View Full Version
Selasa, 17 Dec 2019

Manifestasi Kegagalan Pangan Nasional

DIKALA 7,8 juta dari 23 juta balita Indonesia mengalami gizi buruk atau stunting, pemerintah justru akan membuang 20 ribu ton cadangan beras yang ada di gudang Bulog. Alasannya karena usia penyimpanan beras sudah melebihi 1 tahun atau kadaluarsa.  

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 38 Tahun 2018, Cadangan Beras Pemerintah dapat dibuang apabila melampaui batas waktu penyimpanan minimum 4 bulan atau mengalami penurunan mutu. Jika dinominalkan 20 ribu ton beras maka nilai beras tersebut mencapai Rp 160 miliar. Beras yang dibuang ini hanya 1% dari 2,3 Juta ton beras, sebanyak 900 ribu ton beras impor dan sisanya stok beras lokal.

Menumpuknya stok beras di gudang Bulog akibat dari salah kaprah pemerintah dalam mengimpor 2,3 juta ton beras di tahun 2018. Bagaimana bisa negara Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah tetapi beras yang merupakan pangan pokok bagi masyarakatnya masih impor? Jika hal yang pokok saja sudah bermasalah,  ini tak ubahnya seperti negara miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Kemanakah perginya sumber daya alam negeri ini? Sehingga membuat negara kelimpungan memenuhi kebutuhan pangan nasional dengan memilih mengimpor beras bukan membeli dari petani lokal.

Permasalahan pembuangan beras ini akibat dari kesalahan kebijakan pemerintah perihal impor beras, nyatanya Bulog justru sulit mencapai target penjualan 1 juta ton beras tahun ini. Tindakan impor beras yang dilakukan pemerintah sebagai suatu manifestasi kegagalan rezim ini dalam pengelolaan pangan nasional.

Realisasinya bisa dirasakan masyarakat setiap kebijakan yang diemban oleh pemerintah menimbulkan permasalahan karena kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak matang selalu salah perhitungan dan dinilai terburu-buru. Hal lain membuktikan bahwa daya beli beras masyarakat pun menurun meskipun beras adalah makanan pokok, apalagi yang menjadikan penurunan pembelian kalau bukan karena ketidakmampuan rakyat luas menjangkau pangan berkualitas sebab harganya yang tinggi. Maka tak salah jika ada jutaan balita Indonesia mengalami stunting karena terlahir dari orang tua yang tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak sejak dalam kandungan.

Selain kebijakannya begitupula dengan solusi pemerintah yang acap kali menuai kontroversi. Demi menanggulangi permasalahan beras kadaluarsa, pemerintah akan melakukan lelang beras menjual dengan harga murah. Mengapa harus menunggu beras mengalami penurunan kualitas barulah pemerintah mau menjual berasnya dengan harga murah kepada rakyat.

Inilah perwujudan dari negara korporasi yang lebih memilih melindungi kepentingan pebisnis dibandingkan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Generasi bangsa yang menjadi taruhannya kesehatan rakyat diabaikan agar negara tidak mengalami kerugian. Jikalau anggaran kesehatan defisit maka rakyat harus menanggungnya dengan kenaikan biaya kesehatan. Akankan permasalahan ini menjalar kepada aspek lainnya?*

Dara Tri Maulidra, A.md

Guru tinggal di Bandung, Jawa Barat


latestnews

View Full Version