
Mungkin saat ini suara comber itu sudah kelu melihat realita bahwa para pelaku kerusuhan bukanlah muslim. Dan puluhan korban yang tewas adalah kaum Muslimin Bugis dan Minang. Sehingga mereka kebingungan untuk mengkambinghitamkan Islam dan para pejuangnya. Terbantahkan sudah, ketakutan mereka selama ini yang menyatakan apabila syariah Islam diterapkan akan menjadi sumber perpecahan terjawab tuntas dengan tragedi Wamena. Bahwa sesungguhnya bukanlah penerapan syariah Islam yang menjadi sumber konflik dan perpecahan. Namun sejatinya sumber konflik yang tak kunjung usai ini adalah karena lemahnya pemimpin dalam mengelola negeri dan meriayah rakyatnya. Ditambah lagi dengan penerapan sistem kapitalisme yang rusak sehingga menjadikan negeri ini mudah dijajah oleh asing maupun aseng.
Butuh Islam Kaffah
Terbukti. Setiap konflik yang terjadi di Indonesia bukan karena diterapkannya syariah Islam secara kaffah. Melainkan karena keserakahan penguasa dan kedzalimannya terhadap rakyatnya. Ditambah lagi diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Bagaimana tidak? Perilaku korupsi semakin menjadi-jadi, perzinahan sudah tak terbendung lagi, bahkan masalah perpecahan semakin menghantui negeri. Semua ini terjadi karena dicampakkannya aturan Illahi Rabbi sehingga cahaya Islam tak nampak lagi. Sungguh segala kerusakan yang terjadi adalah karena ulah manusia yang tidak mau berhukum dengan syariah-Nya. Lihat (QS. A-Ruum: 41).
Di sisi lain, berbagai stigma negatif selalu dialamatkan kepada Islam dan para pejuangnya. Mulai dari dituduh sebagai terorisme, radikal, intoleran, pemecah belah bangsa hingga berujung pada kriminalisasi dan persekusi terhadap para pejuang yang ingin menerapkan syariah Islam secara kaffah (keseluruhan).
Bahkan kelancangan mereka sudah melampaui batas, tak hanya pejuangnya yang dipersekusi, namun juga ajaran Islam dituduh keji. Dan saat ini, Allah Swt bungkam mulut comber mereka yang begitu kurang ajar terhadap Islam dan para pejuangnya dengan berbagai problematika yang menimpa negeri ini. Mulai dari masalah sosial, politik, hingga masalah ekonomi. Bahkan satu persatu pejabat politiknya sold out dijerat KPK.
Berbagai rentetan tragedi yang memilukan ini seharusnya mampu membuka mata dan hati penguasa dan rezim bahwa sumber problematika negeri ini adalah karena ketiadaan aturan Allah Swt, yaitu karena tidak diterapkannya syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. Hanya Islam lah satu-satunya solusi dari segala problematika negeri ini. Maka, marilah bersama-sama menyatukan visi untuk menerapkan syariah Islam di negeri ini agar kerusakan tak semakin menjadi-jadi. Marilah bersatu untuk menegakkan hukum Allah Swt di atas bumi ini agar negeri ini senantiasa diberkahi.
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (QS. Al-Maidah: 50). Wallahu a’lam bish-shawwab.*