View Full Version
Selasa, 17 Dec 2019

Jadilah Orang yang Ringan dalam Berdakwah

 

Oleh:

Ari Susanti

Koordinator Komunitas Ibu Hebat Tulungagung

KEBANGKITAN Islam dirindukan bagi siapa saja yang di dalam jiwanya ada keimanan, khususnya para pengemban dakwah. 

Tidak bisa dipungkiri,  mendaki jalan kebangkitan itu sungguh sukar dan terjal.  Di antara yang dituntut dari seorang mukmin, apalagi pengemban dakwah, adalah ringan dalam pengorbanan di jalan Allah, yakni berkorban demi tegaknya agama Allah.  Pengorbanan di jalan Allah adalah perwujudan dari cinta yang sejati kepada-Nya.

Namun,  silau mata terhadap dunia dan target kesuksesan materi, tanpa sadar membuat kita menjadi orang yang berat.  Berat menapaki jalan dakwah dan kebangkitan umat.  Berat berkarya dan totalitas untuk Islam.

Anas bin Malik ra  bercerita, pada suatu hari Rasulullah saw keluar dan memegang tangan Abu Dzar.  Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, di hadapanmu ada jalan mendaki yang sukar.  Tidak ada yang mampu mendakinya, selain orang-orang yang ringan.”  Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku termasuk orang yang ringan atau orang yang berat?”  Beliau menjawab dengan bertanya, “Apakah kamu punya makanan untuk hari ini?  Ia menjawab, “Ya.”  Beliau bertanya lagi, “Dan makanan untuk esok hari?”  Ia menjawab, “Ya.”  Beliau bertanya lagi, “Dan makanan untuk esok lusa?”  Ia menjawab, “Tidak.”  Beliau bersabda, “Jika kamu punya makanan untuk tiga hari, maka kamu termasuk orang-orang yang berat.” (HR. Thabrani).

Menikmati Pengorbanan di Jalan Dakwah

Salah satu ciri orang yang ringan adalah menikmati pengorbanan di jalan dakwah. Ia akan menjalankan dengan penuh kesungguhan, totalitas, dan lapang dada. Sulit dan terjal adalah keniscayaan,  namun bagi orang yang ringan akan terus menapaki jalan itu tanpa keluh kesah , tanpa berat hati, senantiasa optimis dan tawakal.

Setelah Rasulullah saw., para sahabat tentu saja adalah contoh terbaik dalam hal pengorbanan. Kita tentu pernah mendengar pengabdian dan pengorbanan Asma membela agama Allah SWT begitu besar. Tak heran jika ia digelari ''Dzatun Nithaqaini'' (wanita yang memiliki dua selendang).

Asma' membantu dalam proses hijrah Rasulullah saw dan ayahnya Abu Bakar ra , dengan penuh kecintaan terhadap Islam dan Rasul-Nya, ia menyobek selendangnya menjadi dua helai, helai pertama digunakannya untuk menutupi tempat makan atau bekal Rasulullah SAW dan sisanya untuk menutupi kepalanya.

Ia bahkan merelakan ayahnya menyumbangkan seluruh hartanya demi tegaknya agama Allah SWT.  Pada saat hijrah, Abu Bakar  membawa seluruh hartanya yang berjumlah sekitar 5.000 hingga 6.000 dinar. Lalu kakeknya yang buta, Abu Quhafah datang kepada Asma.  Abu Quhafah berkata :"Demi Allah, sungguh aku mendengar  bahwa Abu Bakar telah meninggalkanmu pergi dengan membawa seluruh hartanya?''

Mendengar pertanyaan itu, Asma berkata, '''Sekali-kali tidak, wahai, Kakek! Sesungguhnya, Beliau telah menyisakan buat kami harta yang banyak.''   Padahal tidak ada harta sedikitpun yang ditinggalkan Abu Bakar, namun keikhlasan Asma untuk berkorban di jalan Allah, menjadikan yakin akan pertolongan dari Allah.

Jelaslah, Islam membutuhkan pengorbanan kita.  Semakin ringan kita berkorban, semakin dekat kita pada kemenangan.  Sebaliknya, semakin berat kita berkorban, semakin jauh pula kita meraih kemenangan. 

Karena itu, jauhkanlah sikap bahwa kita telah cukup banyak berkorban hanya karena kita telah menjadi bagian dari pengemban dakwah, di tengah-tengah banyaknya kaum Muslim yang tidak berdakwah. Janganlah pula menolak amanah karena merasa berat dengan amanah tersebut tanpa berusaha memaksimalkan potensi terlebih dahulu.  Atau janganlah pula kita berpikir bahwa aktivitas dakwah adalah aktivitas ‘sampingan’ dan temporer yang bisa kita lakukan setelah kita memenuhi seluruh kebutuhan kita dan hanya pada saat-saat tertentu saja.

Menjaga Spirit Terus Menyala

Orang yang ringan dalam dakwah  karena punya spirit yang terus menyala di dalam dada.  Spirit ini lahir dari keimanan yang kokoh , spirit ini ada karena visi yang jelas dan  menembus batas, spirit ini akan terus menyala karena thoriqoh yang lurus dan tidak tergoyahkan, spirit yang selalu bergelora dalam jiwa –jiwa yang ikhlas dalam perjuangan.

Inilah spirit penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih.  Keyakinan akan janji Allah dan Rasul-Nya mampu menembus tantangan  fisik berupa "the city with perfect defence" dimana keseluruhan kota nampak seperti sebuah benteng kokoh, dengan struktur tembok dua lapis dan diperkuat adanya parit besar, konstantinopel adalah ibukota imperium Romawi dan angkatan laut Romawi adalah yang terkuat di masanya.

Dari Muhammad Al Fatih kita belajar bahwa "Muslim tidak meyakini apa yang mereka lihat, namun mereka melihat apa yang telah mereka yakini".  Muhammad Al Fatih mampu berfikir out of the box untuk menaklukkan Konstantinopel. Dengan spirit inilah Al Fatih menjadi sebaik-baik panglima yang disabdakan Rasulullah saw 800 tahun sebelumnya.

Begitu pula spirit misi strategis Mush'ab Bin Umair di Madinah.  Kecerdasan strategi dakwah dan diplomasi Mush'ab sebagai duta Islam yang dikirim Rasulullah saw untuk masyarakat Madinah, menjadikan para simpul umat bergerak menjadi pendukung dakwah.

Tentu kita masih ingat bagaiman komunikasi dakwah luar biasa Mush'ab kepada Usaid bin Hudhair Al Ausiy yang membuahkan hasil dengan masuk Islamnya Sa’ad.

Usaid pun berkata " Di belakangku ada seorang laki-laki, jika dia mau mengikuti seruan kalian berdua, maka tak seorangpun dari kaumnya yang menyalahinya, saat ini pula aku akan membawa kehadapan kalian berdua".  Maka Sang pemimpin itu,  Sa'ad bin Mu'adz pun akhirnya masuk Islam dan diikuti seluruh kaumnya.

Kini, jalan perjuangan itu begitu terjal, namun perjuangan ini hanya mungkin dipikul oleh orang yang ringan menjalankan amanah utama dan taklif istimewa dari Allah Ta'ala.

Dakwah ini hanya akan sukses dan berhasil mencapai tujuannya jika diemban oleh orang-orang yang ringan karena hanya dengan keikhlasan kita mampu bertahan dalam jalan sulit dan terjal. Kebangkitan Islam itu pasti. Cukuplah janji Allah saja yang menjadikan kita orang-orang yang ringan menolong agama-Nya.  "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (TQS. Muhammad:7).*


latestnews

View Full Version